PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
merupakan suatu proses untuk mengubah
tingkah laku dan sekaligus merupakan usaha untuk membantu dan mengarahkan
manusia agar berkembang secara maksimal
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Senada dengan hal tersebut Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun
2003 tentang Sisdiknas yang mengatakan
bahwa:
“Pendidikan adalah usaha dasar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, bangsa dan negara.”
Berdasarkan kutipan tersebut
di atas, sangat jelas bahwa segala aktivitas pendidikan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menciptakan generasi bangsa yang
terampil, maju, cerdas, tangguh, profesional, mandiri, bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dalam kondisi sehat jasmani dan rohani. Dalam usaha keseluruhan
upaya pendidikan, proses belajar
mengajar (PBM) merupakan aktivitas yang paling
penting karena melalui proses itulah tujuan pendidikan akan tercapai dalam
bentuk perubahan tingkah laku siswa.
Dari masa ke masa pembaruan
pendidikan selalu mengalami perubahan. Dari basis yang sangat sempit sekedar
melayani kepentingan individu tertentu menuju basis yang semakin luas untuk
melayani kepentingan lokal, nasional, dan global.
Pada era globalisasi
pendidikan dituding tidak mampu mengikuti perubahan dan tuntutan pada sektor
ekonomi, perdagangan, dan industri. Pada sejumlah negarakarena kurangnya sumber
dan waktu, akibatnya pembaruan pendidikan terkesan dilakukan secara
tambal-sulam. Perubahan tambal-sulam dalam pendidikan pasti tidak akan efektif
untuk menghadapi isu-isu global, seperti pentingnya perdamaian dan keselamatan
dunia, lingkungan yang baik, air dan udara yang bersih, kesehatan dan
kemiskinan. Dengan kata lain, saat ini masalah pendidikan tidak dapat lagi di
baca semata-mata dari kaca mata pendidikan, melainkan harus merujuk pada isu
–isu yang berada di kawasan non pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas,
maka penulis melakukan pembahasan dengan
judul“Implikasi Globalisasi dan
Desentralisasi Terhadap Pendidikan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan masalah-masalah yang dipaparkan
dalam latar belakang di atas dapat di identifikasi masalahnya sebagai berikut :
1.
Pada era globalisasi pendidikan
dituding tidak mampu mengikuti perubahan dan tuntutan pada sektor ekonomi,
perdagangan, dan industri
2.
Kurangnya sumber dan waktu, akibatnya
pembaruan pendidikan terkesan dilakukan secara tambal-sulam
3.
Pembaruan secara tambal-sulam
mengakibatkan kurangnya kesadaran tentang pentingnya perdamaian dan keselamatan
dunia, lingkungan yang baik, air dan udara yang bersih, kesehatan dan kemiskinan
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari penafsiran yang
tidak diinginkan dalam memahami maksud dan tujuan pembahasan ini, dirasa perlu
untuk mengadakan pembatasan masalah, yaitu
:
1.
Yang menjadi pokok masalah dalam pembahasan ini
adalah Implikasi Globalisasi
dan Desentralisasi terhadap
Pendidikan
2.
Yang dijadikan objek adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah palangkaraya,
khususnya ruang B 36 angkatan tahun 2009.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas penulis mencoba memberikan perumusan masalah guna
memperjelas apa yang dikaji dalam bab selanjutnya. Adapun perumusaan masalah
dari latar belakang di atas adalah:
1.
Bagaimana cara meningkatkan
pendidikan pada era globalisasi agar pendidikan mampu mengikuti perubahan dan
tuntutan pada sektor ekonomi, perdagangan, dan industri
2.
Melakukan upaya baru dalam
menambah sumber dan waktu, agar pembaruan pendidikan terkesan dilakukan secara
terus menerus.
3.
Mencari pembaruan baru dalam
pendidikan agar individu sadar tentang pentingnya perdamaian dan keselamatan
dunia, lingkungan yang baik, air dan udara yang bersih, kesehatan dan
kemiskinan.
E. Tujuan Pembahasan
Agar kita dapat yang ada sekarang, agar para calon-calon guru
dapat bersaing dalam memajukan mutu pendidikan di era globalisasi dan sebagai bahan
diskusi agar para mahasiswa bias tukar pendapat serta bertambah wawasanya.
F. Manfaat Pembahasan
Ada pun mamfaat pembahasan makalah, agar mahasiswa bertambah wawasanya,
dan mempersiapkan diri untuk memajukan mutu pendidikan di era globalisasi sekarang.
BAB
II
PEMBAHASAN
IMPLIKASI GLOBALISASI DAN
DESENTRALISASI
Pembahasan mengambil dua sisi
pandang, yaitu bersifat makro yang sifatnya umum dan lebih banyak memasuki
daerah kebijakan atau policy, terutama yang terkait dengan kebijakan pemerintah
pada tingkat pusat dan daerah. Pembahsan memalui mikro terutama dikaitkan
dengan aspek implemtasi, khususunya yang terkait dengan pembaharuan dalam
pembelajaran yang terjadi pada tingkat sekolah dan kelas.
A. KRONOLOGIS PEMBARUAN
PENDIDIKAN
1.
Proses sejarah pembaruan
pendidikan apabila dilihat dari fokus kepentingannya, dapat ditapaktilas sejak
lebih dari seribu tahun lalu(lihat Townsemd & Otero,2000). Sekitar tahun
1000, boleh dikatakan focus pendidikan sangat dikaitkan dengan kepentingan kaum
aristokrasi, yaitu suatu kepentingan agar kaum aristokrasi ini mampu memperkuat
kekuasaanya, dan mempertahankan hak-hak istemewa yang melekat pada dirinya
sebagai seorang aristocrat. Mereka didik secara individual atau kelompok kecil
oleh tutor atau guru spesialis.
2.
Pada tahun 1850-an, pendidikan
dituntut untuk melayani banyak orang. Namun, pelayanan ini masih terbatas pada
pendidikan yang sangat dasar, yaitu yang ditunjukan untuk menyiapkan anak-anak
samapi mereka mencapai umur yang layak untuk bekerja sebagai buruh, melayani
kepentingan local, khususnya kaum pemilik pabrik.
3.
Mulai tahun 1900-an, pendidikan
mulai mengalami perubahan pusat perhatian, dari kepentingan individu dan local,
menjadi lebih luas lagi, yaitu kepentingan masyarakat atu kepentingan nasional.
Pelayanan pendidikan semakin beragam sesuai dengan kepentinganya. Mereka
dianggap lebih cocok untuk bekerja sebagai buruh di pabrik dan di pertambangan
diberikan pendidikan dasar. Mereka yang berminat dan berbakat untuk bekerja
dibidang seni, diberikan pendidikan kesenian dan ketrampilan. Begitu pula
mereka yang ingin jadi pemikir atau penemu bidang sain dan teknologi, dan
mereka yang ingin menjadi “boss”, pemimpin atau aristocrat diberikan pendidikan
yang sesuai dengan cita-citanya.
4.
Sekitar tahun 1980-an, tatkala
ekonomi global mulai merebak dan memicu lahirnya pengembangan teknologi yang
berhasil mengubah wajah komunikasi dan pertukaran ilmu pengatahuan, sekali lagi
focus pendidikan mengalami perubahan. Pendidikan meluas dari kepentingan local
menjadi untuk kepentingan nasional. Pendidikan untuk semua orang menjadi tema
era iuni. Berlangsung hingga tahun 2000.
Perubahan darstis dalam kurikulum tentu saja
tidak dapat dielakan guna memenuhi tuntutan pembangunan ekonomi nasional.
Istilah baru yang menambahkan “nasional” bermunculan. Seperti tujuan nasioanl,
kurikulum nasional, standar nasional, system evaluasi, testing dan ujiuan
nasional. Kurikulum mengalami perampingan, agar waktu belajar dan mengajar
dapat difokuskan pada bidang studi yang dinilai menunjang pembangunan ekonomi
nasional.
5.
Berada dalam melenium kedua, focus
pendidikan kembali lagi mengalami perubahan. Focus pendidikan yang serba
nasional ternyata tidak lagi merupakan bekal yang cukup untuk bersaing, bergaul,
dan bekerja sama secara global dan internasional. Isu yang berkenaan dengan
hajat orang, seperti listerasi, kesehatan, lingkungan, kesejahtraan dan
kemakmuran, hak asasi manusia dan hak anak dan kaum wanita tidak sepenuhnya
lagi layak di hadapi secara nasional.
B. TANTANGAN BAGI PENDIDIKAN
Tiada yang abadi, kecuali
perubahaan tidak ada yang lebih cepat daripada perubahan yang cepat. Memasuki
era globalisasi dan perdagangan bebas, pendidikan menjadi sumber kritikan
kerena dituding tidak mampu mengikuti perubahan dan tuntutan sector ekonomi,
perdagangan, dan industry. Oleh karenanya, memasuki millennium kedua dan
seterusnya, motto yang pernah popular di tahun 1970-an, yaitu think globally and act iccally dianggap
sudah tidak sesuai lagi. Di era globalisasi ini motto itu perlu diperluas perspektifnya menjadi think and act both locally and globally. Sejumlah Negara karena
kurangnya sumber dan waktu, akibatnya pembaruan pendidikan terkesan dilakukan
secar tambal-sulam. Tambal-sulam seoerti itu, sudah barang tentu tidak sesuai
lagi. Minzey (1981) mengibaratkan perubahan tambal-sulam itu melalui ungkapnya,
seperti berikut ini. “ that previous education reform had been similar to
reanangin the toy in the box, when what we really needs was a whole new box”
Dengan kata lain, saat ini
masalah pendidikan tidak dapat lagi dibaca semata-mata dari kacamata
pendidikan, melainkan harus merujuk pada isu-isu yang berada di kawasan non
pendidikan, hal ini menegaskan kembali betapa pentingnya pendidikan berbasis
yang luas. mengenai betapa luasnya basis pendidikan. Globalisasi memberikan visibility yang khusus bahwa pendidikan
harus mampu menciptakan knowledge society.
Yaitu masyrakat yang berkeyakinan bahwa pengatahuan dan ketrampilan manusia
jauh lebih penting dari pada sumber alam, material yang melimpah, dan bahkan
modal sekalipun.
Titik pandang seperti ini,
penting sekali anda hayati. Pandangan ini mengingatkan kita sebagai guru bahwa
betapa pun terbatasnya fasilitas, bahan dan alat di sekolah dan kelas yang anda
ajar, asal pengetahuan dan keterampilan anda memadai maka kualitas pengajaran
yang anda sampaikan masih tetap dapat dipertanggung jawabkan.
Pemberdayaan atau empowerment pendidikan merupakan
kebijakan dan tindakan yang amat penting. Dalam era globalisasi, nasib kita ke
depan, bukanlah sesuatu yang dapat di tentukan lebih dulu (predetermined), melainkan tergantung pada pilihan kita saat ini,
yaitu pilihan yang sesuai dengan proses globalisasi ke depan, termasuk
keputusan desentralisasi yang telah menjadi kesepakatan nasional.
Gelombang dan arus deras
globalisasi tidak hanya membawa perubahan yang radikal dalam teknologi dan
komunikasi, tetapi juga transformasi dalam hubungan antar penduduk di dunia.
Difusi ilmu pengetahuan dan informasi
membawa dampak dalam penyebaran kekuatan di antara Negara dan bangsa di dunia.
Perubahan yang radikal dalam ilmu pengetahuan dan informasi menciptakan peluang
untuk memajukan mutu kehidupan manusia dan masing-masing individunya.
Pendidikan menjadi sentral
jika kita menginginkan sukses menghadapi gelombang globalisasi. Bagi sebuah
bangsa dan Negara begitu pula bagi warga negaranya, pendidikan merupakan sumber
utama pengetahuan untuk mewujudkan keberhasilan dalam era ekonomi informasi
baru. Pendidikan yang baik dan kuat merupakan kunci sukses menuju kemakmuran
ekonomi dan standar hidup layak dan manusiawi.
Oleh karena itu, mutlak
diperlukan kebijakan dan tindakan yang strategis dan efektif untuk mendifusikan
ilmu pengetahuan. Difusi ilmu pengetahuan dari seseorang ke oank lainnya tidak
akan menyebabkan mengurangi kadar pengetahuan dan mereka yang membantu
menyebarkannya. Sebaliknya semakin besar gudang pengetahuan yang dimiliki oleh
suatu masyarakat maka akan semakin baik bagi kehidupan masyarakat dan warganya.
Pengetahuan lebih dari sekedar
kendaraan untuk melaju pada jalur ekonomi menuju kemakmuran. Pendidikan juga merupakan kendaraan utama
untuk pemberdayaan warga suatu bangsa, untukn mengembangkan institusi
demokratis; untuk menciptakan system operasi yang efektif dalam pemerintahan;
untuk memerangi ketidakadilan; untuk mengikis kemiskinan dan penyakit; untuk
memelihara identitas cultural; dan untuk memperkuat masyarakat yang berbasiskan
kekuatan sipil (civil society).
C. PEMBARUAN PENDIDIKAN PADA
TINGKAT MAKRO
Pembaruan
pendidikan di Indonesia sudah dilakukan berkali-kali. Ingatkah anda berapa
kalikah kita telah memperbarui kurikulum? Sedikitnya enam sampai tujuh kali.
Begitu sering dan luasnya pembaruan pendidikan di Indonesia niscaya kotak
minzey, tidak akan cukup untuk menampungnya. Penulis mengusulkan perumpamaan
lain, yaitu dengan sebuah mobil, pengemudi, penumpang, jalan raya dan
rambu-rambunya, serta lingkungan yang di lalui dan tujuan yang akan dicapai.
Ada kesan selama
ini, pembaruan pendidikan lebih banyak memusatkan perhatian untuk memperbarui
mobil (kurikulum, bahan ajar, system evaluasi, perbaikan dan pengadaan gedung
dan alat). Kemudian, melatih pengemudinya (tenaga pendidikan, dan staf
administrasi). Penumpang di dalamnya (siswa, orang tua, dan pemakai lulusan)
tidak banyak disentuh dalam praktik kependidikan. Penumpang dibiarkan
berdesak-desakan di tengah hawa mobil yang pengap, kadang diperburuk lagi oleh
asap rokok dari para perokok yang hanya memikirkan kesenangan dirinya tanpa
menghiraukan bahaya yang mereka timbulkan terhadap penumpang di sekitarnya.
Terkait dengan
tujuan (tujuan pendidikan, tujuan sekolah, tujuan kelas, dam pembelajaran).
Masih banyak supir yang tidak tahu ke mana mobil dan penumpangnya akan dibawa.
Lebih parah lagi, penumpangnya sendiri belum terbiasa untuk menyampaikan maksud
dan tujuan mereka karena berpuluh-puluh tahun mereka terbiasa mengatakan
“terserah yang membuat mobil dan pak supir saja”. Para penumpang ini tidak
dikondisikan untuk menyampaikan dan menegaskan tujuan mereka dengan terbuka.
Maka, apabila :
1.
Kurikulum (mobil) kita tidak
layak;
2.
Guru (sopir) kurang berkualitas;
3.
Siswa, orang tua, pemakai tenaga
lulusan (penumpang) belum berperan aktif;
4.
Dukungan masyarakat dan pemerintah
(jalan raya dan alam sekitar) minim;
5.
Visi, filosofi dan tujuan
pendidikan (tempat tujuan) belum terumuskan dan disepakati oleh semua pihak,
dapatkah anda membayangkan apa yang bakal terjadi dengan SDM Indonesia?
D. REFORMASI
Mengumpamakan repormasi
pendidikan dengan mobil, supir, penumpang, jalan raya serta lingkungannya, dan
tempat yang hendak dituju dalam sebuah perjalan tidaklah dimaksudkan untuk
menyederhanakan reformasi pendidikan. Kita semua tahu, mereformasi pendidikan
bukanlah suatu upaya yang sederhana. Perumpamaan itu hanya sebatas maksud untuk
memvisualisasikan isu-isu pokok dalam pendidikan.
1.
Jalan raya dan lingkungan
pendidikan
Sebuah real estate yang bonafide, bijaksana dan berpandangan ke depan, sebelum ia
memmbangun rumah, bahkan sebelum melakukan pemasaran, ia membuat sarana jalan,
menyiapakan jaringan listrik, telepon, saluran air, dan saluran pembuangan
limbah kotoran manusia, serta menata lingkungan sekitarnya supaya kelihatan
serasi, menarik, nyaman, dan aman. Bahkan, ada yang mengundang pabrik untuk
menyampaikan saran-saran perbaikan.
Jalan raya dan lingkungan yang asri, aman, nyaman dan terkendali dalam kontek
pendidikan, dapat diibaratkan system makroyang langsung atau tidak langsung
terkait untuk mengembangkan mutu dan pelayanan serta hasil pendidikan.
Bagaiman mungkin
pendidikan Indonesia bias berkembangjika kebijakan dan praktik-praktik di tanah
air sebagaimana yang dielustrasikan oleh Editorial Media (3 Mei 2001). “
pendidikan di imndonesia adalah kunci dunia yang sepi dan terbuang. Ia seperti
ditakdirkan untuk menderita sendirian dan menanggung kemasgulan dari penguasa
satu kepenguasa lain. Hal yang amat menyedihkan, direpublik ini dalam kesulitan
ekonomi yang amat gawat sekalipun, politik selalu bias dengan mudah menarik
orang ramai untuk mendanainya. Sementara itu, pendidikan dalam keadaan ekonomi
amat bagus pun, dia tetap dalam papan”.
Tak kurang
pentingnya adalah kebijakan dalam merekrut tenaga kerja baik disektor
pem,erintah maupun swasta. Kebijakn dan praktek rekrutmen terkesan kolusi dan
nepotisme, sungguh merupakn penyakit kangker yang mematikan pendidikan. Seorang
lulusan pendidikan yang tidakperlu lagi berbekal ilmu pengatahuan, ketrampilan
dan sikap yang terpuji untuk mendapatkan pekerjaan. Sebaliknya yang lulusan
dengan hasil yang baik, tidak pernah yakin akan mendapatkan pekerjaan yang ia
minati. System dan praktek rekrutmen tenaga kerja cendrung menggunakan
pendekatan personal daripada professional, langsung atau tidak langsung telah
menjatuhkan kualitas pendidikan.
Begitulah halnya
dengan dunia pendidikan di Indonesia. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia
bukanlah semata-mata bersal dari pendidikan sendiri tetapi lebih banyak dan
kuat bersal dari lingkungan sekitarnya. Lemahnya dukungan terutama dukungan
politik kurangnya kaitan antara kebijakan di bidang ekonomi, keuanganan,
investasi, perpajakan, rekrutmen tenaga kerja, system uypah dan penggajihan,
pengembangan karier, dengan pendidikan itulah yang menjadi factor mengapa dunia
pendidikan sukar berkembang (A. Djalil 1999)
2.
Pengemudi pendidikan.
Guru dan kepala
sekolah adalah pengemudi pendidikan di lapangan. Semestinya mereka ini direkrut
dari calon pengemudi yang berbakat,cerdas dan bertanggung jawab. Creby (1970)
mengamati teacctive for bright students
(profesi gru tidak menarik bagi siswa yang cerdas). Hal yang sama juga
diungkapkan dalam Sektor Review (1986). Ketiga SPG masih ada, siswa-siswa yang
cerdas dan berbakat jarang yang memilih SPG. Pilihan utama mereka dalah SMA
Negri, pilihan kedua SMA swasta yang ternama, pilihan ketiga adalah STM yang
sekarang berubah menjadi SMK dan pilihan terakhir baru SPG. Pembaruan pengemudi
pendidikan harus dilakukan mutu pendidikan ditingkatkan. Harus ada keputusan
politik, keuangan dan anggaran serta ketenagakerjaan yang dimaksudkan untuk
menjaring dan menyaring calon tenaga pendidik.
Rekrutmen,
seleksi, pelatiahan, dan induksi guru denagan tingkat pedagogical dan life skill
yang tinggi merupakan tanggung jawab yang besar bagi suatu bangsa. Profesi guru
harus diduduki oleh mereka yang mempunyai pribadi yang terpuji dan merupakn role models bagi kaum muda. Pilihan
untuk perbaikan sesungguhnya sudah jelas
jika kita berkaca pada pengalaman masa lalu. Dukungan untuk memperkuat lembaga
pendidikan guru hendaklah dijadikan prioritas nasional. Pemerintah harus berani
mengambil keputusan untuk investasikan APBD dan APBN, antara lain dalam bentuk
TID yang besarnya tidak cukup menarik untuk mendorong kompetesi di kalangan
lulusan SMU dan SMK. Memalui TID akan terjaring lulusan yang terbaik yang
berminat untuk meneruskan lembaga pendidikan guru.
Kebijakan ini
melahirkan guru-guru dan kepala sekolah yang tanggung, dengan mereka lah kita
berharap pembaruan pendidikan. Terutama pembaruan pembelajaran dapat terjadi.
Dari mereka pulalah kita dapat berharap untuk melahirkan lulusan atau SDM yang
juga bermutu tinggi. Dengan SDM yang bermutu tinggi ini pulalah, Indonesia
membangun dan mengembangkan sector industry, perdagangan, pertanian dan jasa
yang tangguh yang pada giliranya pasti akan meningkatkan GDP dan GNP rakyatnya.
Membenahi jalan raya dan lingkunganya, serta mendidik dan melatih para pengemudi
harusnya menjadi prioritas utama. Idealnya, bahkan tinggi sklanya daripada
sector-sektor lainya.
3.
Mobil.
Dengan jalan
raya dan lingkungan yang kondusif dan pengemudi yang tangguh maka dengan mobil
(kurikulum, bahan ajar, dan teknik serta media pembelajaran)seadanya pun kita
masih dapat berharap penumpangnya akan sampai tujuan. Artinya jika dukungan
politik dan kebijakan makro yang diambil oleh pemerintah itu didukung, dan
guru-guru kita direkrut dengan cara professional maka betapa punbelum
sempurnanya kurikulum, kita masih dapat berharap akan terjadi perubahan yang
positif dan signifikan pada anak didik kita. Supir (guru) yang handal bahkan
adakalanya mampu memperbaharui mobil (kurikulum) yang ia bawa. Sementara itu,
sesuai dengan kemampuan ekonomi secara bertahap kita mulai meng-upgrade mobil (kurikulum, bahan ajar,
dan media pembelajaran) yang ada dan dengan semakin membaiknya ekonomi-keuangan, kita mampu membeli
mobil-mobilan yang baru (kurikulum yang baru) yang lebih canggih. Bukankah
pengalaman telah mengajarkan kepada kita, walaupun mobil (kurikulum dan bahan
ajar, dan teknik serta media pembelajaran) yang ada telah kita upgrade berkali-kali, namun dengan
kemampuan dasar pengemudinya (guru, kepala sekolah) yang terbatas sehingga saat
ini kita menyaksikan hasil yang kita harapkan.
4.
Penumpang dan Tujuan
Penumpang terpenung pertama
adalah siswa. Penumpang kedua terpenting adalah orang tua siswa, dan yang
terpenting ketiga adalah pemakai lulusan. Supir (guru) yang bijak dan mobil
(kurikulum, bahan ajar, dan teknik serta media pembelajaran) yang bagus harus
membawa ketiga jenis penumpang ini bersama-sama dalam satu mobil. Dengan
demikian, terbuka luas dialog antara penumpang dengan supir dan di antara
penumpang itu sendiri. Melalui dialog ini diungkapkan tujuan masing-masing
penumpang sehingga supir mengerti tujuan mana yang merupakan tujuan bersama dan
tujuan mana pula yang merupakan tujuan yang unik dari masing-masing penumpang.
Dari hasil dialog ini dapat diputuskan apakah masih akan menggunakan mobil atau
supir yang sudah ada atau memperbaiki mobil atau melatih kembali supir atau
mengganti salah satu atau kedua-duanya.
Lahirnya gagasan yang di
beri nama dewan pendidikan, komite sekolah, manajemen berbasiskan sekolah
(MBS), pada dasarnya dimaksudkan agar dialog yang sehat, konstruktif dan
produktif, sebagaimana yang dikemukakan di atas dapat terjadi. Uraian tambahan
mengenai MBS ini juga dapat anda baca pada “pembaruan pendidikan pada tingkat
mikro”.
Anak didik, orang tua dan
pemakai lulusan (penumpang) berharap agar guru (pengemudi) dengan kurikulumm,
bahan ajar, dan teknik serta media pembelajaran (mobil) yang dipercayakan
kepadanya harus mampu memberikan layanan yang memuaskan, dari segi intelektual,
fisikal, emosional, social dan spiritual. Dimensi afektif pengembangan
perasaan, harus mendapatkan perhatian yang lebih besar.
Pendidikan harus mampu
menjadikan setiap anak didik menjadi calon pemimpin untuk dirinya sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Menurut Goh Cok Tong, perdana
menteri singapura, seorang pemimpin yang
baik harus mempunyai 5 C yang andal,
yaitu Character atau sifat dan
tabiat, Capability atau kemampuan
professional, Compassion atau
perasaan haru, simpati, tidak tega melihat kesusahan, penderitaan, kemelaratan
dan kebobrokan, kedinaan (termasuk KKN), Conviction
atau pendirian yang teguh (konsisten), dan Commintment
atau tekad untuk menepati janji, ikrar atau sumpah ketika ia dilantik sebagai
pemimpin.
Sekali lagi, pendidikan
dengan basis yang luas sangat diperlukan untuk menghasilkan warga dan
calon-calon pemimpin sebagaimana digambarkan oleh Perdana Menteri Singapura.
E. PEMBARUAN PENDIDIKAN TINGKAT
MIKRO
Dengan
pengibaratan di muka, mudah-mudahan perencana dan pembuat mobil (pengambil
kebijakan, pengembang kurikulum, bahan ajar, teknik dan media pembelajaran) dan
pengemudi (kepala sekolah dan guru) akan memperoleh gambaran mengenai bagaimana
agar penumpang selamat, puas, damai dan bahagia selama mereka mengikuti dalam
perjalanan. Lebih-lebih lagi ketika mereka sampai di tempat tujuan. Lebih
lengkap lagi jika mereka merasa tetap puas walaupun mereka telah meninggalkan
mobil dan pengemudinya.
1.
Prinsip yang menggarisbawahi
pembaruan pembelajaran.
Peran guru
dilukiskan sebagai pemimpin, pembimbing, mendorong, membantu, membidani, memilihara,
dan mendukung. Kalau peran-peran itu yang harus dilaksanakan oleh guru sebagai
pendidik dilaksanakan maka dia layak disebut sebagai pembaru dalam
pembelajaran. Kini kita maklumi betapa mulianya tugas sebagai seorang pendidik.
Menjuadi guru masa kini perlu memberi bentuk baru dalam hubunganya dengan anak
didiknya, yaitu dari bentuk power
relationship ke bentuk shared
relationship, yaitu dari posisi mengontrol ke posisi kerja sama. Isu
yangkritikal dalam pendidikan bukan lagi bagaimana agar guru mampu mengontrol
kelasnya, tetapi bagaimana agar anak didik kita terlihat langsung dalam
pembelajaran. Ini termasuk prinsip penting sebagai landasan menuju pembaruan
pembelajaran.
Prinsip ini mengingatkan kita bahwa anak didik
kita hanya tertarik untuk ikut aktif dalam pembelajaran jika pengajaran kita
relevan. Pengajaran yang kita sampaikan hanya akn relevan jika dihubungkan
dengan konteks social, di mana kita hidup saat ini. Inilah beberapa kiat
bagaimana sebaiknya anda bersikap dan bertindak, agar siswa anda terlibat aktif
secara konstruktif dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bagaimana agar
terjadi efektif (Townsed & Otero,
1999).
Pembelajaran
terjadi pada puncaknya jika ekspektasi atau harapan dipusatkan pada
keberhasilan (lihat juga A. Djalal, 1984).
o
Rasa takut bukanlah pemicu belajar
yang efektif.
o
Perubahahan harus diyakini sebagai
sesuatu yang selalu mungkin dicapai.
o
Control hanyalah suatu ilusi.
o
Saling tergantung atau
“interdependensi merupakan kunci menuju sukses”
2.
Gambaran sekolah masa mendatang.
Townsend (1998)
ketika dia membayangkan bagaimana baiknya sekolah di masa mendatang. Saya
terjemahkan secara bebas, seperti berikut ini.
“dalam pandangan
saya pendidikan terbaik yang kita harapakan bagi anak-anak kita, bagi keluarga
kita…adalah pendidikan local, yaitu yang berakar dari masyarakat setempat, dan
juga global, yang menyediakan akses terhadap sumber ilmu pengatahuan di seluruh
dunia. Pendidikan yang berpijak di masyarakat, di mana saya hidup, tetapi juga
menghadirkan sebuah dunia yang menjanjikan kemungkinan yang hanpir tampa batas.
Sifatnya education dan juga social. Pendidikan itu memberikan saya butuhkan
sekarang dari memungkinkan saya untuk akses lagi, di belakang hari, jika ada
ketrampilan yang saya perlukan. Setiap saat, dimana pun saya berada di muka
planet ini, saya selalu ditautkan dengan pendidikan. Anak-anak seusia saya,
seluruh keluarga saya, tetangga saya, dan teman-teman saya dapat berpartisifasi
dengan saya. Kami menginginkan agar sekolah yang terbaik ada didaerah kami.
Pendek kata, lembaga yang baru ini menjadi fasilitas masyarakat dan dalam saat
tertentu juga digunakan bagi pendidikan anak-anak lembaga pendidikan yang baru
ini juga dimaksudkan untuk menggantikan sekolah yang berfungsi sbagai fasilitas
masyarakat, yangpada masa lalu hanya dipakai sekaliu-kali untuk pendidikan
anak”.
Menurut Townsend dan Otero (1999)
pembaruan pendidikan dan pembelajaran hendaknya diduduki di atas empat pilar,
yaitu sebagai berikut :
a. Pendidikan untuk keberlangsungan hidup.
a. Pendidikan untuk keberlangsungan hidup.
o
Literasi dan numerasi.
o
Kemampuan teknologi.
o
Ketrampilan komunikasi.
o
Kemampuan dalam menyusun dan
mengembangkan rencana.
o
Ketrampilan berpikir kritis.
o
Penyesuaian diri atau
adaptability.
b. Pemahaman terhadap kedudukan atau
tempat kita di dunia.
o
Tukar-menukar gagasan.
o
Pengalaman kerja dan sikap
wiraswata.
o
Kesadaraan dan apresiasi terhadap
budaya.
o
Pengembangan social, emosial, dan
fisikal.
o
Kemampuan berkreasi.
o
Berwawasan luas dan berpandangan
terbuka.
o
Kesadaran bahwa ada hak seseorang
untuk menentukan pilihanya.
c. Pemahaman
tentang hakikat masyrakat, yaitu bagaiman diri kita dan lainya saling terkait.
o
Kemampuan untuk bekerja sama suatu
tim.
o
Kajian kewarganegaraan.
o
Pengabdian masyarakat.
o
Pendidikan masyarakat
o
Kesadaran global.
o
Mengembangkan asset siswa
(misalnya kemampuan, mkecerdasan, hoby yang telah dimiliki siswa)
d. Pemahaman
terhadap tanggung jawab diri, yaitu memahami bahwa setiap anggota masyrakat
dunia membawa tanggung jawab dan hak-haknya masing-masing.
o
Kometmen terhadap pengembangan
diri melalui proses belajar seumur hidup.
o
Pengembangan system nilai diri.
o
Kemampuan kepemimpinan.
o
Kometmen terhadap pembbangunan
masyarakat dan perkembangan global.
o
Kometmen terhadap kesehatan diri
dan kesehatan masyrakat.
Sekali lagi anda
melihatapa pentingnya pendidikan dengan basis luas. Secara singkat, jika
dikaitkan dengan pembaruan pembelajaran maka proses pembelajaran masa kini dan
yang akan dating harus diarahkan untuk :
o
Mengembnagkan collaborative learning atau pembelajaran kolaborasi pada tingkat
local, nasional dan global.
o
Menerima dan menerapkan konsep
belajar seumur hidup.
o
Mengembangkan learning communities of learners (masyarakat yang gemar belajar,
bukan sekedar kumpulan para pembelajar).
o
Menekankan keterampilan proses
lebih tinggi daripada sekedar penguasaan ilmu lyang psepik, lebih menekankan
ketrampilan pada jenjang yang lebih tinggi daripada sekedar penguasaan factual.
3.
Riset tentang pembeljaran yang
efektif.
Pembaruan pembelajaran,
selain dilandasi oleh prinsip yang filosofis, haruslah juga dilandasi oleh temuan-temuan
empiris, yaitu riset yang memusatkan kajianya pada sekolah. Scheerene (dalam
Townsend dan Otero, 1990) mengidentifikasi empat kategori besar reset
persekolahan.
a.
Mengkaji outcomes pendidikan.
b.
Mengkaji fungsi produksi
pendidikan.
c.
Mengkaji sekolah yang efektif.
d.
Mengkaji instruksional yang
efektif.
Katagori pertama
biasanya mengkaji hubungan antar latar belakang social-ekonomi siswa dengan
hasil belajar. Katagorikedua biasanya mengkaji hubungan antara input (sarana,
prasarana, alat dan kelengkapan dll) dengan hasil belajar. Katagori ketiga
ditujukan untuk membuka kotak hitam atau black box, apakah anda ingat akan guna
black box bagi sebuah pesawat ? jika pada pesawat terbang jatuh pasti yang
dicari-cari black box karena disitulah terekam informasi mengenai pesawat
tersebut jatuh, begitu pula dengan pendidikan. Dikelas lah banyak terekam
informasi mengenai mengapa mutu pendidikan dan pengajaran kita kita jatuh
terjerembab. Kelas itu di ibaratkan black box. Kategori keempat bahkan lebih
dalam lagi memasuki kotak hitam kelas karena memusatkan perhatianya untuk
menemukan cara-cara mengajar (instryction
strategis) yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar.
4.
Sekolah yang efektif dan
berkembang.
Sebagai sekolah yang efektif
dan berkembang. Kita harus mengingat ciri-ciri yang disampaikan oleh Caldwell
dan Spink itu tidak otomatis sama dengan cirri-ciri yang terkandung dalam
pembaruan pembelajaran.Apa yang disampaikan oleh mereka berdua dapat kita pakai
sebagai konsep dan cirri yang menggarisbawahi pembaruan pembelajaran.
a.
Kurikulum.
1.
Sekolah mencantumkan dengan jelas
tujuan pendidikan yang akan dicapai
2.
Sekolah mempunyai rencana yang
baik disertai dengan program yang berimbang dan terorganisasi, ditujukan untuk
memenuhi apa yang diperlukan oleh peserta didik.
3.
Sekolah mempunyai program yang
dimaksudkan untuk memberikan ktrampilan pada anak didik. Adanya keterlibatan
orang tua yang tinggi dalam kegiatan belajar siswa.
b.
Pengambilan keputusan.
1.
Adanya keterlibatan yang tinggi di
kalangan staf dalam mengembangkan tujuan sekolah.
2.
Guru-guru dilibatkan dalam
pengambilan keputusan.
3.
Adanya keterlibatan yang tinggi
dari masyrakat dalam pengambilan keputusan
c.
Sumber.
1.
Adanya sumber yang menandai di
sekolah sehingga memungkinkan stf untuk mengajar dengan efektif.
2.
Sekolah mempunyai guru yang capable dan bermotivasi tinggi.
3.
Tingkat melanjutkan sekolah tinggi
dan daya serap lapangan kerja tinggi.
d.
Hasil belajar.
1.
tingkat drup out rendah.
2.
Nilai tes menunjukan tingkat
pencapaian yang tinggi.
3.
Tingkat melanjutkan sekolah tinggi
dan daya serap lapangan kerja tinggi.
e.
Kepemimpinan.
Adanya kepala sekolah
yang :
1.
Mau bertanggung jawab dan
mengelola sumber daya dengan efesien.
2.
Menjamin sumber daya teralokasikan
sesuai dan konsisten dengan kepentinganpendidikan.
3.
Respon dan supportive terhadap
kepentingan guru.
4.
Peduli dengan perkembangan
profesional.
5.
Mendorong keterlibatan staf dalam
program pengembangan professional dan menjadikan program ini sebagai peluang
bagi guru untuk menguasai keterampilan yang mereka perlukan.
6.
Menaruh perhatian yang tinggi
mengenai apa yang sedang terjadi disekolah.
7.
Membangun relasi yang efektif
dengan depdiknas atau dinas pendidikan, masyrakat, guru dan siswa.
8.
Mempunyai gaya administrative yag
luwes.
9.
Bersedia menanggung resiko.
10.
Memberikan umpan balik yang
bermutu pada guru.
11.
Menjamin adanya kaji ulang yang
kontinu terhadap program sekolah dan melakukan evaluasi kemajuan program kea
rah pencapian tujuan sekolah.
f.
Iklim.
1.
Sekolah mempunyai seperangkat
nilai etika-moralitas dan etos yang dianggap penting.
2.
Kepala sekolah, guru dan siswa
menunjukan kepedulian dan loyalitas terhadap tujuan sekolah dan nilai-nilai.
3.
Sekolah menjanjikan lingkungna dan
suasana yang menyenangkan, menggairahkan, dan menantang bagi guru dan siswa.
4.
Adanya iklim saling menghargai dan
saling mempercayai sesame dan di antara guru dan siswa.
5.
Adanya iklim saling mempercayai
dan komunikasi yang terbuka di sekolah.
6.
Adanya ekspektasi terhadap semua
siswa bahwa mereka akan berlaku sebaik-baiknya. Adanya komutmen yang kuat untuk
belajar sungguh-sungguh.
7.
Kepala sekolah, guru dan siswa
mempunyai semangat yang tinggi untuk mencapai prestasi balajar yang tinggi.
8.
Adanya morale (semangat juang) yang tinggi di kalangan siswa.
9.
Parta siswa saling menaruh respect terhadap sesamanya dan terhadap
barang-barang milik mereka.
10.
Adanya kesempatan bagi siswa untuk
mengambil tanggung jawab di sekolah.
11.
Adanya displin yang baik di
sekolah.
12.
Jarang sekali ada kejadian yang
menuntut staf administrasi senior untuk turun tangan menertibkan pelanggran
disiplin yang dilakukan siswa.
13.
Adanya tingkat kemangkiran yamg
rendah dikalangan siswa.
14.
Adanya tingkat mengulang kelas
yang rendah.
15.
Adanya tingkat kenakalan anak yang
rendah.
16.
Adanya morele (semangat juang) yang tinggi bagi guru.
17.
Adanya tingkat per satuan (cohesivesnes) dan semangat yang tinggi
di kalngan guru.
18.
Adanya tingkat kemangkiran yang
rendah di kalangan guru.
19.
Sedikit sekali permohonan untuk
pindah dari guru ke sekolah lain.
5. Ciri-ciri
pembelajaran yang disarankan.
Sebagai tambahan ciri-ciri
diatas, berikut ini saya sajikan peran sekolah dan guru yang terkait dengan
siswa.
a. Memberikan pemahaman
mengenai factor-faktor yang berpengaruh di dalam mengembangkan pandangan hidup
siswa.
b. Mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang penting guna berpartisipasi dalam
proses politik.
c. Mengembangkan sikap cinta belajar dan
mewujudkannya di dalam setiap kegiatan
yang terjadi sepanjang hidup.
d. Mengembangkan bakat kreatif siswa secara
penuh dalam berbagai bidang kesenian.
Khusus yang terkait dengan
pengalaman belajar, sekolah dan guru serta pihak yang berkepentingan dengan
pendidikan dituntut untuk bekerja sama dalam hal berikut ini.
a.
Menjamin agar semua siswa
mengalami dalam penggunaan dan pemahaman makna serta pengembangan bahasa
melalui cerita, sajak, drama dan kegiatan lainnya yang terkait.
b.
Menjamin bahwa pembelajaran
sedapat mungkin berlangsung melalui pengalaman langsung.
c.
Menyediakan peluang bagi semua
siswa untuk mengembangkan kemampuan mereka.
d.
Memberikan pengalaman bagi siswa
yang mempunyai hambatan khusus agar mampu mengatasi hambatan yang mereka
miliki.
Khusus yang terkait dengan
manajemen sekolah, kepala sekolah dan guru disarankan untuk:
a.
Menyediakan berbagai peluang bagi
orang tua siswa untuk melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan sekolah;
b.
Mengembangkan system penghargaan
sesuai dengan umur siswa sebagai pengakuan atas prestasi istimewa yang mereka
capai;
c.
Mengelola sekolah dengan cara-cara
yang merefleksikan keberlangsungan keterlaksanaan kurikulum;
d.
Menciptakan cara-cara agar
pemberian informasi kepada orang tua mengenai hal-hal yang terkait dengan
sekolah dan kemajuan siswa dapat berlangsung secara teratur.
F. Mengenal anak didik
Tak salah lagi, guru yang
bijak merasa wajib untuk mengenal siswa dengan baik. Tanpa itu, amat sulit bagi
anda untuk membuat keputusan yang terkait dengan pembelajaran yang akan anda
pilih. Uraian berikut ini diambil dari Dot Walker (1995) sebagai bahan
pertimbangan bagi anda.
1.
Pertanyaan salah tatau betul.
a.
Keberagamaan atau diversity adalah kreatif?
b.
Ethnicity adalah sesuatu yang berkaitan dengan
di mana anda tinggal?
c.
Diskriminasi perlu ditantang?
d.
Pengajaran hendaknya sebagai
respons terhadap konteks social dan cultural?
e.
Warga Negara yang aktif dan informed (mempunyai informasi yang benar
dan lengkap) adalah yang mengerti mengenai politik dan pemerintah?
f.
Anak didik yang cacat tidak
belajar sebaik anak-anak yang normal?
g.
Para guru perlu menghadapi
tantangan (challenge) dan mempunyai harapan yang realistis terhadap semua
siswa?
h.
Satu bagian terpenting dalam
pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu dalam merespons perubahan yang
terjadi?
2.
Gaya belajar
Jika anda amati dengan saksama bagaiman siswa-siswa anda nbelajar maka
anda sampai pada empat gaya belajar.
a.
Active learners atau pembelajaran aktif
Siswa yang termasuk kategori ini tidak suka
menggunakan buku petunjuk. Mereka lebih senang mencari sendiri, trial and error, coba-coba, bagaimana
mengoperasikan alat tersebut.
b.
Structured learnersatau pembelajaran terstruktur
Siswa termasuk kategori ini mengikuti satu per
satu, langkah demi langkah sebagaimana yang tercantum dalam manual.
c.
Pembelajaran personal
Siswa termasuk kategori ini lebih senang
belajar dengan cara berbincang-bincang dan bertanya pada orang lain.ia
memerlukan seseorang berada di sampingnya.
d.
Pembelajaran terfokus
Siswa kategori ini senang dengan adanya
tantangan. Dengan atau tanpa menggunakan manual ia ingin melakukan sesuatuyang
memukau, di luar dugaan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tiada yang abadi selain perubahan tidak ada
yang lebih cepat selain perubahan. Memasuki era globalisasi dan perdaganan bebas,
pendidikan menjadi sumber kritikan kerena dituding tidak mampu mengikuti perubahan
dan tuntun sector ekonomi, perdagananserta industry. Dengan kata lain masalah pendidikan
tidak dapatlagidibacasemata-matadarikacamatapendidikan,
melainkanharusmerujukpadaisu-isu yang berada di bawah non pendidikan.
Globalisasi memberikan visibility yang khusus bagi
pendidikan. Globalisasi juga menyampaikan pesan khusus bagi pendidikan harus menciptakan
knowledge society, yaitu masyarakat yang berkeyakinan bahwa pengatahuan dan keterampilan
manusia jauh lebih penting dari pada sumber alam, material yang melimpah, dan bahkan
modal sekalipun.
B. Saran
Untuk menciptakan mutu pendidikan kita harus menerima
globalisasi dan desentralisasi dari untuk kemajuan mutu pendidikan bangsa kita,
tetapi kita harus menyaringnya sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa kita.
Thanks ya sob sudah berbagi ilmu .............................
BalasHapusbisnistiket.co.id