BAB I
PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. PENGERTIAN BELAJAR
1. Definisi Belajar Pendapat Para Ahli
Banyak ahli yang mengemukakan pengertian
belajar. Pertama, Cronbach (1954).
Menurut Cronbach, "Learning is shown
by change in behavior as result of experience". Belajar yang terbaik
adalah melalui pengalaman. Dengan pengalarnan tersebut pelajar menggunakan
seluruh pancainderanya. Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikernukakan oleh
Spears (1955), yang menyatakan bahwa "Learning
is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to
follow direction".
Kedua, Morgan dan kawan-kawan (1986), yang
menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan
terjadi sebagal hasil latihan atau pengalarnan. Pernyataan Morgan dan kawan-kawan
ini senada dengan apa yang dikernukakan para ahli yang menyatakan bahwa belajar
merupakan proses yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku disebabkan
adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu di dalam diri seseorang.
Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan genetik atau respons secara
alarniah, kedewasaan, atau keadaan obat-obatan, rasa takut, dan sebagainya.
Melainkan perubahan dalarn permahaman, perilaku, Persepsi, motivasi, atau gabungan
dari semuanya.
Seperti halnya para ahli yang menekankan
pengalarnan dan latihan sebagal mediasi bagi kegiatan belajar, Woolffolk (1995)
juga menyatakan bahwa " learning
occurs when experience causes a relatively permanent change in an individual's
knowledge or behavior". Disengaja atau tidak. perubahan yang terjadi
melalui proses belajar ini bisa saja ke arah yang lebih baik atau malah
sebaliknya, kea rah yang salah.
Dan berbagal definisi di atas, kita dapat
menemukan kesamaan-kesamaan pengertian yang dikernukakan oleh para ahli psikologi
maupun ahli pendidikan. Bedanya, ahli psikologi memandang belajar sebagai
perubahan yang dapat dilihat dan tidak peduli apakah hasil belajar tersebut
mengharnbat atau tidak menghambat proses adaptasi seseorang terhadap kebutuhan-kebutuhan
dengan masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan para ahli pendidikan memandang
bahwa belajar adalah proses perubahan manusia ke arah tujuan yang 1ebih baik
dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
2. Ciri-ciri Belajar
Dari beberapa definisi para ahli di atas, dapat
disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu :
a. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti, bahwa
hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya
perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terarnpil
menjadi terarnpil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan
dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar.
b. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan
tingkah laku yang tejadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau
tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan tingkah laku tersebut tidak akan
terpncang seumur hidup.
c. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diarnati pada saat
proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat
potensial
d. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalarnan.
e. Pengalarnan atau latihan itu dapat mernberikan penguatan. Sesuatu yang
memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah
laku.
3. Prinsip-prinsip Belajar
Di dalarn tugas melaksanakan proses belajar
mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut:
a.
Apapun yang dipelajari siswa,
dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang harus bertindak
aktif.
b.
Setiap siswa belajar sesual dengan
tingkat kernarnpuannya.
c.
Siswa akan dapat belajar dengan
baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan
selarna proses belajar
d.
Penguasaan yang sernpurna dari setiap
langkah yang dilakukan siswa akan mernbuat proses belajar lebih berarti.
e.
Motivasi belajar siswa aan lebih
meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas
belajarnya.
B. BELAJAR SEBAGAI PERUBAHAN TINGKAH LAKU
Para pakar aliran Behavioristik melihat belajar
adalah perubahan tingkah laku dan tingkah laku tersebut dapat diurai jenis atau
ranah (domain) dan jenjang tingkatan
(taxon). Selama bertahun-tahun terutarna di era penerapan
PPSI (Pendekatan Prosedur Sistern Instruksional), pandangan ini sangat dominan
mempengaruhi praktik
pembelajaran di
Indonesia. Sekalipun sebagian pakar pendidikan menentang pendekatan ini karena
dinilai lebih bersifat admimistratif dan mereduksi pendidikan menjadi pengajaran,
tetapi dalam beberapa hal pendekatan ini juga memiliki kelebihan di antaranya
proses belajar dan pembelajaran lebih mudah dirancang dan dievaluasi.
1. Belajar dan Perubahan Tingkah
Laku
Salah satu
definisi modern tentang belajar menyatakan bahwa belajar adalah
"Pengalaman terencana yang membawa perubahan tingkah laku" (Gintings,
2005). Senada dengan ini, maka pembelajaran berarti juga memotivasi dan
menyediakan fasilitas agar terjadi proses belajar pada diri si pelajar.
Dari pengertian ini pula maka berarti guru
bertanggung jawab dalam :
a.
Mengidentifikasi perubahan tingkah
laku yang di inginkan
b.
Menyusun sumber-sumber belajar
termasuk isi dan media instruksi untuk menyedikan suatu pengalaman dari mana
siswa akan memperoleh kesempatan untuk mengubah tingkah lakunya.
c.
Menyelenggarakan sesi pembelajaran
(kegiatan belajar pembelajaran).
d.
Mengevaluasi apakah perubahan
tingkah laku telah tercapai, dan bila sudah menilai kualitas dan kuantitas
perubahan tersebut.
Dari uraian ini ada dua dimensi pembelajaran
yang harus benar-benar dipahami dan dihayati oleh seorang guru yakni :
a. Guru harus menetapkan perubahan tingkah laku yang harus dicapai siswa
dan merencanakan pengalaman yang akan dilalui oleh siswa untuk mencapai
perubahan tersebut.
b. Pada kenyataannya, siswa harus menjadikan perubahan tingkah laku
tersebut menjadi keinginannya sendiri sebelurn mereka siap untuk belajar.
Dengan singkat dapat pula dinyatakan bahwa
proses pembelajaran akan berlangsung pada setiap kali guru menetapkan bahwa
tingkah laku siswa perlu mengalami perubahan dan siswa tersebut berusaha
mencapai perubahan itu. Ini berarti bahwa guru dapat menyediakan prasarana dan
sarana formal, tetapi siswa harus memiliki motivasi dan keinginan untuk
belajar.
2. Ranah Tingkah Laku Menurut Bloom
Bloom berpendapat, tingkah laku dapat
dibedakan atas tiga ranah (domain)
pengetahuan (cognitive), keterampilan
(psychomotoric), dan sikap (affective).
Jika pendapat Bloom ini kita terapkan dalam
menerapkan tujuan proses belajar pembelajaran, maka ada tiga "Domain" tingkah laku yang secara
terpisah atau panduannya yang harus diidentifikasi, dicapai, dan dievaluasi
dalam kegiatan belajar pembelajaran.
Tingkah Laku Awal
![]()
- Keterampilan
- Sikap
|
Tingkah Laku
Akhir
- Pengetahuan +
- Keterampilan +
- Sikap +
|
|
Gambar
1.1 Kegiatan Belajar Pembelajaran dan Perubahan Tingkah
Laku
3. Taksonomi Tinakah Laku
Di samping membedakan tingkah laku atas tiga
ranah seperti dijelaskan di atas, Bloom juga membedakan tingkah laku atas
tingkatan atau taksonomi. Tingkatan ini dapat dijadikan pedornan bagi guru
dalarn menetapkan tujuan instruksional yang akan dicapai melalui kegiatan
belajar pembelajaran yang direncanakan. Dengan kata lain, guru dapat menetapkan
pada tingkah mana perubahan tingkah laku dalam ranah pengetahuan dan
keteramplian diharapkan dapat dicapai siswa melalul pengalaman belajar yang
direncanakan. Tabel. 1.1 berikut im memperlihatkan peta tingkatan dari tingkah
laku untuk ranah pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Tabel 1.1
Taxonomi Tingkah Laku
Cognitive (Thinking)
|
Psychomotor (Doing)
|
Affective (Feeling)
|
1. Knowledge
|
1.
Perception
|
1. Receiving (attending)
|
2. Comprehension
|
2.
Guided
|
2.
Responding
|
3. Application response
|
3.
Guided Mechanism
|
3.
Valueing
|
4. Analysis
|
4.
Complex over response
by
value or value
complex
|
4.
Organisation of Values
|
5. Synthesis
|
5.
Orginating
|
5.
Characterisation
|
6. Evaluation
|
Perlu diingat, bahwa tingkatan tingkah laku
tertentu baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikap merupakan akumulasi
tingkatan fingkah laku pada jenjang di bawahnya.
Dengan demikian dapat dinvatakan bahwa :
a.
Seseorang yang telah mencapai tingkah
laku tertentu dapat dipastikan menguasai tingkatan sebelumnya.
b.
Untuk menguasai tingkatan tingkah
laku tertentu tidak dapat dilakukan dengan melompat jenjang yang ada di
bawahnya.
4. Mengidentifikasi dan Proses
Pengubaban Tingkah Laku
Mengidentifikasi
perubahan tingkah laku yang harus dicapai dapat dimulai dengan melakukan Training Need Analysis atau Analisis
Kebutuhan Pelatihan. Gambar. 1.2 memperlihatkan diagram alur (fow chart)
proses mengidentifikasi tingkah laku vang akan diubah dikuti dengan proses
perancangan, penyelenggaraan, dan evaluasi kegiatan belajar dan pembelajaran.
Tingkah Laku yang Diharapkan
|
Evaluasi dan Umpan Bak
|
|||||||
![]() |
![]() |
|||||||
Analisis Kebutuhan
Belajar dan Pembelajaran |
Hasil Belajar
|
|||||||
![]() |
||||||||
Gap/Perbedaan
|
![]() |
- Isi
-
Strategi
-
Sumberdaya
-
Manajemen
-
Lingkungan
|
![]() |
Proses Belajar dan
Pembelaiaran |
||||
![]() |
||||||||
![]() |
||||||||
Tingkah Laku
Saat ini |
Rencana Penyelenggaraan Pembelajaran :
|
|||||||
-
Isi
-
Metode
-
Alat
Bantu
-
Evaliasi
|
||||||||
Gambar 1.2 Identifikasi tingkah
laku yang akan diubah
C. TUJUAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu
ada tiga jenis, yaitu
a. Untuk mendapatkan pengetahuan
b. Penanaman konsep dan keterampilan
c. Pembentukan sikap
Jadi pada intinva, tujuan belajar itu adalah
ingin mendapatkan pengetahuan, keterampian dan penanaman sikap mental/nilal-nial.
Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan, hasil belajar. Relevan
dengan uraian mengenal tujuan belajar tersebut, hasil belajar itu meliputi :
a. Hal
ihwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta (kognitif);
b.
Hal ihwal personal, kepribadian atau sikap (afektif);
c. Hal
ihwal kelakuan, keterampilan atau penamplian (psikomotonik).
Ketiga hasil belajar di atas dalam pengajaran merupakan
tiga hal yang secara perencanaan dan programatik terpisah, namun dalam
kenyataannya pada diri siswa akan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
Ketiganya itu dalam kegiatan belajar mengajar, masing-masing direncanakan
sesuai dengan butir-butir bahan pelajaran (content).
Karena semua itu bermuara kepada anak didik, maka setelah terjadi proses internalisasi,
terbentuklah suatu kepribadian yang utuh. Dan untuk itu semua, diperlukan
sistem lingkungan yang mendukung.
BAB II
KARAKTERISTIK BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
KARAKTERISTIK BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. KOMPLEKSITAS BELAJAR & PEMBELAJARAN
Belajar dan pembelajaran adalah proses yang
kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Untuk memahami dan meningkatkan
cara pembelajaran guru harus; memahami faktor-faktor tersebut yang diantaranya
adalah:
1. Pengaruh Budaya
Setiap budaya memiliki suatu bentuk tertentu
dart proses pendidikannya baik formal maupun yang informal. Bagaimanapun salah
satu tujuan utama pendidikan adalah melestarikan budaya.
Proses pelestarian budaya ini dapat dilihat
disemua kelompok masyarakat. Masyarakat kesukuan (Tribal) menjaga agar budaya dan tradisi dilestarikan melalui
berbagai bentuk pendidikan seperti upacara adat, lagu, tarian, seni dan melalui
pendidikan informal khusus oleh para orang tua dan sesepuh. Sementara itu
masyarakat barat aktif dalam proses pelestarian budaya melalui sekolah formal,
instruksi informal, dan melalui bentuk lain seperti norma sosial, dan media lainnya.
2. Pengaruh Sejarah
Pendidikan adalah hasil dari suatu
perkembangan sejarah. Perkembangan ini biasanya berasal dari suatu "setting:" budaya sehingga
mengandung bias budaya (metode pembelajaran misalnya) dan berkaitan erat dengan
reproduksi budaya. Sejarah pendidikan Indonesia juga dipengaruhi oleh sejarah
panjang kehidupan bangsa Indonesia itu sendiri. Ketika zaman kerajaan Hindu dan
Budha, inti pendidikan yang diberikan kepada masyarakat adalah pendidikan
tentang ajaran kedua agama tersebut yang tentu saja disertai dengan literasi
alau baca tulls. Kemudian, hubungan dagang dengan bangsa yang beragama Islam di
antaranya bangsa Gujarat telah menhadirkan agama Islam di nusantara bersama
aspek-aspek pendidikannya. Istilah mandala yang merupakan padepokan belajar
yang digunakan oleh agama Hindu dan Budha, kemudian diadopsi oleh para wali
dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam dengan nama pesantren.
Kedatangan bangsa Belanda yang diikuti dengan
kolonisasi serta "Politik Balas Budi" telah menjadi tonggak awal
diterapkannya secara terbuka pendidikan formal model Barat di Indonesia
sekalipun dalam skala terbatas dan diskniminatif. Tentu saja,
kolonialisme Barat int
telah menanamkan gaya belajar dan pernbelajaran tertentu pula dalam sistem
pendidikan nasional di Indonesia penerapan teori-teori belajar dan pembelajaran
dari dunia Barat seperti paham Stimulus-Response, Teori Gestalt, dan lain
sebagainya. Penjajahan Jepang dalam penerapan disiplin gaya militerisme.
Upacara bendara dan penggunaan seragam di sekolah adalah salah satu contoh pengaruh
pendidikan aspek sikap model Jepang.
Banyak lagi perjalanan sejarah bangsa
Indonesia yang semua baik langsung maupun tidak langsung berkontribusi kepada
pendekatan belajar dan pembelajaran di negeri ini. Adanya perjalanan sejarah
yang agak berbeda antar daerah di Indonesia juga mempengaruhi cara dan sikap,
belajar dari satu daerah ke daerah lainnya di nusantara.
3. Hambatan Prakfis
Manusia hidup di dunia yang kurang ideal dan
dalam banyak hal manusia dapat berbuat justru akibat dari kekurangidealan
tersebut. Terdapat banyak hambatan praktis yang ditemui dalam proses belajar
pembelajaran. Guru dibatasi o1eh waktu, sumber dan fasilitas. Guru juga
dibatasi oleh undang-undang dan aturan yang harus di indahkan. Tidak jarang
guru dibatasi idealismenya dalam belajar dan pembelajaran oleh kekakuan
birokrasi dan manajemen.
4. Karakteristik Guru sebagai Guru
Banyak hal yang mempengaruhi guru sehingga
merniliki kepribadian tertentu yang unik. Lingkup budaya di mana guru
berkembang, masyarakat di mana guru hidup, pengaruh keluarga, pengaruh agama
yang dianut, pengalaman akademis, pengalaman kerja, serta genetika atau
pengaruh bawaan yang membentuk cara berpikir guru, semua akan membentuk gaya
dan cara guru dalam pembelajaran. Setiap guru memiliki kepribadian walaupun
dalam beberapa hat membantu dalam menyelenggarakan pembelajaran walaupun dalam
beberapa aspek mungkin pertu dimodifikasi.
5. Karakteristik Siswa
Disadari atau tidak disadari, salah satu
kegiatan pra belajar dan pembelajaran adalah mengidentifikasi karakteristik
awal siswa. Karakteristik awal siswa meliputi berbagai aspek seperti : bahasa,
latar belajar akademis, usia dan tingkat kedewasaan, latar belakang budaya,
tingkat pengetahuan serta keterampilan yang mungkin rnerupakan syarat awal atau
"prerequisite" bagi
pelajaran yang akan disajikan. Oleh sebab itu, karakteristik individual siswa
dapat dan harus dildentifikasi. Begitu juga karakteristik umurn kelompok atau
kelas harus dipaharm oleh guru sebelum memulai
program belajar dan
pembelajaran.
6. Proses Belajar
Aspek ini berkaitan dengan proses kognitif
aktual yang harus dilalui o1eh siswa dalam rangka mencapai keberhasilan
belajar. Ini berlangsung melalui proses penyerapan gagasan dan keterampilan
baru metalui kegiatan belajar dan pembelajaran berupa pengingatan dalarn waktu
yang singkat (Short-Term Memory)
kemudian menyimpan informasi yang diterima agar kelak dapat diamakan kembali.
Bagaimanapun proses belajar adalah rumit atau
kompleks karena mencakup penggunaan panca Indera (lihat, dengar, cium, sentuh,
dan rasa) dan proses kognitif dari pengingatan, pemecahan masalah, dan reasoning. Oleh sebab itu, kondisi fisik
dan psikologis harus dipertimbangkan dalarn pengelolaan belajar dan
pembelajaran. Dan sudut pandang psikologis, tingkat kesuhtan materi belajar
ranah pengetahuan yang diberikan harus dirancang dengan mempertimbanakan
perkembangan intelektual siswa. Begitu juga dalam belajar dan pembelajaran
ranah psikomotorik atau keterampilan, pertumbuhan fisik siswa merupakan salah
satu rujukan dalam memilih kegiatan praktik yang akan diberikan dalam mata
pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.
B. FAKTOR UTAMA YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM
PEMBELAJARAN
Telah dipahami bagaimana kompleknya proses
belajar dan pernbelajaran karena menyangkut berbagai faktor baik yang berasal
dari diri guru, berasal dan diri siswa, serta yang berasal diri dari guru,
berasal dari diri siswa, serta yang berasal dan luar keduanya baik yang
bersifat makro atau prinsip maupun mikro atau operasional dan praktis. Oleh
sebab itu, sebelum guru menyelenggarakan kegiatan belajar dan pembelajaran, ada
empat pertanyaan mendasar yang harus diajukan kepada dan dijawab oleh guru
sendiri.
Keempat pertanyaan tersebut adalah
• Apa yang akan diajarkan ?
• Siapa yang akan belajar ?
• Bagaimana mereka belajar ?
Setelah guru memperoleh jawaban atas ketiga jawaban
atas ketiga pertanyaan tersebut selanjutnya berdasarkan jawaban itu jawablah
pertanyaan keempat yaitu :
• Baimana
saya harus menyelenggarakan pembelajaran ?
Jawaban yang
tepat atas pertanyaan terakhir ini akan membantu keberhasilan guru dalam
menyelenggarakan belajar dan pembelajaran karena sesuai dengan tujuan
yang temuat di
dalam kurikulum dan sesuai dengan aspek-aspek kepribadian siswa. Dengan demikian,
dapat diharapkan akan terjadi kesalahan belajar dan pembelajaran yang kondusif
bagi pencapaian tujuan belajar dan pembelajaran.
C. PRINSIP-PRINSIP DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Agar kegiatan belajar dan pembelajaran
berhasil mengantarkan siswa mencapai tujuan pelajaran, maka salah satu faktor
yang harus dipahami oleh guru adalah prinsip belajar. Berikut ini akan diketengahkan
rangkuman dari beberapa prinsip belajar tersebut.
1. Pembelajaran adalah memotivasi dan memberikan fasilitas kepada siswa
agar dapat belajar sendiri.
2. Pepatah Cina mengatakan, saya dengar saya lupa, saya lihat saya ingat,
dan saya lakukan saya paham.
3. Semakin banyak alat deria atau indera yang diaktifkan dalam kegiatan
belajar semaki banyak informasi yang terserap.
4. Belajar dalam banyak hal adalah suatu pengalaman. Oleh sebab itu,
keterilibatan siswa merupakan satu di antara faktor penting dalarn keberhasilan
belajar.
5. Materi akan lebih mudah dikuasai apabila siswa terlibat secaraa
emosional dalam kegiatan belajar pembelajaran. Siswa akan terlibat secara
emosional dalam kegiatan belajar pembelajaran jika pelajaran adalah bemakna
baginya.
6. Belajar dipengaruhi oleh motivasi dari dalam (intrinsik) dan darli luar
dirl (ekstrinsik) siswa.
7. Semua manusia termasuk siswa, ingin
dihargai dan dipuji. Penghargaan dan pujian merupakan motivasi instrinsik bagi
siswa.
8. Makna pelajaran bagi diri sendiri
merupakan motivasi dalam yang kuat sedangkan faktor kejutan (faktor
"Aha") merupakan motivasi luar yang efektif dalam belajar.
9. Belajar "Is enhanced by challenge and and inhibited by Threat".
10. Setiap otak adalah unik. Karena itu setiap siswa memiliki persamaan dan
perbedaan cara terbaik untuk memahami pelajaran.
11. Otak akan lebih mudah merekam input jika dalam keadaan santai atau
rileks dan'pada dalam keadaan tegang.
BAB III
UNSUR-UNSUR DINAMIS BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
UNSUR-UNSUR DINAMIS BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. DINAMIKA GURU DALAM PEMBELAJARAN
Guru dalam
pembelajaran berperan mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan
dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan-keterampilan kepada siswa.
Guru adalah
subjek pembelajar siswa untuk itu guru berhubungan langsung dengan siswa. Guru
memiliki peranan penting dalam acara pembelajaran.
Peranan guru
tersebut dirumuskan Dimyati, (2006 : 37) antara lain :
a). Membuat
desain pembelajaran secara tertulis, lengkap dan menyeluruh
b). Meningkatkan
diri untuk menjadi seorang yang berkepribadian utuh
c). Bertindak sebagai guru yang mendidik
d). Meningkatkan
profesionalitas keguruan
e). Melakukan pembelajaran
sesuai dengan berbagai model pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi
siswa, bahan belajar, dan kondisi sekolah seternpat. Penyesuaian tersebut
dilakukan untuk peningkatan mutu belajar.
f). Dalam berhadapan dengan siswa, guru berperan sebagal fasilitas
belajar, pembimbing belaiar dan pemberi balikan belajar.
Sementara secara
lebih lengkap tugas guru dalam proses belajar mengajar menurut Usman, (2008 :
9), adalah sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan,
ekspeditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor.
Menurut Mulyasa,
(2008 : 37) dapat diidentifikasi sedikitnva ada 19 peranan guru berdasarkan
kajian Pillias dan Young (1988), Manan (1990), serta Yelon dan Weinstein (1997)
yaitu guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat,
pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong
kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pernindah kemah, pembawa
cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.
Jadi guru sebagai
subjek pembelajar memiliki peranan atau tugas yang banyak- dan memerlukan
keahlian khusus serta berperan penting dalam menentukan gerak maju kehidupan di
bidang pendidikan maupun di masyarakat.
B. DINAMIKA SISWA DALAM BELAJAR
Siswa yang belajar
berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik terhadap lingkungannya.
Ada beberapa ahli yang mempelajari' ranah-ranah tersebut dengan hasil
penggolongan kemampuan-kemampuan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
secara hierarkis. Salah satu hasil penggolongan tentang kategon perilaku hasil
belajar adalah taksonomi Bloom, yang dikemukakan oleh Berlyamin Bloom dan kawan-kawan.
Kebaikan taksonomi Bloom terletak pada rincinya jenis perilaku yang terkait
dengan kernampuan internal dan kata-kata kerja operasional. Jenis perilaku
tersebut dipandang bersifat hierarkis.
Secara ringkas
menurut Budiningsih, (2005 : 75-76) ketiga ranah taksonomi Bloom tersebut
adalah sebagal berikut :
Ranah kognitif
Bloom terdin' dari enam jenis perilaku, yaltu
1. Pengetahuan, mencapai kernampuan ingatan
tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah,
teori, prinsip atau metode.
2. Pemahaman, mencakup kernampuan menangkap arti dan makna tentang hal
yang dipelajari.
3. Penerapan/aplikasi, mencakup kernarnpuan menerapkan rnetode dan kaidah
untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya menggunakan prinsip.
4. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi
masalah menjadi bagian yang telah kecil.
5. Sintesis, mencakup kernampuan rnembentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program
kerja.
6. Envaluasi, mencakup kemampuan meniai
berdasarkan norma.
Ranah
afektif Bloom terdirl darl lima perilaku-perilaku sebagai berikut:
1.
Penerirnaan/pengenalan,
mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal
tersebut. Misalnya kemampuan mengakui adanya perbedaanperbedaan.
2.
Partisipasi/merespon,
mencakup kerelaan, kesediaan mernperhatikan dan berpartisipasi dalarn suatu kegiatan.
Misalnya mematuhi aturan dan berpartisipasi dalarn suatu kegiatan.
3.
Penilaian/penghargaan
dan penentuan sikap, mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui dan
menentukan sikap. Misalnya menerima suatu pendapat orang lain.
4.
Perigorganisasian,
rnencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup.
Misalnya menempatkan nilai dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman
bertindak secara bertanggungjawab.
5.
Pembentukan
pola hidup/pengamalan, mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya
menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya kernampuan mempertimbangankan
dan menunjukkan tindakan yang berdisiplin.
Ranah psikornotor Bloom terdirl darl tujuh perilaku, yaitu :
1.
Persepsi,
mencakup kemampuan memilah-milah (mendiskriminasikan) hal-hal secara khas dan
menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. Misalnya memilah warna, angka dan
huruf.
2.
Kesiapan,
mencakup kemampuan penempatan diri dalarn keadaan di mana akan terjadi suatu
gerakan atau rangkalan gerakan. Kemampuan ini mencakupi jasmani dan rohani.
3.
Gerakan
terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau gerakan peniruan.
4.
Gerakan
yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.
5.
Gerakan
kompleks, mencakup kemampuan mclakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri
dari banyak tahap, secara lancar, efisien dan tepat.
6.
Penyesualan
pola gerakan, mencakup kernampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola
gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku
7.
Kreativitas,
mencakup kernampan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa
sendiri.
Siswa yang
belajar berarti memperbaiki kemampuan-kemampuan kognitif, afektif maupun
psikomotorik. Dengan meningktnya kernampuan-kemampuan tersebut maka keinginan,
kemauan atau perhatian pada lingkungan sekitarnya makin bertambah.
BAB IV
TEORI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
A. TEORI BELAJAR DESKRIPTIF DAN TEORI PRESPEKTIF
Teori deskriptif dan teori preskriptif
dikemukakan oleh Bruner. Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah
presktiptif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan
utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal dan
deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah mejeIaskan proses belajar.
Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang
menentukan hasil belajar atau bagaimana seseorang belajar. Teori Pernbelajaran
menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi
hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasi dalam
teori belajar agar dapat memudahkan belajar (Budiningsih, 2005 : 11).
Teori pembelajaran yang deskriptif menempatkan
variabel koridisi dan metode pembelajaran sebagai given dan memerikan basil pernbelajaran sebagai variabel yang
diamati. Atau, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil
pembelajaran sebagai variabel terikat. Sedangkan teori Pembelajaran yang prespektif,
kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given clan metode yang optimal ditempatkan sebagai variabel yang
diamati.
Teori prespektif adalah goal oriented (untuk
mencapai tujuan), sedangkan teori
deskriptif adalah goal free (untuk
memerikan hasil). Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori
pembelajaran yang prespektif adalah metode yang optimal, untuk mencapai tujuan,
sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variabel yang
diamati adalah hasil sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.
B. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
1. Pengertian Belajar Menurut Pnadangan Teori Behavioristik
Teori behavioristik mengatakan bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus clan respon. Seseorang dianggap telah belajar jika iya telah mampu
menunjukkan perubahan tingkah laku (Budiningsih, 2005 : 3)
Pandangan behavioristik mengatakan pentingnya
masukan (input) yang berupa stimulus dan keluaran (output) yang berupa respons. Apa yang terjadi di antara stimulus
dan respons dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan
diukur, tetapi yang bisa diarnati dan diukur hanyalah stimulus clan respons.
Penguatan (reinforcement)
adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respons akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respons akan tetap menguat. Tokoh-tokoh aliran
behavioristik di antaranya adalah Thorridike, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran bahwa
kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas mimetik yang menuntut stswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran
mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pernbelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil dan evaluasi menuntut jawaban benar. Jawaban yang benar
rnenunjukkan bahwa siswa telah menyelesalkan tugas belajanya.
2. Teori
Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saia yang dapat
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut rnaka menurut
Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat
berwujud konkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak
dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, namun
ia tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku-tingkah laku
yang tidak dapat diarnati. Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran
dan inspirasi kepada tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini
disebut juga sebagai aliran Koneksionisme (Coymechonism).
3. Teori Belajar Menurut Watson
Watson adalah seorang tokoh aliran
behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus clan respon yang dimaksud
harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati (observabeo) dan dapat diukur. Dengan
kata lain, walaupun ia mengakui adanya
perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal
tersebut sebagai faktor yang tidak perlu diperhitungkan. la tetap mengakui
bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu
tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak
dapat diarnati.
Watson adalah seorang behavioris mumi, karena
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika
atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu
sejauh dapat diamati dan dapat diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah
maka akan dapat diramalkan per-ubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah
seseorang melakukan tindak belajar. Para tokoh aliran behavioristik cenderung
untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat
diamati, seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar,
walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.
4. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan
antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun
ia sangat terpengaruh o1eh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin.
Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, sernua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull
mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus dalarn belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,
walaupun respon yang akan muncul munakin dapat bermacam-macam bentuknya. Dalarn
kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan
praktis, terutama Skinner mempekenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering dipergunakan
dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
5. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Demikian juga dengan Edwin Guthrie, ia juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya
proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus todak harus berhubungan
dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana dijelaskan oleh Clark Hull.
Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya
bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering, mungkin cliberikan stimulus
agar hubungan antara
stimulus clan respon berstfat lebih tetap. la juga mengemukakan, agar respon
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bukan menetap, maka diperlukan
berbagai macam stimulus yang berhubungan
dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) mernegang peranan penting
dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan
dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcemont) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi
dipentingkan dalam belajar.
6. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang
belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh
sebelumnya. la mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat
menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih konfrehensif. Menurut
Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya
bahwa respon yang diberikan oleh seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu.
Sebab, pada dasamya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan
saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan
mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon
yang dimunculkan ini pun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengar-uhi atau
menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah
laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara
stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin
dimunculkan dari berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagal akibat
dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan mengunakan
perubahann-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian dan seterusnya.
Pandangan teori behavioristik ini cukup lama dianut
oleh para guru dan pendidik. Namun dan semua pendukung teori ini, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
pembelajaran berprogram, modul dan
program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan
faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan oleh Skinner.
C. TEORI BELAJAR KOGNITIF
Pengertian belajar menurut teori kognitif
(Budiningsih, 2005 : 51) adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini
adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah
tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan
berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Para pakar toeri kognitif antara lain Piagget,
Bruner dan Ausubel. Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola
tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses
asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Sedangkan Bruner mengatakan bahwa belajar
terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan atau informasi dan
bukan ditentukan oleh umur. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif,
ikonik dan simbolik. Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar
terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah
dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar akan terjadi melalui
tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan
menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Dari kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa
secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar
perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki
siswa. Materi pelajaran yang disusun dengan menggunakan pola atau logika
tertentu, dari sederhana ke kompleks. Perbecahan individual pada diri siswa
perlu diperhankan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar
siswa.
D. TEORI KONSTRUKTIVISTIK
Gagasan pokok konstruktivistik dimulai oleh
Giambatissta Vico, seorang epistemology
dari Italia. Tahun 1710, Vico telah mengungkapkan "Tuhan adalah pencipta
alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya". Dia menjelaskan
bahwa Tuhan yang tahu tentang seluk beluk alam semesta, karena Dia yang
membuatnya dan dari apa la buat. Sementang itu manusia mengetahui sesuatu yang
telah dikonstruksinva.
Vico menyebutkan bahwa pengetahuan selalu menunjukkan kepada struktur konsep
yang dibentuk dan pengetahuan tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu (Yamin,
2008 : 7).
Pandangan konstruktivisme beranggapan bahwa
pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek,
fenomena pengalaman dan lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat
Poedjiadi (2005 : 70) bahwa "konstruktivistik bertitik tolak darl
pembentukan pengetahuan dan rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah
pengetahuan yang dirniliki seseorang yang telah dibangun atau dikonstruk
sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya".
Konstruktivisme dalarn bidang pendidikan
dikembangkan oleh Jean Piaget dari Swiss dan Vygotsky dari Rusla (Trianto, 2007
: 13).
Konstruktivisme yang dikembangkan oleh Jean
Piaget dalam bidang pendidikan dikenal dengan nama konstruktivisme kognitif
atau personal construstivism.
Konstruktivisme personal lni dikembangkan
melalui eksperimen yang, dilakukan untuk mengetahui perkembangan pengetahuan
anak, dengan jalan melakukan wawancara dan mengobservasi kegiatan serta tingkah
laku anak. Jean Piaget menekankan bahwa seseorang rnembangun pengetahuarmya
melalui berbagai jalur, misalnya membaca, menelusuri, melakukan eksperimen terhadap
lingkungannya dan lain-lain. Adanya rekonstruksi dalam pengetahuan seseorang
juga iya yakin, karena di samping berinteraksi dengan lingkungan, kesiapan
mental anak dan perkembangan kognitif ikut berperan dalam mengkonstruksi ataupun
merekonstruksi pengetahuan. Sementara konstruktivisme yang dikembangkan oleh
Vygotsky adalah konstruktivisme sosial karena menitikberatkan pada interaksi
antara individu dengan lingkungan sosialnya. Melalui interaksi antara individu
dengan lingkungan misalnya melalui diskusi belajar kelompok dapat terjadi
rekonstruksi pengetahuan seseorang. Perubahan konsepsi anak dari prakonsepsi,
yaltu konsepsi yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari, teman atau orang
tua, juga dapat direkonstruksi setelah ia menjalani proses belajar melalui guru
pada pendidikan formal (Poedjiadi, 2005:71-72).
Konstruktivisme kognitif maupun
konstruktivisme sosial dapat diterapkan dalam bidang pendidikan namun fokus
perhatiannya berbeda. Konstruktivisme kognitif menitik beratkan pada individu yang
melakukan kegiatan, sedangkan konstruktivisme sosial menitik beratkan pada
interaksi antar individu.
Teori konstruktivislik memandang bahwa setiap
individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya
dengan jalan berinteraksi secara terus menerus dengan lingkungannya. Kegiatan
belajar lebih dipandang darl segi prosesnya darl pada segi perolehan
pengetahuan dan fakta-fakta yang terlepas-lepas. Pemberian makna terhadap objek
dan pengalaman oleh individu dilakukan rnelalui interaksi dalam jaringan sosial
yang unik. yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Oleh
karena ituu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa
dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan
lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang
dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti ijazah dan sebagainya.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa
sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.
Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan
baru. Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menvusun konsep dan
memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Siswa diberi kebebasan
untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang segala sesuatu yang
dihadapinya. Siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan
masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif dan mampu mempertanggun jawabkan
pemikirannya secara rasional. Guru atau pendidik berperan membantu agar proses
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa be jalan lancar. Guru tidak mentransfer
pengetahuan yang telah dimillikinya, melainkan mernbantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau
cara pandang siswa dalam belajar. Bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya untuk membantu
pembentukan pengetahuan siswa. Evaluasi konstruktivistik menggunakan goal-free
evaluation yaitu suatu konstruksi
untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Bentuk-bentuk evaluasi
konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi
pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi seperti
tingkat penemuan pada taksonomi Merril, atau strategi kognitif dari Gagne,
serta sintesis pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman siswa dan
mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif
(Budiningsih, 2004 : 59).
Strategi kognitif menurut Gagne adalah suatu
macam keteramplian intelektual khusus (berpikir, memecahkan masalah dan mengambil
keputusan) yang mempunyai kepentingan tertentu baik belajar dan berpikir. Dalam
teoni belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol,
yaitu suatu proses internal yang cligunakan siswa (orang yang belajar) unluk
mernilih dan mengubah cara-cara membenikan perhatian, belajar, mengingat, dan
berpikir (Dahar, 1989 : 1338-139).
Sementara menurut Bloom, berpikir merupakan
tujuan belajar setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar
dirumuskan dalam tiga kawasan atau ranah yang lebih dikenal dengan Taksonorni
Bloom, salah satunya ranah kognitif yang terdiri dan enarn tingkatan, yaitu (1)
pengetahuan; (2) pemahaman; (3) aplikasi; (4) analisis; (5) sintesis; dan (6)
evaluasi (Gulo, 2002 : 571).
Menurut Yamin, (2008 : 54), ciri-ciri pembelajaran
konstruktivistik adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalarnan atau pengetahuan yang
telah ada sebelumnya.
2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia
3. Belajar merupakan proses yang aktif di mana makna dikembangkan berdasarkan
pengalaman.
4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoslasi) makna melalui
berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau
bekerjasama dengan orang lain.
5. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan tugas
bukan merupakan kegiatan yang terpisah.
Sementara menurut Siroj
(http://www.depdiknas.go-id/Jurnal/43rusdy-a-siroj.htm), ciri-ciri pembelajaran
pendekatan konstruktivistik adalah
1.
Menyediakan pengalaman belajar
dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa
sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
2.
Menyediakan berbagai alternatif
pengalaman belajar, tidak sernua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu
masalah dapat diselesalkan dengan berbagai cara.
3.
Mengitegrasikan pembelajaran
dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konknit,
misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.
4.
Mengentegrasikan pembelajaran sehingga
mernungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan
kerjasama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya
interaksi dan kerjasama antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa.
5.
Memanfaatkan berbagai media
termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pernbelajaran menjadi lebih
efeklif
6.
Melibatkan siswa secara emosional
dan sosial sehingga menjadi menarik dan siswa mau belajar.
Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivistik telah melahirkan berbagai macam model pembelajaran, dan dari
berbagai macam model pembelaiaran tersebut terdapat pandangan yang sama, bahwa
dalam proses belajar siswa adalah pelaku aktif kegiatan belajar dengan
membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
dirnilikinya.
E. TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Menurut teori hurnanistik, tujuan belajar
adalah untuk memanusiakan manusia (Gintings, 2008 : 28). Proses belajar
dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannva dan dirinya sendiri
atau siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori
humanistik cenderung bersifat eklektik yaitu teori yang dapat memanfaatkan
teori apa saja asal tujuannya tercapai,
Beberapa tokoh penganut aliran hurnanistik
diantaranya adalah:
1. Kolb, dengan korisepnya tentang empat tahap dalarn belajar yaitu : pengalaman
konkret, pcngalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi dan eksperimentasi
aktif
2. Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi 4 yaitu aktifis, reflektor,
teori dan fragmatis.
3. Hubermas, membedakan 3 macam atau tipe belajar yaitu : belajar teknis,
belajar praktis, dan belajar emansipatoris.
4. Bloorn dan Krathwohl dengan 3 kawasan tujuan belajar yaitu kognitif,
afektif dan psikornotor.
5. Ausubel, walaupun termasuk juga dalam aliran kognitifisme, terkenal
dengan konsepnya belajar bermakna (meaningful
learning).
Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan
pembeiajaran cenderung mendorong siswa untuk berpikir induktif. Teori ini amat
memetingkan faktor pengalaman dan keterlibatan
F. TEORI BELAJAR SIBERNETIK
Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan
informasi (Budiningsih, 2005 :81). Teori lebih mementingkan sistem informasi
dan pesan atau materi yang dipelajari.
Bagaimana proses
belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh sistem informasi dari pesan
tersebut. Oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi tidak ada satu jenispun
cara belajar untuk segala situasi sebab cara belajar sangat ditentukan oleh
sistem informasi.
Proses pengolahan informasi dalam ingatan
dimulai dan proses penyadian informasi (encoding),
diikuti dengan penyimpanan informasi (storage)
dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah
disimpan dalam ingatan (retrieval).
Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses
penelusuran bergerak secara hirarkhis darl informasi yang paling umum dan
inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci sampa informasi yang diinginkan
diperoleh.
Teori ini dikembangkan oleh antara lain Gage
dan Berliner, Blehler dan Snowman, Hame serta Tennyson.
G. TEORI BELAJAR REVOLUSI-SOSIOKULTURAL
Timbulnya keprihatinan terhadap perubahan
kehidupan masyarakat dewasa ini dengan maraknya berbagai problem sosial seperti
ancaman disintegrasi yang disebabkan ole fantisme dan primordialisme, dan
lunturnya nilai-nilai kekeluargaan, serta merebaknya kejahatan yang disebabkan
oleh lemahnya modal sosial (social capital) mendorong mereka yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk mengkaji ulang paradigma
pendidikan dan pembelajaran yang menjadi acuan selama ini. Tentu saja
pendidikan bukan satu-satunya lembaga yang harus bertanggung jawab untuk
mengatasi semua masalah tersebut. Namun pendidikan mempunvai kontribusi besar
dalam upaya mengatasi berbagai persoalan sosial.
Aliran behavioristik yang banyak di gunakan
dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran selarna ini kurang dapat menjawab
masalah-masalah sosial. Pendekatan ini banyak dianut dalarn praktek-praktek pendidikan
dan pembelajaran mulai darl pendidikan tingkat yang paling dini hingga
pendidikan tinggi, namun teryata tidak mampu menjawab masalah-masalah dan
tuntutan kehidupan global. Hasil pendidikan tidak mampu menumbuh kembangkan
anak-anak untuk lebih menghargai perbedaan dalarn konteks sosial budaya yang
beragam. Mereka kurang mampu berpikir kreatif, kritis, dan produktif, tidak mampu
mengambil keputusan, mernecacah masalah, dan berkolaborasi serta pengelolaan
diri.
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran
yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang ke dalam aliran
konstruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati
ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan irnplikasi kontraproduktif
dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih mencerninkan ideologi individualisme
dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya Barat. Pendekatan
int kurang sesuai dengan tuntutan revolusi-sosiokultural yang berkembang akhir
ini.
Pandangan yang dianggap mampu mengakomodasikan
tuntutan sociocultural-revolution adalah teori belajar yang
dikembangkan oleh Vygotsky Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental
seseorang terutama berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, bukan
sekedar dari individu itu sendiri (Trianto, 2007 : 27).
Konsep-konsep penting dalam teori Vygotsky ini
adalah genetic low of development, zona of proximal development dan mediasi,
mampu mernbuktikan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar
sosial-budaya dan sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif
seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat
primer sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.
Kegiatan pembelajaran menurut teori ini
menginginkan anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan
proximainva atau potensinva melalul belajar dan berkembang. Guru perlu
menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan yang dapat mernfasilitasi anak
agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan dapat dalam
bentuk contoh, pedoman, bimbingan orang, lain atau teman yang lebih kompeten.
Bentuk--bentuk- pembelajaran kooperatif-kolaboratif serta belajar kontekstual
sangat tepat digunakan. Sedangkan anak yang telah mampu belajar sendiri perlu
ditingkatkan tuntutannya sehingga tidak perlu menunggu anak yang berada di
bawahnya.
H. TEORI BELAJAR KECERDASAN GANDA
Kecerdasan ganda yang dikemukakan oleh Gardner
dan dikembangkan tokoh-tokoh lain, terdiri dari kecerdasan verbal/bahasa,
kecerdasan logika/matematik, kecerdasan visual/ruang, kecerdasan tubuh gerak
tubuh, kecerdasan musikal/ritmik, kecerdasan interpersonal, keeerdasan
intrapersonal, kecerdasan naturals, kecerdasan spiritual dan kecerdasan
eksistensial, perlu dilatihkan dalam rangka mengembangkan keterampilan hidup
(Budiningsth, 2005 : 122).
Semua kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yang
utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya berbeda-beda pada rnasing-masing
orang dan pada masing-masing budaya, namun secara keseluruhan sernua kecerdasan
tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan
mengontrol keeerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah.
Strategi pembelajaran kecerdasan ganda
bertujuan agar semua potensi anak dapat berkembang. Strategi dasar pembelajaranya
dimulai dengan (1) membangun/memicu ke-cerdaas-an, (2) Mernperkuat kecerdasan,
(3) mengajarkan
Dengan atau untuk kecerdasan dan (4)
mentransfer kecerdasan. Sedangkan kegiatan-kegiatannya dapat dilakukan dengan
cara menyediakan hal-hal karir, studi tour, blografi, pembelajaran terprogram,
eksperimen. majalah dinding, papan display, membaca buku-buku untuk
mengembangkan kecerdasan ganda (human
intelligence hunt).
BAB V
MOTIVASI DALAM BELAJAR
MOTIVASI DALAM BELAJAR
A. PENGERTIAN MOTIVASI
Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin
yaitu movere yang dalam bahasa
Inggris berarti to move adalah kata
kerja yang artinya menggerakkan. Motivasi itu sendiri dalam bahasa Inggris
adalah motivation yaitu sebuah kata
benda yang artinya penggerakkan. Oleh sebab 1tu, ada juga yang menyatakan bahwa
"motives drive at me" atau
motiflah yang menggerakkan saya. Tidak jarang juga dikatakan bahwa seorang siswa
gagal dalam mata pelajaran tertentu karena kurang motivasi.
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya 'feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen
penting, yaitu :
Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya
perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan
membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem "neorophysiological" yang ada pada organisme manusia. Karena
menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dan' dalam
diri manusia), penampakkannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
Motivasi ditandai dengan munculnya rase/feeling", afeksi seseorang. Dalam
hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi, dan emosi
yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.
Jadi motivasi dalam hal ini sebenamya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari
dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh
adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal
kebutuhan.
Secara psikologis ada yang mendefinisikan
motivasi mewakili proses-proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya,
diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke arah tujuan
tertentu (Mitchell, dalam Gintings, 2007 : 86)
B. MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN
Dalam pembelajaran motivasi adalah sesuatu
yang menggerakkan atau mendorong siswa untuk belalar atau menguasai materi pelajaran
yang sedang diikutinya. Tanpa motivasi, siswa tidak akan tertarik dan serius
dalarn mengikuti pembelajaran. Sebaliknya, dengan adanya motivasi yang tinggi.
siswa akan tertarik dan terlibat aktif bahkan berinislatif dalam proses
pembelajaran. Dengan motivasi yang tinggi siswa akan berupaya sekuat-kuatnya
dan dengan menempuh berbagai strategi . yang positif untak mencapai
keberhasilan dalam belajar.
Upaya siswa dalarn mencapai keberhasilan belajar
tersebut meliputi mendengarkan ceramah dengan serius, menjawab pertanyaan,
berpartisipasi aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh
guru. Bahkan tidak jarang siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan
memberikan masukan dalam bentuk gagasan atau usulan kepada guru atau kepada
kelas tentang berbagai kegiatan tarnbahan bahkan tugas tambahan untuk
memperluas dan memperdalarn lingkup materi pelajaran yang harus dipelajari. Motivasi
yang tinggi membuat siswa harus akan berbagai aspek yang terkait dengan topik
dan mata pelajaran yang dipelajarinya.
C. MOTIVASI DAN PRESTASI BELMAR SISWA
Prestasi belajar siswa adalah hasil dari
berbagai upaya dan daya yang tercermin darl partisipasi belajar yang dilakukan
siswa dalarn mempelajari materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Lemah dan
kuatnya partisipasi belajar yang dilakukan siswa dalarn belajar tergantung pada
seberapa kuat pula upaya dan daya yang dikerahkannya untuk berpartisipasi dalam
belaar. Sebaliknya, lemahnya motivasi akan melemahkan upaya dan dayanya untuk
belajar.
Berbagai pakar yang juga diperkuat oleh
ternuan berbagai penelitian menyimpulkan bahwa lerdapat hubungan atau korelasi
yang kuat antara kinerja dan prestasi. Hubungan ini juga berlaku dalam proses
belajar dan mengajar yaitu prestasi belajar siswa berhubungan dengan kinerja
belajarnya. Karena motivasi belajar berkolerasi dengan kinerja belajar
sedangkan kinerja belajar berkolerasi dengan prestasi belajar, maka prestasi
belajar secara tidak langsung berkorelasi pula dengan prestasi belajar siswa
sebagaimana dillustrasikan dalam gambar berikut ini.
Motivasi Belaiar
|
![]() |
Kineria atau
Partisipasi Belajar |
![]() |
Prestasi Belajar
|
Gambar 5.1. Motivasi dan Prestasi
Belajar
A.
SUMBER-SUMBER MOTIVASI BELAJAR SISWA
Pandangan lain tentang motivasi adalah
sebagaimana dikemukakan olch Gray dan kawan-kaxvan yaitu
”......montivasi
merupakan basih sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi
seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan
persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu".
Sejalan dengan pandangan Gray dan kawan-kawan,
dalam pembelajaran dikenal dua jenis motivasi dilihat dart sumber datangnya
motivasi tersebut yaltu
1. Motivasi Ekstrinsik
a. Pengertian
Motivast ekstinsik adalah motivasi untuk
belajar yang berasal dari luar diri siswa itu sendiri. Motivasi ekstrinsik ini
di antaranva ditimbulkan olch faktor-faktor yang muncul dari luar pribadi siswa
itu sendiri termasuk dari guru. Faktor-faktor tersebut bisa positif bisa
negatif.
Conloh dari motivasi ekstinsik yang negatif
adalah rasa takut siswa akan hukuman yang akan diberikan oleh guru mendorong
siswa untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Contoh motivasi ekstrinsik yang
positif adalah dorongan siswa untuk mengadakan pekerjaan rumah karena, ingin
mendapat pujian dari guru.
b. Sifat-sifat Motivasi Ekstrinsik
Dari kedua contoh tersebut maka dapat
disirnpulkan beberapa sifat-sifat motivasi ekstrinsik sebagai berikut :
1)
Karena munculnya bukan alas kesadaran
sendiri, maka motivasi ekstrinsik mudah hilang, atau tidak dapat bertahan lama.
2)
Motivasi ekstrinsik jika diberikan
terus menerus akan menimbulkan motivasi ekstrinsik dalam diri siswa.
2. Motivasi Instrinsik
a. Pengertian
Motivasi instrinsik adalah motivasi untuk
belajar yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri. Motivasi instrinsik ini
di antaranya, ditimbulkan oleh faktor-faktor yang muncul dari pribadi siswa itu
sendiri terutama kesadaran akan manfaat materi pelajaran bagi siswa itu sendiri.
Manfaat tersebut bisa berupa
1). Keterpakaian
kompetensi dalam bidang yang seclang dipelajari dalam pekerjaan
atau
kehidupannya kelak.
2). Keterpakaian pengetahuan yang, diperoleh dari pembelajaran dalam
memperluas wawasannya sehingga memberikan kemarnpuan dalam mempelajari materi
lain.
3). Diperolehnya rasa puas karena keberhasilan mengetahui
tentang sesuatu yang selama ini menjadi obsesi atau dambaannya.
4). Diperolehnva
kebanggaan karena adanya pengakuan oleh lingkungan sosial terhadap kompetensi
prestasinva daiam belajar.
b. Sifat-sifat Motivasi Intrinsik
Di antara sifat-sifat motivasi intrinsik yaitu
1)
Walaupun motivasi intrinsik sangat
diharapkan, namun justru tidak selalu timbul dalam diri siswa.
2)
Karena munculnya atas kesadaran
sendiri, maka motivasi intrinsik akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan
motivasi ekstrinsik.
c. Tanda-tanda Adanya Motivasi Intrinsik
Berikut ini ada beberapa tanda-tanda adanya
motivast intrinsik dalam diri siswa:
1)
Adanya bukti yang jelas tentang
keterlibatan, kreativitas, dan rasa menikmati pelaj-aran dalarn diri siswa
selama pembelajaran berlangsung.
2)
Adanya suasana hati (mood) yang
positif seperti keseriusan dan keceriaan.
3)
Munculnya pertanyaan dan
pengamatan dari siswa yang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata.
4)
Terdapat diskusi personal lanjutan
setelah selesainya jam pelajaran.
5)
Menyerahkan tugas atau kerja proyek
tanpa diingatkan oleh guru.
6)
Berusaha keras dan tidak cepat
menyerah dalarn mengatasi kesulitan belajar atau komunikasi serta penyelesaian
tugas.
7)
Menyusulkan atau mencitapkan tugas
yang relevan untuk dirinya sendiri
8)
Mengupayakan penguasaan materi
secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai strategi dan sumber belajar.
E. BEBERAPA TEORI
TENTANG MOTIVASI DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN
Berikut ini akan dikemukakan secara ringkas
beberapa teori tentang motivasi. Dengan memahami teori tersebut diharapkan guru
dapat menyadari betapa peliknya hakekat motivasi termasuk pemahaman tentang
perbedaan antara individu tentang bagaimana yang bersangkutan termotivasi. Oieh
karena itu. perlu ditekankan bahwa guru harus selalu berupaya menciptakan
berbagai kreasi dalam mernotivasi siswa baik secara klasikal maupun secara
individu.
1.
Teori Isi atau Content Theory
Teori menekankan perlunya memahami
faktor-faktor yang internal seseorang yang dapat mendorongnya untuk bekerja
lebih giat. Teori ini menggarisbawah bahwa kebutuhanlah yang rnemotivasi seseorang
untuk melakukan perbuatan tertentu. Hubungan antara motivasi dengan kebutuhan
dalam kerangka teori isi adalah sebagaimana terlihat dalam gambar
|
|
|



Gambar 5.2. Konsep Content Theory
Teen ini mendasari teori hirarki motivasi yang
dikemukakan o1eh Maslow, teori kebutuhan McClelland, dan teori dua faktor
Herzberg. Berikut ini adalah rangkuman dari ketiga teori tersebut ,
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow mengemukakan adanya lima hirarki
motivasi yang didasarkan o1eh perbedaan kebutuhan manusia sebagaimana dillhat
dalam Tabel 5.1.
Tabel
5.1
Hirarki Kebutuhan Menurut Abraham Maslow
Dan Aplikasinya dalam Pembelajaran
Dan Aplikasinya dalam Pembelajaran
Hirarld Kebutuhan
|
Faktor Motivasi dalarn,
Bekerja
|
Contoh Faktor Motivasi
dalam Belajar
|
||
1.
Self-actualization needs
(Kebutuhan untuk
merealisasi diri)
|
•
•
•
|
Pekerjaan yang menantang
kreativitas
Keterlibatan dalarn
pembuatan keputusan
Fleksibilitas dan otonomi
dalam pekerjaan
|
•
•
•
•
•
|
Tugas-tugas yang
menantang
Keterlibatan dalam OSIS
atau kegiatan lainnya
Menjadi juara kelas atau
pelajar teladan
Menjadi ketua atau
anggota delegasi sekolah
Kebebasan dalam memilih
'project work"
|
2. Self-esteem needs
(Kebutuhan untuk
mendapat
penghargaan
diri)
|
•
•
•
|
Tanggung Jawab dalam
pekeriaan penting
Promosi kejabatan yang
lebih tinggi
Penghargaan dari
atasan
|
•
•
•
•
|
Tanggung J awab dalam
kegiatan OSIS kegiatan
kelas
Menjadi ketua kelas atau
ketua kelompok
belajar
Pujian lisan atau tanda
penghargaan
Menjadi juara kelas atau
pela'ar teladan
|
3. Social needs
(Kebutuhan-kebutuhan
sosial)
|
•
•
•
|
Pertemanan dengan
sesama pekerja
Interaksi dengan pemangku
kepentingan
Hubungan dengan atasan
yang menyenangkan |
•
•
•
|
Pertemanan dengan sesama siswa dalam
kegiatan ekstrakurikuler maupun dalam pergaulan sehari-hari
Interaksi dan hubungan yang menyenangkan
dengan guru dan pengelola sekolah lainnya
Keterlibatan
dalam Pramuka dan lain sebagainya
|
d.
Safety needs
(Kebutuhan untuk keamanan atau rasa aman)
|
•
•
•
|
Kondisi
kerja yang aman
Pekerjaan
yang aman
Kompensasi
dan tunjangan
|
•
•
•
|
Kondisi kelas dan sekolah yang aman
termasuk bebas dari ancaman semornya
Jaminan adanya pembelajaran yang aman
misalnya dalam olahraga berenang dan prak-tek di sekolah kejuruan yang
dilengkapi dengan alat keselamatan kerja
Adanya pemberian nilai tambahan dalam mata
pelajaran untuk pekejaan tertentu atau jaminan kenaikan kelas atau kelulusan
|
5. Physiological needs (Kebutuhan
Fisiological)
|
•
•
•
•
|
Istirahat
dan penyegaran
Kenyamanan
fisik dalam bekerja
Jam kerja yang layak Kompensasi dan
tunjangan
|
•
•
•
•
|
Istirahat
dan penyegaran
Keamanan fisik dalam kondisi ruang belajar
seperti cahaya, ventilasi, AC, dan lain sebagainya
Jam belajar yang tepat
Kesempatan untuk memperoleh konsumsi/jajan
atau tersedianya kantin sekolah yang baik.
|
Ada empat hal yang perlu diingat terkait dengan
hierarki motivasi berdasarkan kebutuhan menurut teori Abraham Maslow:
1)
Peningkatan jenjang motivasi
terjadi secara berturut dan bertahap. Artinya, seseorang tidak bisa mencapai
motivasi kebutuhan sosial tanpa terlebih dahulu melalui tahapan motivasi
kebutuhan keamanan dan motivasi kebutuhan fisik.
2)
Tidak dimungkinkan beberapa
jenjang motivasi dapat dialami secara bersamaan dalam diri seseorang.
3)
Ketika seseorang telah sampai pada
jenjang motivasi tertentu, maka ia tidak lagi termotivasi dengan faktor-faktor
motivasi di jejang yang sebelumnya. Sebagai contoh, seseorang yang telah
mencapai tingkat motivasi untuk memperoleh penghargaan diri (self esteem) tidak akan lagi termotivasi
o1eh kebutuhan sosial, kebutuhan akan keamanan dan kebutuhan fisik.
4)
Jika kondisi tertentu tidak
terpenuhi, maka jenjang motivasi dapat menurun ke Jenjang lebih rendah.
b. Teori Kebutuhan McClelland
McClelland membedakan motivasi berdasarkan
tiga jents kebutuhan yang berbeda pula yaitu :
1). Motif untuk
berprestasi (Need for Achievment)
2). Motif utuk
berfiliasi atau berhubungan (Need for
Aid/Litton)
3). Motif untuk
berkuasa (Need for Power)
Karakteristik dan aplikasi ketiga jenis
kebutuhan yang mendorong timbulnya motivasi dari Teori McClelland dalam konteks
pembelajaran adalah termuat dalam Tabel 5.2.
Tabel 5.2.
Motivasl
Kebutuhan Mlenurut !McClelland
dan
Aplikasinya dalam Pernbelajaran
jenis
Motivasi
|
Faktor
Motivasi dalam
Bekerja
|
Contoh
Faktor Motivasi
dalarn
Belajar
|
|
1. Motif untuk
berprestasi (Need for
Achievement)
|
•
•
|
Pencapaian tujuan dengan
sebaik--baiknya
Menyukai tantangan
pekerjaan yang menuntut
keahlian dan kemampuan
memecahkan persoalan
yang tinggi
|
• Prestasi dalam
kenaikan
kelas atau kelulusan,
pelajar teladan, atau
olimplade sains dan lain
sebagainya.
• Menjadi
anggota tim
cerdas cermat, penulisan
karya i1miah remaja, dan
lain sebagainya.
|
(Need for Afiliation)
|
Suasana belajar dan hubungan erat dan akrab dengan sesama siswa, guru
dan pengelola sekolah lainnya.
|
·
Kerja kelompok
·
Menjadi anggota OSIS atau ekstra
kurikulerekstra lainnya.
·
Acara-acara atau kegiatan sosial
disekolah seperti camping, pramuka, kegiatan agama, dan lain sebagainya.
|
|
(Need for Power)
|
Memperoleh kesempatan mempengaruhi atau
memimpin orang lain
|
Menjadi
ketua kelas, menjadi ketua OSIS dan lain sebagainya.
|
Satu hal yang perlu juga dipahami berkenaan
dengan teori motivasi kebutuhan McClelland, adalah bahwa beberapa motivasi
dapat terjadi secara bersamaan dalam diri seseortang. Oleh sebab itu, semakin
banyak- faktor motivasi yang terpenuhi, semakin banyak jenis motivasi yang
muncul dalam diri seseorang. Hasilnya, semakin tinggi pula upaya belajar Siswa.
2. Teori Proses atau Process
Theory
Teori proses menekankan pada bagaimana dan
dengan tujuan apa seseorang dapat dimotivasi. Pada dasarnya ada dua kunci dari motivasi
dalam diri seseorang menurut teori proses, yaitu :
- Harapan (expectancy) untuk memperoleh sesuatu dari kekuatan (valence) jika mereka melakukan pekerjaan dengan lebih baik,
- Kekuatan untuk melakukan pekerjaan guna mencapai hasil yang diharapkan.
Contoh yang sederhana dalam pendidikan adalah
seseorang yang rnerniliki harapan dengan mengikuti studi di lembaga pendidikan
berprestasi ia akan mencapai cita-citanya yang tingai. Akan tetapi, ia tidak
mendaftar ke perguruan tinggi berprestasi tersebut karena memilliki kemampuan
untk- mengikuti pelajaran. di lembaga tersebut dinilainya terlalu sulit bagi
dirinya.
Teorj proses ini sejalan dengan harapan atau Expectancy Theory atau Atribution Theory yang dikembangkan oleh Heider yang menyimpulkan bahwa
prestasi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu motivasi dan kemampuan
dasar seseorang (Ranupandojo, 1996 : 120) yang dapat ditulis dalam bentuk runus
sebagai berikut:
|
P = Prestasi
M = Motivasi
A = Ability
Merujuk pada rumus Heider tersebut ada tiga
kemungkinan prestasi seseorang terkait dengan motivasi dan kernampuan dasar
seseorang yaitu :
- Bahwa seseorang yang tidak memiliki kernampuan dasar yang cukup tidak akan mencapai prestasi yang tinggi jika tidak diberi motivasi yang kuat dan tepat.
- Bahwa seseorang yang memiliki kemampuan dasar yang tidak cukup tidak akan
mencapaj prestasi yang tinggi sekalipun diberi
motivasi yang kuat dan tepat.
- Bahwa seseorang hanya akan mencapai prestasi yang tinggi jika memiliki kernampuan dasar yang kuat dan diberi motivasi yang kuat dan tepat,
3. Teori Perilaku atau Reinforcement Theory
Teori ini menekankan bahwa keberhasilan
seseorang di masa lalu akan menjadi motivasi baginya untuk melakukan hal yang
sama di masa datang. Teor ini dalam konteks pendidikan dalam taraf tertentu
mengandung kebenaran. Siswa Yang mengalami keberhasilan di satu jenjang
pendidikan karena menerapkan strategi pembelajaran yang tertentu akan termotivasi
melakukan strategi yang sarna ketika mengikuti pendidikan pada jenjang selanjutnya.
Siswa yang patuh ketika duduk di kelas 3 Sekolah Dasar, akan termotivasi untuk berperilaku
yang sama dengan tujuan meraih prestasi yang sama ketika telah duduk di kelas 4
Sekolah Dasar dan seterusnya. Oleh sebab itu, guru perlu mempelajari riwayat
prestasi dan kebiasaan belajar siswanya untuk memahami jenis motivasi yang
perlu diberlikan kepada siswanya.
F. TEORI X DAN TEORI Y McGregor
Douglas McGregor pada tahun 1957 mengajukan
teorinya yang dikenal yaitu teori X dan teori Y tentang perilaku pekerja.
Sekalipun demikian, teori tersebut bisa diadopsi ke dalam pembelajaran sebagaimana
teori-teori motivasi yang dikernukakan sebelumnya mengingat adanya kesamaan
sejurnlah karakteristik antardunia kerja dengan dunia belajar.
Dalam teori tersebut, McGregor membedakan
manusia ke dalam dua kelompok yang saling bertentangan stfat-sifatnya dalam
melakukan pekerjaan yang berdampak kepada kinerja yang bersangkutan. Teori X
menyatakan bahwa pada dasamya setiap manusia memiliki sifat malas, tidak jujur,
dan tidak dapat dipercaya dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Seorang guru
yang menganut teori X akan memimpin kelasnya secara otoriter, melakukan
pengawasan yang ketat dan selalu berprasangla negatif dan menerapkan hukuman
terhadap siswa untuk menjamin ketercapaian tujuan pembelajaran. Pendekatan
seperti ini dengan mudah dapat diprediksi akan kurang berhasil dalarn
memberikan motivasi terutama kepada siswa yang telah mencapai tingkat motivasi
pengakuan tinggi dalam hirarki motivasi Maslow seperti kebutuhan sosial, kebutuhan
keamanan, kebutuhan akan penghargaan diri, kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan
akan merealisasi diri dan motivasi berprestasi menurut McClelland. Ini
disebabkan siswa dengan tingkat motivasi tersebut merasa kurang dihargai dan
dipenuhi kebutuhannya oleh guru dengan pendekatan otoriter.
Meski demikian, guru yang menerapkan tepri X
mungkin saja akan berhasil membawa siswa mencapai prestasi jika siswa yang
bersangkutan memiliki karakteristik yang sesuai dengan teori tersebut yaitu
malas, tidak jujur, dan tidak merniliki tanggung jawab. Alasan dan prediksi ini
adalah bahwa tanpa pengawasan yang ketat siswa dengan karakristik seperti itu
kemungkinan besar justru tidak akan belajar dengan sungguhsungguh.
Sebaliknya teori Y berpandangan positif yaitu
melihat bahwa semua manusia pada dasarnya memiliki pengarahan dan pengendalian
diri sendiri, dapat dipercaya dan memiliki rasa tanggung jawab serta rasa
keterkaitan pada lembaganya. Seorang guru yang menganut teori Y akan mendorong
partisipasi dan kemandirian siswanya dalarn berbagai kegiatan pembelajaran
serta memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada siswanya untuk mencapai
prestasi yang tinggi atas inisiatif sendiri. Pendekatan seperti ini dengan
mudah dapat diprediksi akan berhasil dalam memberikan motivasi terutama kepada
siswa yang, telah mencapai tingkat motivasi pengakuan tinggi dalam hirarki
motivasi Maslow seperti kebutuhan sosial, kebutuhan keamanan, kebutuhan akan penghargaan
diri, kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan akan merealisasi diri dan motivasi
berprestasi menurut McClelland. Ini disebabkan siswa dengan tingkat motivasi
tersebut merasa dihargai dan dipenuhi kebutuhannya oleh guru dengan pendekatan
Egaliter atau bersahabat (friendly)
dan mempercayai (trust) tersebut.
Akan tetapi, guru yang menerapkan teori Y
tersebut justru kemungkinan besar akan kurang berhasil membawa siswanya berprestasi
jika siswanya memiliki karakteristik berlawanan atau memiliki karakteristik
teori X. Siswa yang memiliki karakteristik sebagaimana digambarkan oleh teori X
yaitu malas, tidaklujur, dan tidak bertanggungjawab justru akan lebih tidak
terkendali jika diberi kebebasan dan kepercayaan penuh.
G. PERUBAIIAN MOTIVASI BELAJAR
Sebagaimana dikemukakan Maslow, motif seseorang
dalam melakukan sesuatu
akan dapat berubah jika
kondisi terkait juga berubah. Dalam konteks pembelajaran, pendapat Maslow dapat
kita terima jika kita memperhatikan bagaimana seorang siswa yang ketika dalarn
periode atau jenjang pendidikan tertentu sangat bersemangat berpartisipasi
dalam kegiatan pembelajaran, tetapi kemudian berubah menurun semangat belajarnya
di periode yang lain atau sebaliknya. Ini sejalan dengan Conditioning Pavlov yang menyatakan bahwa Stimulus (S) tertentu akan meng-hasilkan Respon (R) tertentu jika didukung oleh kondisi tertentu pula.
Sebaliknya, stimulus tertentu tidak akan menghasilkan respon yang sama jika
tidak didukung oleh kondisi yang sesuai.
Setidaknya ada empat faktor yang mempengaruhi
perubahan-perubahan pada kekuatan motif (Winardi, 2002 : 35 - 40). Keempat faktor
tersebut, adalah
1.
Pemenuhan Kebutuhan
Menurut Abraham Maslow, terpenuhinya kebutuhan
akan menghilangkan peran kebutuhan tersebut sebagai motivator. Siswa yang akan
termotivasi untuk memperoleh nilai 7, tidak akan termotivasi lagi dengan nilai
yang sama. Begitu juga siswa yang telah menjadi juara kelas tidak akan termotivasi
lagi dengan kedudukan tersebut tetapi memerlukan motivasi yang lebih tinggi
seperti didorong untuk menjadi juara antar sekolah.
2.
Pemenuhan Kebutuhan yang Terhalangi
Terhalangnya pemenuhan kebutuhan akan membuat
menurunnya motivasi siswa untuk mencapai prestasi tertentu. Sebagai contoh,
siswi yang kurang mendapat perhatian dari gurunya akan menurun motivasi belajarnya.
Tetapi tidak jarang ada siswa yang berusaha mencari solusi untuk memecahkan
hambatan pemenuhan kebutuhan seperti dengan mengerjakan pekerjaan rumah dengan
lebih baik alau berprestasi dalam ekstra kurikuler guna memperoleh kernbali
perhatian dari gurunya. Hasilnya, motivasinva yang semula menurun justru akan
kembali muncul setelah kebutuhannya yang terhalangi kembali terpenuhi.
3. Disonansi Kognitif
Disonansi kognitif terjadi jika dua persepsi
dalam diri seseorang berbenturan sehingga menimbulkan ketegangan. Yang bersangkutan
akan berusaha mencapai konsonansi atau keseimbangan kognitif dengan
memodifikasi salah satu persepsi agar sesuai. Sebagai contoh, seorang siswa
yang tidak mempercayai adanya pengaruh kehadiran dengan prestasi belajar akan
mengalarni konflik di dalam dirinya ketika diharuskan untuk datang tepat waktu.
Konflik tersebut akan mempengaruhi motivasinya untuk berpartisipasi dalam
kegiatan belajar. Untuk menghilangkan konflik psikologis di dalam dirinya stswa
tersebut harus menciptakan kondisi konsonansi atau keseimbangan kognitif dengan
rnerubah persepsinya tentang pengaruh kehadiran terhadap prestasi belajar.
4. Frustasi
Frustasi dalarn diri seorang siswa bisa
tcrjadi akibat terhalangnya pencapaian tujuan individu siswa yang dilihatnya
dari persepsinya sendiri bukan dan persepsi lingkungan di luar dirinya. Sebagai
contoh seorang siswa yang tidak memperoleh prestasi yang diinginkannya dan
menghukurn dirinya sendiri akan mengalarni frustasi. Padahal, lingkungan
termasuk gurunya tidak menganggap dia gagal. Dalam kondisi seperti im, guru
harus mampu mengembalikan kepercayaan diri siswa tersebut dengan mendorong
siswa tersebut untuk membuka hati terhadap kenyataan menurut pandangan guru dan
teman sekelasnya.
H. HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN DALAM PEMBERIAN MOTIVASI
Ranupandijo (1996 : 123 - 125)
memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan motivasi
sebagaimana dirangkurn berikut ini:
a.
Memahami adanya perbedaan individu
baik secara fisik maupun secara emosional.
b.
Setiap individu memiliki
kepribadian yang unik sehingga merniliki cara yang berbeda dalam menghadapi
situasi tertentu.
c.
Semua perilaku terjadi akibat
adanya perubahan baik dalarn diri individu maupun dalarn situasi yang dihadapinya.
d.
Setiap individu memillki rasa ego
yang cenderung mengabaikan kepentingan orang lain, akan tetapi secara rasional
ia dapat menyesualkan dengan kepentingan orang lain.
e.
Emosi seseorang biasanya dapat
dengan mudah dikenali dan sangat dominan untuk membentuk perilaku seseorang.
Dengan melihat emosinya, kita dapat memperkirakan bagaimana perilakunya.
f.
Pada umumnya kita jarang
mengelahui kondisii individu secara mendalam sehingga sukar memperkirakan
reaksinya terhadap situasi tertentu.
Hal-Hal di atas menunjukkan betapa sulit
memberikan motivasi kepada seseorang secara tepat, kecuali diperoleh gambaran
yang akurat dan mendalarn tentang kepribadian individu tersebut serta pola-pola
tanggapannya terhadap berbagai situasi.
I. PEMBERIAN MOTIVASI DENGAN MODEL ARCS
Sebagai upaya meningkatkan pembelajaran di
tingkat pendidikan tinggi di Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional mengembanakan program PEKERTI (Peningkatan
Keterampilan Dasar Teknik Instruksional). Dalarn buku Pedoman Penatar PEKERTI-AA
(Ditjen Dikti, 2004 : 12) diberikan sebuah model pengelolaan motivasi belajar
yang dikenal dengan istilah ARCS yang merupakan akronim dari : Attention (Perhatian), Relevance (Relevansi atau Kesesuaian), Confidence (Kepercayaan Diri), Satisfaction (Kepuasan).
Keempat faktor tersebut dapat dielaborasi atau
diuraikan lebih lanjut sebagairnana berikut ini :
1. Attention (Perhatian)
Perhatian peserta didik dapat dibangkitkan
dengan mengupayakan hal-hal berikut ini dalam materi sajian yaitu :
-
Baru
-
Aneh
-
Kontradiktif
-
Kompleks
Keernpat karakteristik materi sajian di atas
baik secara sendiri-sendiri maupun k-ornbinasinya akan membangkitkan rasa ingin
tahu yang merupakan motivasi belajar dalam diri siswa.
2. Relevance (Relevansi atau
Kesesuaian)
Relevansi materi yang dimaksudkan di siswa
adalah relevansinya dengan pemenuhan kebutuhan siswa di antaranya dengan
merujuk kepada teori kebutuhan McClelland yakni
- Relevansi dengan kebutuhan berprestasi
- Relevansi dengan kebutuhan merniliki kekuasaan
- Relevansi dengan kebutuhan afiliasi
Relevansi juga dapat dikalitkan dengan kebermaknaan
atau manfaat materi bagi peserta didik.
3. Confidence (Kepercayaan
Diri)
Guru harus membangkitkan rasa percaya diri
siswa di antaranya dengan mernbangkitkan kesadaran bahwa mereka marnpu
menguasai rnateri yang disajikan. Penyajian yang sistematis disertai dengan
contoh-contoh yang mudah dan relevan akan
membantu siswa mernbangkitkan rasa percaya dirinya.
4. Satisfaction (Kepuasan)
Kepuasan belajar dapat dicapai dengan
tercapainya ketuntasan belaiar. Dengan demikian siswa akan merasakan bahwa
dirinya telah mencapai sebuah target yang didambakannya. Oleh sebab itu, dalam
prinsip Quantum Teaching, keberhasilan mencapai prestasi belajar harus dirayakan.
Ini dilakukan dengan rnernberikan pijian bagi siswa secara individu atau secara
klasikal ketika tujuan pernbelajaran tercapai.
J. GURU DAN MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN
Dalam bahasa yang sederhana, dalam kaitannya dengan
tugas guru dalam pembelajaran dapat dikatakan sebagai perangkat yang digunakan
guru untuk mendorong siswa agar mau belajar sendiri. Gambar 5.3. mengilustrasikan
keterkaitan guru, motivasi, dan siswa dalam pembelajaran.
|

|

|

|
![]() |
||||
|
Gambar 5.3. Guru clan Motivasi Belajar Stswa
Sebagaimana terlihat dalam Gambar 5.3, guru
memegang peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan motivasi di dalam diri
siswa. Pernotivasian siswa ini Justru merupakan salah satu tugas utama dan seni
yang harus dikuasai guru dalam mengajar. Tidak jarang seorang guru dianggap
sebagai guru favorit oleh siswa karena kemampuannya dalam memotivasi siswa. Karenanya,
kemampuan guru memotivasi siswa merupakan salah satu kunci suksesnya dalam
mengajar.
Mengingat pentingnya peran motivasi dalam
pembelajaran, seorang guru harus mernahami pengertian, manfaat, jems serta cara-cara
pemberian motivasi. Dengan menguasai berbagai aspek tentang motivasi seorang
guru akan Mampu memciptakan suasana pembelajaran yang kondusif agar siswa aktif
berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Disamping itu, seorang guru juga harus menguasai
teknik mengidentifikasi motivasi belajar yang ada di dalam diri siswa.
Identifikasi ini meliputi ada tidaknya motivasi, jenis motivasi yang ada, serta
cara yang tepat dalam memberikan motivasi kepada siswa baik secara klasikal
maupun individual.
BABVI
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
A. PROBLEM-BASED LEARNING
1. Gambaran Umum
Dalarn model pembelajaran Problem-based
Learning, sering digunakan akronim PBL, belajar dan pembelajaran diorientasikan
kepada pemecahan berbagai masalah terutama yang terkait dengan aplikasi materi
pelajaran di dalam kehidupan nyata. Selama siswa melakukan kegiatan memecahkan
masalah, guru berperan sebagai tutor yang akan membantu mereka rnendefinisikan
apa yang mereka tidak tahu dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memahami dan
memecahkan masalah ( Newble and Cannon dalam Gintings, 2007: 210).
Pengembangan model ini di antaranya didasari
oleh:
a.
Prinsip Inquiry Learning yang
memandang belajar adalah upaya untuk menemukan sendiri pengetahuan.
b.
Teori psikologi belajar modern dan
pembelajaran modern yang menjelaskan bahwa pengetahuan akan lebih diingat dan
dikemukakan kembali secara lebih efektif jika belajar dan pembelajaran
didasarkan dalam konteks manfaatnya di masa depan. Sebagaimana dicontohkan oleh
Newble dan Cannon, jika kegiatan belajar dan pembelajaran ilmu pengetahuan alam
dasar bagi, mahasiswa kedokteran disusun dalam konteks berbagai kasus yang
diperkirakan akan dihadapi dalam praktik kedokteran mereka kelak maka materi
yang diajarkan akan lebih mudah dingat oleh mahasiswa.
2. Tahapan-tahapan Pemecahan Masalah
Tahapan pemecahan masalah sangat bergantung pada
kompleksitas masalahnya. Untuk masalah yang kompleks karena cakupan dan
dimensinya sangat luas, maka langkah-langkah pemecahan masalah dengan pendekatan
akademik dapat dilakukan. Permasalahan yang sederhana dengan cakupan dan
dimensi yang relatif sempit dan praktis dapat dipecahkan dengan tahapan-tahapan
yang sederhana dan praktis pula. Kedua jenis tahapan tersebut adalah sebagai
berikut ini :
a. Tahapan pemecahan masalah secara akademik
Secara akademik tahapan pemecahan masalah yang
kompleks adalah sebagai berikut :
1). Kesadaran akan
adanya masalah.
2). Merumuskan
masalah.
3). Membuat jawaban
sementara atau masalah atau hipotesis.
4). Mengumpulkan
data atau fakta-fak-ta.
5). Menganalisis
data atau fakta-fakta sebagai pengujian hipotesis.
6). Membuat
kesimpulan berdasarkan hasil pengujlan hipotesis.
7). Membuat
altematif pemecahan masalah.
8). Menetapkan
pilihan di antara altematif pemecahan masalah.
9). Menyusun
rencana upaya pemecahan masalah.
10). Menatalaksanakan
upaya pemecahan masalah,
11). Mengevaluasl
hasil pemecahan masalah.
b. Tahapan pemecahan masalah secara praktis
Tahapan pemecahan masalah yang lebih praktis
adalah sebagal berikut:
1). Kesadaran adanya
masalah.
2). Merumuskan
masalah.
3). Mencari
altematif pemecahan masalah.
4). Menetapkan pilihan
di antara altematif pemecahan masalah.
5). Melaksanakan
pemecahan masalah
6). Evaluasi hasil
pemecahan masalah
3. Pemecahan Masalah sebagai Pengambilan Keputusan
Mencermati tahapan-tahapan pemecahan masalah
baik yang bersifat akademik maupun yang bersifat lebih praktis, ada dua langkah
atau tahapan yang ada dalam kedua pendekatan tersebut yaitu perumusan masalah
dan pemilihan aftenalif pemecahan masalah. Ada dua hal yang perlu dikemukakan
di sini terkait dengan keterkaitan antara rumusan masalah dan penetapan pillhan
pemecahan masalah pendekatan pengambilan keputusan sebagaimana diuraikan
berikut ini.
a. Keterkaitan rumusan masalah dan pemecahan masalah
Ada empat kemungkinan hubungan antara rumusan
masalah dan keputusan atau solusinya yakni :
1). Kemungkinan 1
rumusan masalah benar dan pemecahannya yang benar.
2). Kemungkinan 2
rumusan masalah benar tetapi pemecahannya salah.
3). Kemungkinan 3
rumusan masalah salah tetapi pemecahannya benar.
4). Kemungkinan 4
rumusan masalah salah dan pemecahannya salah
Mencermati keempat kemungkinan hubungan antara
rumusan masalah berikut solusinya, maka dapat dipahami mengapa perumusan
masalah sangat penting dalam proses pembuatan keputusan dalam proses peemecahan
atau solusi pemecahan dan sebuah masalah.
b. Jenis-jenis pendekatan pengambilan keputusan
Pendekatan yang digunakan dalam pengambilan
keputusan akan mempengaruhi langkah-langkah dan informasi yang diperlukan. Ada
empat kemungkinan pendekatan yang digunakan dalam pengambilan keputusan
(DiaJeng, 2002 : 81 - 83), yaitu
1). Keputusan yang
didasarkan pada intuisi
2). Keputusan yang
didasarkan pada pengalaman
3). Keputusan yang
didasarkan pada kekuasaan
4). Keputusan yang
didasarkan pada fakta.
Dari keempat pendekatan tersebut, hanya
keputusan yang berdasarkan fakta yang merupakan keputusan bersifat akademik
karena menggunakan fakta sehingga objektif dan dapat dipertanggungjawabkan
alasannya secara objektif Ketiga pendekatan lainnya lebih bersifat subjektif
sekalipun dalam prosesnya dimungkinkan menggunakan fakta tadi dalam skala yang
terbatas sekali.
4. Tahapan dalam Penerapan Problem-based
Learning,
Berikut ini diberikan contoh tahapan yang
dapat diterapkan dalam menyelenggarakan belajar dan pembelajaran dengan model
PBL. Para guru dapat mengembangkan tahapan yang berbeda sesual dengan
permasalahan yang akan didiskusikan serta kondisi kelas.
- Mempelajari standar isi dan standar kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik masalah yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran.
- Pelajari tingkat pengetahuan siswa untuk mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan belajar dan pembelajaran.
- Buatlah soal atau tugas yang berisi masalah yang harus dicarikan solusinya oleh siswa atau kelompok siswa dengan merujuk kepada hasil analisis kurikulum dan tingkat kemampuan siswa.
- Beri pengkondisian awal kepada siswa sebelum diberi tugas masalah untuk dicarikan solusinya. Pengkondisian ini meliputi :
1).
Penjelasan tentang langkah-langkah dan pendekatan dalam pemecahan
masalah,
2). Kegiatan dan hasil yang harus mereka kerjakan berikut kriteria
keberhasilannya seperti waktu, prosedur yang harus ditempuh, ketersediaan data
dan fakta, dan ruang lingkup solusi.
e. Kegiatan
diskusi atau pelaksanaan prosedur pemecahan masalah oleh siswa atau kelompok-kelompok
siswa. Selama kegiatan ini berlangsung, guru berperan sebagai fasilitator dan
tutor di antaranva denaan memberikan bimbingan dan motivasi kepada siswa,
mengingatkan kepada siswa tentang apa yang mereka ketahui dan apa yang belum
mereka ketahui mengingatkan apakah tahapan sudah benar dan mendorong
partisipasi siswa.
f. Menutup
kegiatan dengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil pernecahan masalah. jika
kegiatan dilakukan berdasarkan kelompok, selenggarakan diskusi pleno dan minta
setiap kelompok menyajikan hasil kegiatannya. Minta kelompok lain untuk
menanggapi dan mengajukan pertanyaan unyuk mengajukan hasil kegiatannya. Dalarn
kegiatan ini guru berperan sebagai moderator dan sekaligus sebagai penilai.
g. Guru melakukan penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan
memberikan komentar serta pengarahan untuk ditindak lanjuti sebagai kegiatan
pengayaan bagi siswa.
B. COOPERATIVE LEARNING
Gagasan lengkap tentang pendekatan praktis cooperative learning dalarn konteks
budaya Indonesia dikemukakan secara ringkas tetapi padat, lengkap dan enak dibaca
dalam sebuah buku kecil yang ditulis o1eh Anita Lie, seorang praktisi
pendidikan Indonesia yang berjudul "Cooperative
Learning : mempraktikkan cooperative
learning di ruang kelas". Sebagian besar dan isi bagian ini dirangkum
dari buku tersebut.
I. Kesalahan Paradigma Mengajar
Alfran lama di banding belajar dan pembelajaran
lebih didasarkan pada teori tabularasa yang dikemukakan oleh John Locke yang
memandang siswa sebagai kertas kosong yang siap dicoret-Coret oleh gurunya atau
botol kosong yang siap di isi ilmu pengetahuan oleh gurunya. Oleh karena itu
banyak pengajar yang mempraktikkan kegiatan belajar dan pembelajaran yang lebih
berpusat kepada guru "leacher
centered'. Akibatnya terjadi praktik-prtik belajar dan pembelajaran yang kalaupun
tidak dapat disebut salah kaprah atau kesalahan paradigma. Tetapi kurang optimal
karena guru mernbuat siswa pasif dalam kegiatan belajar dan tetap
pernbelajaran. Praktik belajar dan pernbelajaran yang kurang kondusif bagi siswa
dalarn mengembangkan potensinya karena pendekatan yang salah kaprah tersebut
sebagaimana digaris bawah oleh Anita Lie adalah:
a.
Memindahkan pengetahuan dan guru
ke siswa. Guru memberikan pelajaran yang telah dikernasnya atas pertimbangan
pribadinya dan siswa rnenerima materi dan melaksanakan tugas-tugasnya. Materi
yang diberikn banyak yang bersifat hafalan yang harus diingat oleh siswa.
b.
Mengisi botol kosong dengan pengetahuan.
Perilaku mengajar seperti ini dikenal dengan istilah 'jug- syndrome" atau sindrom ceret air karena guru menganggap
bahwa siswa adalah penerima pengetahuan yang pasif dan siap menerima apa saja
yang diberikan oleh guru dan bagaimanapun cara memberikannya.
c.
Mengkotak-kotakan siswa. Guru
menggelompokkan siswa berdasarkan capaian prestasinya seperti siswa bodoh dan
siswa pintar, siswa yang berhak naik kelas atau lulus atau yang harus tinggal
kelas dan gagal, siswa yang berhak memperoleh pekerjaan yang layak dan siswa
yang tidak berhak. Dengan pandangan seperti itu kemampuan siswa direduksi ke
dalam angka-angka.
d.
Memacu siswa ke dalam kompetisi
bagaikan ayam aduan. Siswa dipacu untuk bekerja keras untuk saling mengalahkan
dengan teman sekelasnya.
Akilbat negatif dan pendekatan ini menular
kepada penilaku orang tua siswa di antaranya saling menyombongkan prestasi
anaknya. Padahal dalam kehidupan masyarakat Indonesia budaya gotong royong atau
kesetiakawanan sudah mengakar dan menjadi Andalan dan dalam membangun kehidupan
bangsa yang sejahtera dan dalam pluralis.
2. Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran
Para guru dan dosen 1upa bahwa teori-teori
modern beIajar dan pernbelajaran terutama teori medan, teori konstruktivisme,
dan teori hurnanisme mengingatkan bahwa siswa adalah sesuatu yang aktif dan
unik, Serta mampu memberdayakan dirinya sendiri jika difasilitasi secara tepat.
Paham modern ini justru menyarankan penerapan belajar dan pernbelajaran yang
berpusat pada siswa atau "student
centered' dan salah satu kemasan model belajar dan pembelajarannya adalah cooperative learning yang menurut Lie mengandung gagasan sebagai berikut :
a.
Pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa.
Mengikuti
teori konstruktivistik yang dikembangkan oleh Jean Piaget, peran guru utama
dalam belajar dan pembelajaran adalah menciptakan kondisi dan situasi yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk makna dan materi yang
dipelajarinya kemudian merekamnya dalam ingatan dan saswa saat kelak digunakan
kembali atau dikembangkan lebih lanjut.
b. Siswa membangun pengetahuan secara aktif.
Belaar adalah kegiatan yang dilakukan oleh
siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Sebagaimana pandaman teori
konstruktivistik, dalam menerima materi, yang diajarkan sisa tidak bersifat
pasif. Akan tetapi, siswa secara aktif mernbangun struktur-struktur baru guna
mengakornodasikan pengalaman-pengalarnan baru untuk mencapa kembali
keseimbangan antara kognitif. Sebelum proses pembelajaran teeclah terjadi
ketidakseimbangan antara kognisi yang telah terstruktur dalam diri siswa dengan
kognist yang terkandung, di dalam materi pelajaran yang, merupakan pengalaman
barunya.
b.
Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.
Kegiatan belajar dan pembelajaran harus lebih
ditekankan pada proses daripada hasil. Sebagaimana telah disinggung di depan,
pertanyaan pedagogis yang tepat adalah bukan tanyakan apa yang harus dicapai
siswa dan belajar dan pernbelajan tetapi lebih penting adalah menanyakan
bagaimana siswa sebaiknya mencapai hasil tersebut. Untuk itu, guru harus
mengembangkan proses belajar dan pembelajaran yang memfasilitasi terjadinya
peningkatan kemampuan siswa sampai setinggi yang dia bisa.
d. Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara
para siswa dan interaksi antar guru dan siswa.
Belajar adalah proses pribadi tetapi juga
proses sosial yang terjadi hubungan antar individu dalam membangun pengertian
dan pengetahuan bersama.
3. Falsafah Cooperative
Learning
Berbeda dengan model pembelajaran kompetisi
dan model individual learning yang menitik beratkan proses
dan pencapaian belajar dan pembelajaran pada prestasi setinggi-tingginya yang
siswa secara individual, model Cooperative
learning di dasari olch filsafah
bahwa manusia adalah mahluk sosial. Oleh karena itu, model pembelajaran ini
tidak mengenal kompetisi antar individu. Model ini tidak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar dengan kecepatan dan irarnanya sendiri. Sebaliknya,
model ini menekankan kerjasama atapun gotong royong sesama siswa dalam
mempelajari materi pelajaran (Lie, 2002 : 17 - 29).
Ada dua kemungkinan kerjasarna antar siswa
dalam kelompok belajarnya, yaitu kooperatif-dan kolaboratif.
a. Kooperatif adalah kerjasama antara siswa yang berbeda tingkatan kemampuannya.
Siswa dengan kemampun yang lebih tinggi akan menularkan dan mendorong siswa
yang lebih rendah kernampuannya. Dalam proses ini diyakini bahwa, tidak hanva
siswa yang akan menerima manfaat dan siswa dengan kemarnpuan yang memiliki
kemampuan lebih tinggi. Akan tetapi, di lain pihak siswa yang memiliki
kemampuan lebih tinggi dalam proses kerjasama tersebut akan memperoleh
tantangan baru untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih tinggi.
b. Kolaboratif adalah kerjasama antara siswa dengan kemampuan yang setingkat. Kedua
phak berbagi (share) pengalaman dan
pengetahuan sehingga kedua pihak belah yang bekerja sama akan saling mengisi
kekurangan sehingga saling melengkapi. Hasilnya, kedua pihak akan mcningkatkan
pengetahuannya masing-masing.
4.
Unsur-unsur Cooperatif Learning
Ada lima unsur yang menjadi ciri dari cooperatif learning yang membedakamnya
dengan model belajar dan pembelajaran kelompok yang lain (Lie, 2002 : 31),
yaltu
a. Saling
ketergantungan positif
b. Tanggungjawab
perseorangan
c. Tatap muka
d. Komunikasi antar
anggota
e. Evaluasi proses
kelompok
5. Langkah-langkah Cooperative
Learning
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di
dalam pelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif (Trianto, 2006 : 48 -
49). Langkah-langkah tersebut ditunjukkan pada tabel 5.3. berikut ini :
Tabel 5.3.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Tingkah Laku Guru
|
Fase
I
menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menvampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
belajar.
|
Fase
2
menyajikan
informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan. |
Fase
3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok kooperatif
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelornpok belajar dan membantu setiap kelompok agar
rnelakukan transisi secara efisien
|
Fase
4
membimbing
kelompok bekerja dan belajar
|
Guru membirnbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
|
Fase
5
Evaluasi
|
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau rnasing‑masing kelornpok mempresentasikan
hasil kerjanya
|
Fase
6
Memberikan
penghargaan
|
Guru
mencari cara-cara untuk menghargai
baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
|
C. QUANTUM TEACHING
1.
Pengertian
Dalarn ilmu fisika kata quantum didefinisikan sebagal "Interaksi yang mengubah Energi
menjadi cahaya (DePorter, Reardon, den Singer-Nounie, 1999 : 115). Dalarn teknik
belajar dan pembelajaran pengertian quantum
dapat diartikan sebagai berikut:
"Mendorong
terjadinya interaksi antaRa siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan
fasilitas belajar lainnya secara terarah sesuai dengan karakteristik diri,
potensi, dan kebutuhan individual siswa guna rnengerahkan energinya untuk
mencapai kegemilangan dalarn belajar.
Teaching adalah pengajaran. Jadi quantum teaching dapat diartikan sebagai
orkestrasi bermacarn-macarn interaksi yang ada di dalarn dan sekitar moment
belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang
mempengaruhi kesuksesan belajar siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah
kemampuan dan bakat alamiah peserta didik menjadi cahaya yang bermanfaat bagi
mereka sendiri dan orang lain.
Quantum teaching memberikan petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan
belajar efektif,
merancang kurikulum, menyampaikan isi dan mernudahkan proses belajar.
2. Kerangka Perancanan Kegiatan
Ada enarn unsur yang menjadi kerangka dasar
pernbelajaran dengan model Quantum Teaching
agar mudah diingat disingkat menjadi TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan,
Ulangi, dan Rayakan). Berikut adalah penjelasan dari keenarn kerangka tersebut
secara ringkas (DePorter, Reardon, dan Singer-Nourte, 1999 -. 89), yaitu :
Turnbuhkan : Sertakan diri mereka (siswa), pikat
mereka, puaskan AMBAK
(Apa Manfaatnya BAgiKu).
Alami :
Berikan mereka pengalaman belajar tumbuhkan "kebutuhan
untuk rnengetahui".
Namai :
Berikan "data", tepat saat minat siawa memuncak.
Demonstrasikan : Berikan
kesempatan bagi siswa untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga
rnereka menghayati dan menambatnya sebagai pengalaman pribadi.
Ulangi :
Rekatkan gambaran keseluruhannya melalui pengulangan.
Rayakan
: Sesuatu yang pantas
dipelajari tentu pantas untuk dirayakan jika berhasil dipelajari. Berikan
penghargaan kepada kelas atas keberhasilan sernua.
3.
Prinsip Kecerdasan Jamak (Multiple
Inteligence) dan Pembelajarannya
Salah satu prinsip yang dijadikan rujukan
utama dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan quantum learning adalah prinsip kecerdasan jamak atau multiple intelligence. Prinsip yang
dikembangkan oleh Gardner ini memandang bahwa :
a.
Semua manusia berbakat untuk
menjadi jenius jika belajar dan pembelajarannya sesuai dengan minat, karakteristik
belajar dan bakatnya. Oleh sebab itu pembelajaran yang menyeragarnkan siswa dan
menyeragamkan metode akan mematikan potensi kejeniusan siswa tertentu karena tidak
mengakomodir kekhasan minat, karakteristik belajar dan bakatnya.
b.
Kejeniusan manusia tidak dapat
diukur dalam bidang yang sama, karena mereka lahir membawa minat, karakteristik
belajar dan bakatnya sendiri-sendiri. Kita tidak dapat membandingkan siapa yang
lebih jenius antara Muhammad Ali, Socrates, Soekarno, dan Mozart. Mereka jenius
dalam bidannya masing-masing.
4. Pertanyaan yang Harus Dijawab dalam Penerapan Quantum Teaching
Ada enam unsur yang terkait dengan TANDUR yang
harus dijawab sebelurn menerapkan model belajar dan pembelajaran quantum
teaching yaitu :
Tumbuhkan : Bagaimana saya dapat menarik minat
mereka? Apa yang dapat menjawab AMBAK
? Respons siswa : Saya tertarik!
Alami :
Apa yang harus mereka LAKUKAN agar mengerti ? Respons
siswa : "Sava
ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya?"
Namal
: Apakah "Aha"
(suprise), "perbedaan",
bagaimana caranya
Respons siswa : Oh
saya mengerti.
Dernonstrasikan : Bagairnana
agar mereka bisa MENUNJUKKAN apa yang
mereka ketahui Respons siswa : "Lihat ini !
mereka ketahui Respons siswa : "Lihat ini !
Ulangi : Bagaimana cara siswa MEMATRIKANNYA dalam
ingatan mereka " Respons siswa "Saya tahu, saya tahu!"
Rayakan
: Bagimana agar setiap ORANG
dan setiap USAHA diakui ? Respons siswa : "Saya berhasil".
BAB VII
METODE-METODE PEMBELAJARAN
A.
PENGERTIAN METODE PEMBELAJARAN
Secara urnum metode diartikan sebagai cara
melakukan sesuatu. Dalam pendidikan kata metode digunakan untuk menunjukkan
serangkaian kegiatan guru yang terarah yang menyebabkan siswa belajar. Metode
dapat pula dianggap sebagai cara atau prosedur yang keberhasilanya adalah di
dalam belajar atau sebagai alat yang menjadikan mengajar menjadi efektif.
Mengajar yang berhasil menuntut penggunaan metode yang tepat. Scorang guru yang
balk akan memahami dengan baik metode yang digunakannya sebab melalui metode mengajar
ia harus marnpu memberi kemudahan belajar kepada siswa dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai
cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan serta
berbagai teknik dan sumber daya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran
pada diri si pembelajar.
Prinsip dasar pendidikan yang dirnaksudkan di
antaranya prinsip psikologis pendidikan dan Prinsip pedagogis. Sedankan
teknik-teknik yang terkait dengan pembelajaran di antaranya teknik komunikasi
dan teknik pengelolaan atau manajernen pembelajaran.
B. PRINSIP, TEKNIK DAN MANAJEMEN PEMBELAJARAN
1. Prinsip Psikologis Pendidikan
Prinsip psikologis dalam pembelajaran
digunakan untuk memahami berbagai aspek psikologis pembelajaran yang meliputi :
perkembangan intelektual, belajar dilihat perubahan perilaku, tingkatan kecerdasan,
tingkatan intelektual dan motivasi dalam bejalar.
2. Prinsip Pedagogis dalam Pembelajaran
Prinsip pedagogis atau prinsip pembelajaran
yang, dimaksud meliputi berbagai teori dan pendekatan pcmbelajaran.
3. Teknik Komunikasi dalam Pembelajaran
Teknik komunikasi dalam pembelajaran adalah
bagaimana menyampaikan pesan atau materi pembelajaran serta bagaimana
mengembangkan dialog di antara guru dan murid atau sesama murid secara efektif.
Ini terkait dengan pengemasan, pengiriman media, gangguan, penerimaan,
interpretasi, dampak dan umpan balik.
4.
Manajemen Pembelajaran
Teknik pengelolaan atau manajernen
pembelajaran terkait dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan clan penilaian
dalam pembelajaran.
C. BERBAGAI METODE PEMBELAJARAN
Banyak metode pembelajaran yang dapat
digunakan, tetapi ada sejumlah metode pembelajaran yang mendasar, sedangkan
selebihniya adalah kombinasi atau midifikasi dari metode dasar tersebut.
Berikut int akan dijelaskan secara ringkas berbagai metode pembelajaran dasar.
1. Metode Ceramah
a. Cirinya :
Dalam metode ceramah
guru menyampaikan materi secara oral atau lisan dan siswa atau pembelajar
mendengarkan, mencatat, mengajukan pertanyaan, dan evaluasi. b. Keunggulan
Metode Ceramah
1)
Dapat digunakan untuk mengajar
siswa daiam Jumlah yang banyak secara bersamaan.
2)
Tujuan pembelajaran dapat
didefinisikan dengan mudah.
3)
Pengajar dapat mengendalikan isi,
arah, dan kecepatan pembelajaran karena inisiatif terutama terletak padanya.
4)
Ceramah yang inspiratif dapat menstimulasi
siswa untuk belajar secara mandiri.
c. Kelemahan Metode Ceramah
1)
Rumusan tujuan Instruksional yang
sesuai hanya sampai dengan tingkat comprehension.
2)
Hanya cocok untuk kemampuan
kognitif.
3)
Komunikasl cenderung satu arah (one way).
4)
Sangat bergantung pada kernampuan komunikasi
verbal penyaji.
5)
Cerarnah yang kurang inspiratif akan
menurunkan antusias belajar peserta.
d. Langkah-langkah Menggunakan Metode Ceramah
Untuk menyelenggarakan pembelajaran dengan
metode ceramah secara efektif, Christie sebagaimana dikutip oleh Gintings (2007
: 44 - 45) menyarankan agar melakukan 3 P yaitu Plan, Prepare, dan Present.
2.
Metode Tanya Jawab
a.
Cirinya
Materi ajar disampaikan melalui proses tanya jawab
antara guru dengan siswa, dan sesama siswa. Metode tanya jawab diadopsi dari
metode yang digunakan oleh Socrates seorang filsuf Yunani terkenal yang hidup
pada masa sebelum Masehi. Socrates meyakini bahwa kebenaran hakiki atau
pengetahuan dapat ditemukan dengan mengajukan dan menjawab pertanyaan mendasar
atau pertanyaan filosofis dengan benar. Oleh karena itu, bertanya secara
terprogram disebut "Soctartic Model
of Teching" atau Model Mengajar Socrates. Model Mengajar Socrates.
Model ini juga dikenal dengan istilah lain yaitu "interactive leaching model.
b. Contoh Pertanyaaa -Mendasar dalam Pembelajaran
1). Apa yang dimaksud dengan informasi ?
2).
Mengapa panjang besi bertambah ketika suhunya dinaikkan ?
3). Kapan bangsa Indonesia memproklamirkan
kemerdekaan
4). Di mana latak kerajaan Majapahit ?
5). Siapa yang merancang proses pembelajaran siswa
?
6). Bagaimana proses metabolisme dalam tubuh
manusia ?
c. Keunggulan Metode Tanya Jawab
1)
Memotivasi siswa untuk mempersiapkan
diri dan mengikuti Pembelajaran secara
aktif
aktif
2)
Mendorong siswa untuk berpikir
kritis dan memperkaya pernahaman terhadap materi yang diajarkan.
3)
Dapat digunakan untuk menguji
pengetahuan factual siswa untuk- berbagai tingkat kemampuan atau taxonomi untuk
semua ranah terutama ranah kognitif
4)
Dapat digunakan sebagai alat motivasi
ekstrinsik yang akan meningkatkan semangat belajar siswa serta ketertarikannya
terhadap materi yang diajarkan.
5)
Dapat dgunakan untuk mengarahkan
hasil belajar yang akan diharapkan akan dicapai oleh siswa karena tanya jawab
akan mernfokuskan perhatian siswa pada, aspek tertentu materi pembelajaran.
6)
Mendorong keterlibatan siswa dalam
pembelajaran.
d. Pertanyaan yang Baik
Bagaimana tujuan mengajukan pertanvaan kepada
siswa agar pertanyaan tersebut dapat dijawab olehnva sehingga proses
pembelajaran mengalir dengan lancar sesuai rancangannya. Oleh sebab itu. petanyaan
yang diajukan kepada siswa bukan harus pertanyaan dan sebaliknya, akan menjadi
monoton atau bahkan membuat kegiatan yang mengganggu pembelajaran.
7)
Berikan bimbingan kepada siswa
yang belum mampu menjawab pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan lain yang
terkait tetapi dengan tingkat kognitif yang lebih rendah. jika siswa bisa
menjawab pertanyaan yang diturunkan tingkat kognitifrnya tersebut, ajukan
pertanyaan sebelumnva tetapi dengan menambahkan kaitannva dengan jawaban dari
pertanyaan yang telah dijawab tadi.
8)
Untuk memotivasi siswa dan kelas,
berikan penghargaan sepantasnya kepada jawaban yang benar, atau berikan
dorongan semangat kepada jawaban yang belurn sepenuhnya benar dan tidak justru
melecehkannya.
9)
Agar jawaban pertanyaan menjadi
milik kelas, gunakan teknik jawaban silang yaitu dengan meminta komentar atau
jawaban melengkapi atas jawaban seorang siswa dengan siswa yang lain.
f. Menggali Pertanyaan dari Siswa
Banyak manfaat yang diperoleh dari penggalian
pertanyaan siswa.
1)
Dari pertanyaan yang diajukan bsa
diperoleh garnbaran tentang pemahaman siswa terhadap materi
2)
Pengjar dapat melakukan koreksl
segera terhadap kekurangan pembelajaran dan
pernahaman siswa yang tercermin dari
pertanyaan siswa
3)
Mendorong percaya diri dan
meningkatkan motivast belajar siswa.
4)
Mendorong siswa untuk memperkaya
dan mernperdalam pernahamannva terhadap materi yang dipelajari.
5)
Mendorong partisipasi siswa dalarn
proses pernbelajaran yang dapat meningkatkan ingatan siswa terhadap Jawaban
pertanyaan.
6)
munculnya berbagai gagasan baru
yang mempeluas dan memperdalam cakupan materi pembelajaran akibat dipicu oleh
pertanyaan yang diajukan siswa.
7)
Menciptakan suasana pembelajaran
yang interaktif di kelas jika digunakan teknik jawaban silang dengan mana
pertanyaan siswaa dilontarkan kepada kelas, bukan dijawab langsung oleh pengajar.
g.
Langkah-langkah Menggunakan Metode Tanya Jawab
1)
Pelajari topik atau subtopik vang,
akan dipelajari oleh siswa dan buat catatan tentang aspek atau isu-isu utamanya.
2)
Buat pertanyaan yang terkait
dengan isu-isu utarna dan catat dalam RPP.
3)
Sampaikan tujuan pembelajaran yang
diikuti dengan ihktisar materi dan Selingi
dengan
mengajukan pertanvaan yang telah disiapkan sesuai dengan isu atau aspek yang
sedang disajikan.
4) Tanggapi jawaban siswa atau lakukan teknik jawaban silang dengan
meminta siswa lain untuk membenkan komentar atau melengkapi jawaban siswa
tersebut.
5) Buatlah rangkuman papan tulis yang berisi jawaban dari semua pertanyaan
yang telah dijawab oleh siswa.
6) Berlikan tugas lanjutan yang harus clikerjakan siswa untuk memperkaya
pemahamannya tentang topik yang sedang dibahas.
3. Metode Diskusi
a. Cirinva :
Dalam metode diskusi proses pembelajaran
berlangsung, melalui kegiatan berbagi atau "sharing" informasi atau pengetahuar, di antara sesama siswa.
Dalam metode ini guru berperan sebagai fasilitalor dengan memberikan masalah
alau topik yang akan dibahas dan beberapa aturan dasar dalam diskusi.
Keberhasilan diskusi di antaranya dapat dilihat dari partistpasi dan kontnibusi
peserta, ketertiban serta kelancaaran jalannya diskusi, dan tercapainya tujuan
diskusi yang tercermin dari produktivitas diskusi.
b. Keunggulan Metode Diskusi
1)
Menumbuhkan sikap ilmiah dan jiwa
demokratis karena :
i) Mendorong siswa untuk berpartisipasi serta memiliki rasa percaya diri
untukmengernukakan pendapat.
ii) Membiasakan siswa untuk mendapatkan dukungan dan sanggahan atas
pendapatnya serta menerima pendapat prang lain.
2)
Tergalinya gagasan-gagasan baru
yang memperkaya dan memperluas pemaharnan siswaa terhadap materi yang dibahas.
3)
Menciptakan suasana belajar yang
partisipatif dan Interaktif
c. Kelemahan Metode Diskusi
1)
Pembicaraan dalarn diskusi bisa
keluar dari jalur atau batasan topik yang sedang dibahas
2)
Pengajuan pendapat didominasi o1eh
siswa yang lebih siap, lebih menguasai materi dan atau oleh siswa yang memiliki
kebiasaan mendominasi pembicaraan.
3)
Peserta yang tidak siap dan tidak
percaya diri akan pasif dan tidak berpartisipasi dan berkontribusi dalam
pembicaraan,
4)
Diskusi melebihi waktu yang
ditentukan atau diskusi tidak mencapai hasil yang diharapkan ketika batas waktu
telah tiba.
5)
Ketika semua peserta diskusi tidak
siap atau ada dua pihak yang saling mempertahankan pendapatnya, diskusi akan
mengalami kebuntuan atau "dead-lock" dan tidak membuahkan hasil
yang diharapkan.
d.
Strategi Diskusi :
Dilihat dari sasaran akhir dan pengaturan
skenario perserta, strategi diskusi dapat dibedakan atas :
1). Diskusi
Tertutup
Ciri-ciri dari diskusi tertutup adalah
i.
Diskusi tertutup ditujukan untuk
menghasilkan atau berakhir dengan sebuah kesimpulan atau kesepakatan.
ii.
Dalam diskusi tertutup pemimpin
diskusi harus menguasai materi yang didiskusikan.
iii.
Pimpinan diskusi berperan dalam
mengarahkan, penetapan judul, waktu diskusi, pernbicaraan dan lalu lintas
pembicaraan.
2). Diskusi Terbuka
Diskusi terbuka memillki ciri-ciri sebagai
berikut
i.
Diskusi terbuka tidak harus berakhir
dengan kesepakatan karena lebih bersifat memperluas dan menggali pengetahuan
peserta tentang topik yang dibahas.
ii.
Topik dipilih secara demokratis
oleh peserta.
iii.
Pimpinan diskusi lebih berperan
dalam mengatur lalu lintas dan aturan pembicaraan dan waktu serta menjamin
bahwa sernua peserta berpartisipasi aktif.
e.
Diskusi Dilihat dari Pengorganisasian Peserta
Dilihat dari pengorganisasian peserta diskusi
dapat dibagi atas
1). Diskusi Umum
2). Diskusi Kelompok Kecil
3). Diskusi Pleno
f.
Langkah-langkah Penyelenggaraan Diskusi
1)
Pelajari topik atau sub topik yang
akan diajarkan dan buatlah sejumlah pertanyaan yang relevan dan diperhitungkan
dapat merangsang terjadinya diskusi yang intensif dan interaktif.
2)
Siapkan ruangan diskusi termasuk
ruangan, meubelair, serta pengaturan posisi duduk peserta.
3)
Siakan peralatan pendukung seperti
papan tulis, alat tulisnya, penguat suara, dan peralatan media jika diperlukan
atau jika tersedia.
4)
jika akan menyelenggarakan diskusi
kelompok kecil, bagilah peserta ke dalam sejumlah kelompok kecil. Siapkan juga
ruangan atau pengaturan pembagian ruangan sesuai dengan jumiah kelompok kecil.
5)
Berikan pertanyaan untuk
didikusikan oleh peserta diskusi seluruhnya pada diskusi umum atau tugas untuk
masing-masing kelompok dalam diskusi kelompok kecil. Pula penjelasan tentang
apa yang diharapkan dari diskusi tersebut dan bagaimana siswa harus
mendiskusikannya termasuk berbagai aturan dan tata tertib diskusi.
6)
Selama diskusi berlangsung, amati
apakah diskusi berjalan sebagaimana diharapkan dilihat dan partisipasi siswa,
fokus pembicaraan, ketertiban diskusi, pemanfaatan waktu, dan hasil yang
dicapali.
7)
Buatlah rangkuman hasil diskusi.
Dalam diskusi umum atau kelompok besar rangkuman dapat dilakukan dengan tanya
jawab. Dalam diskusi kelompok kecil rangkuman diskusi dapat dihimpun dalam
sebuah diskusi pleno.
8)
Berikan komentar dan tugas
tambahan kepada siswa untuk rnemperkaya pemahamannya tentang topik yang dibahas.
9)
Tutuplah diskusi dengan
menyampaikan terima kasih atas partisipasi dan keseriusan siswaa dalarn
diskusi.
4. Metode Peragaan atau Demontrasi
a. Cirinya :
Mitode peragaan dapat digunakan sebagai bagian
dari pembelajaran teori maupun praktik. Padan kata peragaan dalam bahasa
Inggris adalah demonstrasi. Sekalipun kedua kata tersebut secara umum dapat
diartikan sebagai memperilihatkan, tetapi dalam konteks pembelajaran peragaan
atau demontrasi tidak berarti sekadar rnern perhatikan tetapi lebih dari itu
peragaan diartikan sebagai pembimbing dengan cara memperlihatkan langkah-langkah atau
menguraikan rincian suatu proses.
Lebih sederhana dari peragaan adalah showing
atau memperlihatkan bentuk dan penampilan secara sepintas.
b. Keunggulan Metode Peragaan
1)
Dalarn pembelajaran teori,
peragaan akan memberikan peamahaman yang lebih konkrit tentang bagian suatu
objek atau langkah-langkah suatu proses.
2)
Dalam, pembelajaran praktik,
peragaan atau demontrasi akan menuntun siswa menguasai keterampilan tertentu
secara lebih mudah dan sistematis termasuk mengingat Key Process Area (Area Proses Kunci) atau
langkah-langkah kunci yang harus dikuasai oleh siswa.
c. Kelemahan Metode Peragaan
1)
Memerlukan waktu persiapan dan
peiaksanaan yang lebih banyak.
2)
Membutuhkan peralatan yang kadangkala
mahal dan atau tidak dimiliki oleh sekolah.
3)
Agar efektif, peragaan harus dilakukan
secara berulang dan dalarn kelompok yang kecil agar semua siswa mendapat
kesempatan untuk memperhatikan atau memainkan
peran.
d. Langkah-langkah Peragavin
1)
Langkah Perencanaan
2)
Langkah Persiapan
3)
Langkah Pelaksanaan
4)
Langkah Evaluasi dan Penutup
5.
Metode Bermain Peran a. Gambaran Umum
a.
Gambaran Umum
Metode bermain peran atau role playing adalah metode yang sangat efektif digunakan untuk
mensimulasikan kehidupan nyata. Dalam metode im disusun sebuah skenario pembelajaran
berdasarkan prosedur operasional atau kegiatan tertentu yang dapat diajarkan. Berikut
adalah contoh-contoh dari kegiatan yang dapat diajarkan dengan menggunakan
metode bermain peran.
1) Ibadah keagamaan : manasik haji, sholat berjamaah, memohon maaf kepada
lbu dan Bapak ketika lebaran, acara ritual agama selain Islam.
2) Prosedur penyurusan surat menyurat, menabung di bank, mengirim surat di
kantor pos dan pengurusan ijin usaha.
3) Kegiatan sosial dan kegnatan sehari-hari lainnya : memasukkan surat
suara dalam Pemilu, adat bertarnu, prosedur keberangkatan dengan transportasi tertentu,
tata cara makan dalam acara formal (table
manner).
4) Kegiatan upacara resmi : upacara bendera, acara pelantikan pejabat,
seminar, acara perkawinan.
5) Kegiatan dalam pekerjaan tertentu : penanganan pasien gawat darurat dirumah
sakit, penanganan keadaan darurat di sebuah gedung, melayani orang tua yang
bermasalah, penerimaan siswa baru.
b. Keunggulan Metode Bermain Peran
1)
Mampu melatih kompetensi siswa
dalam melakukan kegiatan praktis yang mendekati keadaan yang sebenamya (real situation),
sehingga sangat cocok untuk digunakan dalam pelatihan pembekalan petugas atau
pekerja.
2)
Metode bermain peran yang dirancang
secara cermat dan mendekati kegiatan yang sebenarnya serta dilaksanakan dengan
serius akan menciptakan suasana belajar PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan).
3)
Jika suasana pembelajaran
dilaksanakan secara serius dan mampu menghadirkan suasana (atmosphere) yang mendekati keadaan sebenarnya, maka penggunaan metode
permainan peran sangat efektif dalam mengerjarkan ranah efektif atau sikap.
c.
Kelemahan Metode Bermain Peran
Berikut ini adalah beberapa kelemahan utama
dari penggunaan metode bermain peran :
1)
Tidak semua guru menguasai
kompetensi yang akan disimulasikan sehingga jika dipaksakan menerapkan metode
bermain peran, maka simulasi tidak mewakili kondisi nyata.
2)
Tidak semua guru memiliki
kompetensi merancang kegiatan simulasi.
3)
Memerlukan persiapan dan penyiapan
yang matang serta membutuhkan banyak waktu dan sumber daya lainnya.
4)
jika skenanio pembelajaran tidak
dirancang dengan cermat dan tidak dilaksanakan dengan serius justru akan
menjadi kegiatan yang sia-sia dan perubahan dalam ketiga ranah perilaku tidak
akan tercapai.
5)
Bisa terjadi demotivasi dalam diri
siswa yang kurang berperan dalam kegiatan tersebut atau memainkan peran yang
kurang disukai.
6)
Jika waktu terbatas, tidak seluruh
skenario pembelajaran dapat dituntaskan sehingga tidak semua kompetensi yang,
diharapkan dapat dikuasai siswa dapat tercapai.
7)
Terdapat kemungkinan siswa hanva
menguasai kompetensi dan peran yang dimainkannya saja sehingga tidak utuh
8)
Terdapat kemungkinan siswa tidak
serius dalam memainkan perannya sehingga kegiatan pembelajaran menjadi ajang,
mencemooh di antara mereka.
d.
Kemampuan yang hams Dikuasai dalam Merancang Role Playing
Untuk dapat merancang dan menyelenggarakan
metode bermain peran dengan baik dan berhasil diperlukan sejumlah keahlian
tertentu dari seorang guru, terutama
1)
Keahlian guru yang memadai dalam
bidang kegiatan yang akan diperankan sehingga semua aspek atau komponen utama
dari kegiatan tersebut dapat dijadikan kegiatan kunci dalam bermain peran.
2)
Keahlian yang spesifik dari guru
untuk membuat skenario pembelajaran yang dapat mernadukan dengan tepat dan
serasi antara tujuan pembelajaran, sarana yang tersedia, dan kegiatan nyata
yang akan diperankan.
3)
Kesabaran dalarn mernbimbing siswa
terutama ketika ada di antara mereka yang tidak memahami atau tidak siap untuk
memainkan perannya.
4)
Kecermatan dalam mengawasi dan
mencatat hal-hal yang spesifik termasuk kelebihan dan kekurangan siswa dalam
memainkan perannya untuk dijadikan bahan diskusi sebagai penutup kegiatan
bermain peran.
e. Langkah-langkah Menyelengarakan Metode Bermain Peran
1)
Langkah Perencanaan
2)
Langkah Persiapan
3)
Langkah Pelaksanaan
4)
Langkah Evaluasi dan Penutup
6. Metode Pembelajaran Praktik
a. Gambaran Umum
Terutarna dalam pendidikan kehuruan, pendidikan
profesi dan diktat (pendidikan dan pelatihan) keterampilan perlu dilakukan pengajaran
praktik. Pengajaran praktik ditinjau dari lokasi pembelajarannya dapat
dibedakan atas :
- Pengajaran praktik di bengkel atau laboratorium
- Pengajaran praktik
di lapangan atau lokasi pekerjaan
1. Pengaran praktik di bengkel
atau laboratorium
Umunnya
diselenggarakan untuk menguji konsep, teori, atau prinsip-prinsip dasar
keilmuan tertentu. Kegiatan berisi percobaan atau eksperimen atau simulasi
teknis untuk mernbuktikan kebenaran konsep, teori, dan prinsip dasar. Pratik di
bengkel atau laboratorium juga diselenggarakan untuk melatih kompetensi tertentu
terutama kompetensi dasar dalam situasi yang disimulasikan.
2. Pengajaran Praktik di Lapangan
atau Praktik Kerja
Tujuan
utama yang diharapkan dicapai oleh pembelajar melalui pembelajaran di lapangan
antara lain :
i. Siswa memperoleh gambaran dan sunsana, nyata dari pekejaan profesinya
dan menyadari kekurangannya sehingga menumbuhkan motivasi setidaknya motivasi
ekstrinsik dan peningkatan gairah belajar dalam ciri siswa sehingga ia akan
lebih giat dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikannya.
ii. Terjadinya perubahan perilaku atau behaviour pada ranah pengetahuan,
keterampilan terutama sikap atau afektif terkait dengan profesi yang sulit
diperoleh ketika belajar praktik dalarn lingkungan simulasi di bengkel atau
laboratorium.
iii. Terjadi penularan profesionalisme atau "transfer of professionalism" dan' para pelaksana tugas di
lapangan kepada pembelajar.
b. Keunggulan Metode Pembelajaran Praktik
1) Diperolehnya perubahan perilaku ranah psikomotor dalam bentuk
keterampilan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesinya kelak.
2) Mernpermudah dan memperdalam pemahaman tentang berbagai teori yang
terkait dengan praktik yang sedang dikerjakannya.
3) Meningkatkan motivasi dan gairah belajar siswa karena pekerjaan yang
dilakukan memberikan tantangan baru baginya.
4) Meningkatkan kepercayaan diri siswa tentang profesionalisme yang
dimilikinya.
5) Khusus untuk pembelajaran praktik yang dilaksanakan di lapangan atau
praktik kerja, terdapat empat keunggulan utama lainnya yakni :
i.
Meningkatkan motivasi dan gairah
belajar siswa karena memperoleh gambaran nyata tentang pekerjaan tempat mereka
akan berkecimpung sebagai profesional kelak setelah menamatkan pendidikannya.
ii.
Memberikan masukan praktis dan
baru bagi guru serta sekolah guna meningkatkan program pernbelajaran yang akan
diterapkan di sekolah.
iii.
Menjadi sarana hubungan kerjasama
yang lebih luas dan saling menguntungkan antara sekolah dan lembaga atau perusahaan
yang bersangkutan.
iv.
Menjadi sarana promosi sekolah dan
tamatan kepada lembaga atau perusahaan yang bersangkutan.
c. Kelemahan Metode Pembelajaran Praktik
1)
Memerlukan persiapan yang matang
meliputi kegiatan clan peralatan yang diperlukan.
2)
Siswa membutuhkan waktu yang
relatif lama untuk mencapai kompetensi standar yang diperlukan di lapangan kerja
sebenarnya.
3)
Memerlukan biaya yang tinggi untuk
pengadaan bahan dan peralatan praktik.
4)
Membutuhkan biaya yang tinggi
untuk pengoperasian serta pemeliharaan peralatan praktik.
5)
Memerlukan guru yang benar-benar
yang terampit dalam melakukan pekerjaan yang akan dipraktikkan oleh siswa.
6)
Tingginya kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja mengingat siswa belum berpen-alaman clan belum terampil dalam
menggunaKan peralatan.
d. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Praktik di Bengkel atau
Laboratorium
1.
Langkah Perencanaan
2.
Langkah Persiapan
3.
Langkah Pelaksanaan
4.
Langkah Evaluasi dan Penutup
e. Langkah-langkah Pelaksanaan Praktik di Lapangan atau Praktik
Kerja
1. Langkah Perencanaan
2.
Langkah Persiapan
3.
Langkah Pelaksanaan
4.
Langkah Evaluasi dan Penutup
7. Metode Kunjungan Lapangan
a. Gambaran Umum
Kegiatan kunjungan lapangan diselenggarakan
terutama untuk mernberikan kesempatan kepada siswa atau rnahasiswa atau peserta
diklat melakukan pengamatan
kegiatan yang
berkaitan dengan dunia profesinva dalam situasi nyata di lapangan. Tujuan utama
yang diharapkan dicapai oleh pembelajar melalui pembelajaran kunjungann
lapangan antara lain :
1)
Siswa memperoleh gambaran dan
suasana nyata dari pekerjaan profesinya dan menyadari kekurangannya sehingga menumbuhkan
motivasi setidaknya ekstrinsik dan peningkatan gairah belajaar dalam diri siswa
sehingga la akan lebih giat dalanm proses pembelajaran di lembaga pendidikannya.
2)
Meluasnya wawasan atau terjadi
perubahan perilaku. (behaviour) pada
ranah pengetahuan atau kognitif terkait dengan profesinya kelak yang sulit
diperoleh melalui pembelajaran di sekolah.
h. Keunggulan Metode Kunjungan Lapangan
1) Sangat efektif dalam memperluas wawasan siswa sebagai perubahan
perilaku ranah kognitif tentang bidang pekerjaan sesuai dengan profesinya kelak.
2) Memperkuat memperdalam pemahaman tentang aplikasi berbagai teori dan
praktik yang dipelajari siswa di sekolah.
3) Meningkatkan motivasi dan gairah belajar siswa karena memperoleh
gambaran nyata tentang lapangan pekerjaan tempat mereka akan berkecimpung
sebagai profesional kelak setelah menamatkan pendidikannya.
4) Memberikan masukan praktis dan baru bagi guru serta sekolah guna
meningkatkan program pembelajaran yang akan diterapkan di sekolah.
5) Menjadi sarana hubungan kerjasarna yang lebih luas dan saling
menguntungkan antara sekolah dan lembaga atau perusahaan yang bersangkutan.
6) Menjadi sarana promosi sekolah dan tarnatan kepada lembaga atau
perusahaan yang bersangkutan.
c. Kelemahan Metode Kunjungan Lapangan
1)
Mernerlukan biaya yang relatif tinggi
untuk transportasi, akomodasi, dan konsumsi peserta kunjungan lapangan.
2)
Kegiatan di lembaga atau
perusahaan sasaran kunjungan tidak selalu sesuai dengan kompetensi yang akan
dicapai oleh siswa sebagaimana yang termuat di dalam kurtikulurn.
3)
Lokasi lembaga atau perusahaan
sasaran junjungan lapangan tidak selalu berada dalam yang jarak mudah murah
danau dan lokasi sekolah.
4)
Perencanaan dan persiapan
kunjungan lapangan yang kurang matang justru akan mengalihkan tujuan kunjungan
lapangan menjadi sekadaar wisata tanpa manfaat yang memadai dari sudut pandang
pendidikan.
d. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Kunjungan Lapangan
1). Langkaah Perencanaan
2). Langkah Persiapan
3). Langkah Pelaksanaan
8. Metode Proyek
a. Gambaran Umum
Dengan metode proyek, siswa secara individual
atau secara kelompok ditugaskan mengerjakan sebuah proyek dengan menerapkan
berbagai kompetensi yang terkait secara terpadu untuk menghasilkan sebuah produk
atau hasil karya yang nyata dan tuntas. Contoh dari penerapan metode proyek
adalah membuat program aplikasi transaksi bisnis sederhana dalam pembelajaran
komputer bagi siswa SMK, Kelompok Bisnis. Bagi siswa SMP, proyek yang dapat
ditugaskan adalah melakukan survey tentang perkembangan harga bahan pokok di
berbagai lokasi pasar lokal di sekitar sekolah sebagat bagian dari mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Bagaimanapun, dibutuhkan kreativitas guru
dalam memilih dan menetapkan proyek yang akan ditugaskan kepada siswa untuk
diselesaikan.
b. Keunggulan Metode Proyek
1) Sangat efektif dalam memfasilitasi aplikasi berbagai kompetensi secara
terpadu dalam kegiatan nyata dan produktif.
2) Sangat efektif dalam mernbangkitkan motivasi belajar dan rasa tanggung
jawab dalam diri siswa.
3) jika dikerjakan secara kelornpok maka siswa akan belajar dan berlatih
bekerja dalam sebuah tim dengan mana mereka berlatih dalam mengembangkan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dalarn pembentukan ”teamwork yang kompak meliputi :
i.
Solidaritas dan rasa persahabalan
di antara sesama anggota tim.
ii.
Mernbahas dan mendiskusikan
bersarna masalah bersama dan pemecahannya.
iii.
Membahas dan mendiskusikan bersama
prosedur pengerjaan proyek
iv.
Pembagian tugas clan
tanggungjawab.
v.
Kerjasama dan koordinasi
pelaksanaan tugas.
vi.
Menumbuh kembangkan sikap keterbukaan
terhadap kesalahan dan kelemahan diri.
vii.
Berbagi kompetensi dan pengalaman.
c. Kelemahan Metode Proyek
1)
Membutuhkan persiapan dan
rancangan yang matang
2)
Membutuhkan keahlian memadai dari
guru untuk memi1ih proyek yang sesuai dengan isi kurikulum.
3)
Dalarn beberapa, hal metode proyek
menuntut konsekuensi biaya, yang cukup besar. jika blaya ini dibebankan kepada
siswa, akan terasa memberatkan bagi siswa yang berasal dari keluarga dengan
status sosial ekonomi yang rendah.
4)
Untuk proyek yang menjangkau semua
ranah perilaku dan jenjang kompmtensi yang tinggi memerlukan waktu tambahan di
luar jadwal pelajaran.
d. Langkab-langkah Pelaksanaan Metode Proyek
1). Langkah Perencanaan
2). Langkah Persiapan
3). Langkah Pelaksanaan
4). Langkah Evaluasi dan Penutup
9. Metode Tutorial
a. Gambaran Umum
Sejatinya metode tutorial adalah metode
pembelajaran dengan mana guru memberikan bimbingan belajar kepada siswa secara
individual. Oleh sebab itu metode ini sangat cocok diterapkan dalam model
pembelajaran mandiri seperti pada pembelajaran jarak jauh dengan mana siswa.
terlebih dahulu diberi modul untuk dipelajari. Kernudian siswa dapat
mengkonsultasikan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dalam mempelajari modul
tersebut kepada seorang tutor.
b. Keunggulan Metode Tutorial
1)
Siswa memperoleh pelayanan
pembelajaran secara individual sehingga permasalahan spesifik vang dihadapinva
dapat dilayani secara spesifik pula.
2)
Seorang siswa dapat belajar dengan
kecepatan yang sesuai dengan k-emarnpuannya tanpa harus dipengaruh oleh
kecepatan belajar siswa yang lain atau lebih dikenal deng istilah"Self Paced Learning".
c. Kelemahan Metode Tutorial
1)
Sulit dilaksanakan dalam
pernbelajaran klasikal karena guru harus melayani siswa dalam jumlah yana
banyak sehingga memerlukan wktu dan pengaturan tahapan mengajar yang khusus.
2)
Jika tetap ak-an dilaksanakan,
diperlukan teknik rnengajar dalam tim atau ”team
leaching:" dengan pembagian
tugas di antara anggota tim, seorang guru mengajar secara klasikal, dan seorang
guru lainnya atau sistem melaksanakan tutorial bagi siswa yang memerlukan.
Namun. penetrapan team leaching ini
berakibat peninakatan biaya untuk membayar honorarium guru karena. bertambahnya
jumlah guru yang melayani kelas tersebut.
d. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Tutorial
1)
Langkah Perencanaan
i. Pelajari modul dengan seksama dan identifikasi bagian-bagian yang sulit
dari isi modul tersebut.
ii. Susun strategi bimbingan yang paling efektif untuk membantu agar siswa
yang menghadapi kesulitan bisa mempelajari bagian yang sulit dengan lebih
mudah.
2) Langkah
Persiapan
i. Siapkan bahan ajar tambahan atau "suplemen" seperti variasi contoh-contoh penyelesaian soal dan
atau tahapan-tahapan penyelesaian soal yang sistematis.
ii. Gunakan contoh penyelesaian soal-soal sederhana dan mudah sebagat
jernbatan menuju latihan penyelesalan soal-soal yang lebih sulit.
3) Langkah Pelaksanaan
i. Identifikasi siswa yang menghadapi kesulitan dalarn memahami modul yang
telah diberikan berikut bagian yang dirasakan sulit dipahami. Hndarkan langkah
ini dari kesan mempermalukan siswa di depan teman sekelasnya.
ii. Laksanakan tutorial dengan menggunakan bahan dan langkah-langkah yang
telah disiapkan. Untuk pernbelajaran praktik di laboratorium, peragaan ulang
dari langkah-langkah praktik yang sedang dikerjakan akan sangat membantu siswa
lebih memahami pelajaran yang sedang dilatih.
4). Langkah Evaluasi dan Penutup
i. Lakukan tanya jawab untuk meyakinkan bahwa siswa yangbersangkutan telah
mengatasi kesulitan belajarnva dari mernahami materi yang sedang dipelajari
ii. Beri tugas mandiri, termasuk mempelajari rujukan tarnbahan jika ada,
dengan tujuan memantapkan dan mernperluas
pernahamannva tentang materi yang dipelajari.
10. Metode Andragogi
a. Prinsip Metode Pembelajaran Andragogi
Secara etimologis kata adragogi berasal dari
bahasa Yunani yaitu andr yang berarti
dewasa dan agogos yang berarti
membimbing (Sudjana, 2000 : 61). Pengertian lebih luas dari istilah andragogi
di antaranya didefinisikan oleh Konwles sebagaimana dikutip oleh Sudjana (2000
: 62) yaltu " ... seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang
dewasa) untuk belajar". Jadi andragogi berbeda dengan paedagogi yang
merupakan seni mengajarkan pengetahuan kepada anak-anak.
Sudjana (2000 : 63) mengemukakan bahwa menurut
pandangan andragogi, settap pendidikan harus mampu membantu peserta didik dalam
: (a) menciptakan suasana belajar yang kondusif melalui kerjasama dalam
merencanakan program pernbelajaran, (b) menemukan kebutuhan belajar, (c)
merumuskan tujuan dan materi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan belajar, (d)
merancang pola belajar dalam sejumlah pengalaman belajar untuk peserta didik, (e)
melaksanakan kegiatan belajar dengan menggunakan metode, teknik dan sarana belajar
yang tepat dan (f) menilai kegiatan belajar serta mendiagnosis kembali
kebutuhan belajar untuk kegiatan pembelajaran selanjutnya.
b.
Asumsi-asumsi dalam Metode Andragogi
Diasumsikan menurut Gintings (2007 : 81) bahwa
orang dewasa berbeda dengan anak-anak dalam cara mereka belajar dan cara mereka
bersikap karena :
1) Orang dewasa ke dalam kelas mernbawa gaya kognitif mereka sendiri yang
telah terbentuk sebelumnya.
2) Orang dewasa telah memiliki kebiasaan belajar sendiri yang telah
terbetut melalui pengalaman belajar sebelumnya.
3) Orang dewasa telah memilliki sikap dan perasaan yang telah terbentuk
dan tidak mudah diubah.
4) Orang dewasa secara fisik memiliki keterbatasan dalam daya tahan, mobilitas,
dan konsentrasi.
Di samping itu, Suqdana (2000 : 63 - 66)
mengajukan pula sejurnlah asumsi-asums yang digunakan dalam menerapkan metode
anrdagogi yaitu bahwa orang dewasa
1). Mernpunyai konsep diri
2). Mernpunyai akumulasi pengalaman
3). Mempunyai kesiapan untuk belajar
4). Berharap dapat segera menerapkan perolehan
belajarnya
5). Memiliki kemarnpuan untuk belajar
11. Pembelajaran Kontektual / Contextual
Teaching and Learning (CTL)
Keluarga maupun anggota masyarakat karena
proses pembelajaran berlangsung alamiah di mana siswa dituntut aktif mencari,
memahami dan mengalami sesuatu atau pengetahuan tersebut. Guru bukan sekedar
mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi guru bertugas membantu siswa
mencapai kebermaknaan dalam belajar, maksudnya guru lebih banyak berurusan
dengan strategi pernbelajaran dari pada memberi informasi. Tugas guru adalah
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan pengetahuan
dan keterampilan yang baru bagi siswa dari hasil siswa menemukan sendiri
pengetahuan clan keterampilan baru tersebut.
D. MEMILIH METODE PEMBELAJARAN YANG TEPAT
Ketika memilih metode pembelajaran untuk
digunakan dalam praktik mengajar, hal-hal berikut ini harus dipertimbanakan :
1.
Tidak ada satu pun metode yang
paling unggul karena semua memiliki karateristik yang berbeda dan memillki
kelemahan serta keunggulan.
2.
Setiap metode hanya sesuai untuk
pembelajaran sejumlah kompetensi tertentu dan tidak sesuai untuk pembelajaran
sejumlah kompetensi lainnya.
3.
Setiap kompetensi memiliki
karakteristik yang urnurn maupun yang spesifik sehingga pembelajaran suatu
kompetensi membutuhkan metode tertentu yang mungkin tidak sama dengan
kompetensi yang lain.
4.
Setiap siswa memiliki sensitifitas
berbeda terhadap metode pernbelajaran.
5.
Setiap siswa memiliki bekal
perilaku yang berbeda serta tingkat kecerdasan yang berbeda pula.
6.
Setiap materi pernbelajaran
membutuhkan waktu dan sarana yang berbeda.
7.
Tidak semua sekolah memiliki
sarana dan fasilitas lainnya yang lengkap.
8.
Setiap guru juga memiliki
kernarnpuan dan sikap yang berbeda dalarn menerapkan suatu metode pembelajaran.
Dengan alasan tersebut, jalan terbaiknya
adalah mengunakan kombinasi dari berbagai metode yang sesuai dengan :
a.
Karakteristik materi yang diajarkan
b.
Karakteristik siswa
c.
Kompetensi guru dalam metode yang
akan digunakan
d.
Ketersediaan sarana dan waktu.
BAB VIII
MERUMUSKAN TUJUAN
PEMBELAJARAN
A.
PERLUNYA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN
Mengambil contoh dalam sebuah perjalanan, tujuan
harus ditetapkan sebelum keberangkatan agar baik pengemudi maupun penumpang
paham ke mana perjalanan akan berakhir dan bagaimnana cara serta route yang
akan ditempuh agar sampai ke tujuan dengan, tepat waktu, tepat sasaran, selamat
dan ternikmati. Analog dengan itu, tujuan pembelajaran harus ditetapkan sebelum
proses belajar dan pembelajaran berlangsung agar guru sebagai pengemudi dan siswa
sebagai penumpang memahami apa perubahan tingkah laku yang akan dicapai dan
bagaimana mencapainya. Dengan demikian baik guru maupun siswa dapat menyiapkan
diri baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikap untuk mengikuti proses
pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Rumusan tujuan
pembelajaran yang jelas juga sangat diperlukan oleh guru dan penyelengara
pendidikan untuk merancang dan menyediakan administrasi, sarana dan prasarana serta
dukungan lain yang diperlukan.
Sebaliknya, pembelajaran yang tidak didukung
oleh adanya tujuan yang jelas akan diselenggarakan secara tidak terarah dan
kurang terdukung oleh berbagai kebutuhan yang diperlukan. Yang paling, parah,
guru dan siswa tidak memahami apa yang akan dicapai, bagaimana mencapainya, apa
bagaimana menggunakan sarana dan prasarana yang diperlukan dan tersedia, serta
tidak jelas dan tegas bagaimana, mengevaluasi keberhasilan kegiatan. Akibatnya
terjadi penyia-nyiaan (waisting) waktu,
tenaga, dan sumber daya karena belajar dan pernbelajaran berlangsung kurang
terarah dan tidak, ternikmati oleh baik siswa maupun guru.
B. PENGERTIAN TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pernbelajaran Umum (TPU) dan Tujuan
Pembelajaran Khusus (TPK). Pembahasan tentang kedua jenis tujuan pembelajaran
tersebut adalah akan dikemukakan berikut ini.
1. Pengertian dan Merumuskan Tujuan Pembelajaran Umum
Tujuan Pembelajaran dapat dibedakan atas, TPU
adalah penyataan tentang kemarnpuan atau tingkah laku siswa sebagai hasil belajar
yang masih bersifat umum. Dikatakan umum di sini karena kemampuan tcrsebut
belum tegas dalam arti masih dalam bentuk kernampuan internal yang tidak
terarnati dan tidak terukur. Misalnya kata
kerja memahami.
Kata kerja rnemahami rnenyatakan perubahan
tingkah laku atau kemampuan yang masih sangat umum. Makna yang terkandung
dalarn kata memahami tidak memberikan gambaran yang tegas tentang tingkat dan
ilustrasi konkrit dari perubahan tingkah laku yang akan dicapai. Pemahaman seseorang
masih sulit diukur dan diamati. Oleh sebab itu, TPU tersebut masih perlu
dijabarkan menjadi TPK.
2. Pengertian dan Merumuskan Tujuan Pernbelajaran Khusus
Berbeda dengan TPU, TPK adalah pernyataan
tegas tentang kemampuan atau tingkah laku sebagai hasil belajar. Yang dimaksud
tegas di sini adalah menggunakan kata kerja Operasional yang dapat diarnati dan
diukur (observable and measureable).
Contohnya kata menyebutkan, menjelaskan, melaksanakan,
mengidentifikasikan, menyimpulkan, merekomendasikan, dan lain-lain.
Rurnusan TPK secara tegas menjelaskan
kemampuan terukur yang dapat secara nyata diamati. TPK juga menggambarkan
taksonomi dan ranah dari tingkah laku yang akan dicapai melalui pernbelajaran
yaitu pengetahuan, keterampilan dan afektif.
3. Daftar Kata Kerja Operasional dalam Rumusan Tujuan Pembelajaran
Kategori tujuan pernbelajaran dicirikan oleh kata
kerja operasional yang digunakan. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan
untuk merumuskan TPU dan TPK oleh para ahli bahasa telah dihimpun dalam suatu
tabel seperti termuat dalam lampiran I. Lampiran I ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Kolom I : berisi kata-kata kerja
Kemampuan Internal yang digunakan dalam merumuskan TPU
Koloni 2 : berisi kata kerja operasional yang digunakan
untuk merumuskan TPK.
4. Tujuan Pembelajaran dan Taxonomi Kemampuan
Dalarn menuliskan tujuan Pembelaaran, selain
ranah kernampuan hal lain yang, perlu diperhatikan adalah tingkat atau taxon
kemampuan. Namun, untuk ranah keterampilan dan sikap, sebenarnya Bloom sendiri
tidak menguraikannya menurut taxonomi.
5. Kriteria Kemampuan
Teknik
lain menuliskan tujuan pembelajaran terutarna untuk "skill objective" adalah rnelengkapi penyataan tujuan dengan
syarat-syarat atau kondisi dan kriteria yang harus dipenuhi sebagai ukuran
tercapainya perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.
6.
TPK, KBM, dan Evaluasi
Dengan merujuk kepada perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk TPK, selanjutnya dapatlah
dipilih dan ditetapkan (KBM). Kegiatan Belaiar Pembelajaran dan teknik evaluasi
yang akan digunakan.
BAB IX
KOMUNIKASI DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
KOMUNIKASI DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. DEFINISI KOMUNIKASI
Secara etimologi
kata komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu "communis" yang
artinya
sama (Mulyana, 2000 : 41). Dari arti kata ini kemudian arti komumikasi berkembang
menjadi sejumlah definisi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Dane Larson sebagaimana dikutip oleh Pace and
Fawles, 1994 (Ginting, 2007 : 116) mencatat terdapat 126 definisi komunikasi
yang dipublikasikan. Jumlah ini tentu belum termasuk definisi yang
dikemukakan oleh penulis lokal.
Masing-masing
definisi memilik kelebihan dan kekurangannya dan saling memperkuat. Seperti diingatkan oleh Black and Haroldsen, 1997
(Gintings, 2007 - 116) : "Sementara komunikasi merupakan konsep yang
digunakan secara luas, setiap orang hendaknya mengetahui bahwa tidak ada kesepakatan
yang tuntas
di antara para ahli tentang dimensi istilah itu". Oleh sebab itu ada baiknya di sini
dikernukakan beberapa definisi komunikasi untuk memperoleh gambaran yang luas dan
komprehensif tentang arti komunikasi sebagai berikut :
Bernard Berelson
dan Gary
A. Steiner (Mulyana, 2003 : 26) : "Komunikasi : transmisi, informasi, gagasan
emosi, keterampilan dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut
komunikasi.
Gerald R. Miller
(Mulyana, 2003 : 26), "Komunikasi terjadi dari suatu sumber menyampaikan
suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk- mempengaruh perilaku penerima."
Astrid Susanto
(Kariyoso, 1994 : 6). "Komunikasi adalah proses pengoran
lambang-lambang yang mengandung arti."
lambang-lambang yang mengandung arti."
Keith Davis (Kariyoso, 1994 : 6),
"Komunikasi adalah proses lewatnya informasi dan pengertian seseorang ke orang
lain."
Dari beberapa definisi
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam konteks belajar dan pembelajaran
komunikas merupakan sarana penting bagi seorang guru dalam menyelenggarakan
proses belajar dan pembelajaran dengan mana guru akan membangun pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan. Melalui kornunikasi guru
sebagai
sumber menyampaikan informasi, yang dalam konteks belajar dan pembelajaran adalah materi pelajaran, kepada penerima yaitu siswa dengan menggunakan simbol-
simbol baik lisan, tulisan dan bahasa non-verbal. Sebaliknya siswa akan menyampaikan berbagai pesan sebagai respon kepada guru
sehingga terjadi komunikasi dua arah guna meningkatkan keberhasilan komunikasi untuk
mencapai tujuan pembelajaran yaitu terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri siswa. Kesimpulan
ini sejalan dengan pendapat dari R. Wayne Pace, Brant D. Peterson, dan M. Dallas
Burnet (Effendy : 1984 : 32) yang menyatakan bahwa tujuan sentral komunikasi
terdiri atas : "to secure the
understanding to established acceptance" dan "to motivate action".
B. MODEL-MODEL KOMUNIKASI
1. Model Kornunikasi Lasswell
Lasswell seorang pakar
komunikasi pada tahun 1948 mengetengahkan model komunikasinya dengan melalui
pemyataannya yang sangat populer yaitu, "Who
says what in which channel to whom with what effect? (Mulyana, 2000 : 136).
Dalam konteks belajar dan pernbelajaran, dari pemyataan
Lasswell tersebut ada tiga hal yang dapat digaris bawahi. Pertama,
unsur komunikasi terdiri dari :
What
|
;:
|
Pengirim atau
komunikasi atau orang yang menyampaikan pesan atau guru
|
Says what
|
;:
|
Pesan atau
materi pelajaran
|
On what
channel
|
::
|
Media atau
alat bantu belajar
|
To whom it may
concern
|
::
|
Penerima atau
komunikasi atau siswa
|
At what effect
|
::
|
Dampak atau
hasil komunikasi atau hasil belajar siswa
|
Kedua, model komunikasi Lasswell
tidak
melibatkan umpan balik atau "feedback"
sehingga bersifal komunikasi satu arah dari guru kepada siswa. Gaya kornunikasi ini dalarn belajar dan pembelajaran kurang dapat diterima karena akan menyebabkan siswa pasif
dan kurang mernbangkitkan daya kritisnya. Akibatnva hasil belajar dan pembelajaran kurang maksimal.
Ketiga, model
komunikasi Lasswell tidak rnernpertimbangkan gangguan komunikasi. Model ini menggarnbarkan bahwa
proses komunikasi akan selalu berhasil, padahal dalam kenyataannya banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan komunikasi termasuk dalam proses belajar dan pembelajaran.
2. Model Komunikasi Schramm
Ada dua hal yang perlu digarisbawahi dari model komunikasi
Schramm (Gintings, 2007 : 118 - 119) sebagail berikut :
Pertama, Schramm memperkenalkan gagasan tentang
penyandian atau encoding dan
penyandian ulang atau decoding. Penyandian adalah proses
pengemasan pesan atau maksud
oleh pengirim atau komunikator ke dalam susunan simbol-simbol tertentu
seperti bahasa, tulisan, gerak tubuh, dan bahasa non verbal lainnya. Penyandian ulang adalah
proses sebaliknya, yaitu menginterpretasikan kode-kode atau simbol-simbol ke dalam makna oleh
perienma atau komunikasi. Dalam konteks belajar dan pembelajaran, guru harus mengemas rnateri pelajaran yang
akan disampaikannya ke dalam bentuk simbol-simbol kalimat yang dapat dengan mudah
diinterpretasikan oleh siswa.
Kedua, model
Schramm memperhitungkan pengaruh pengalaman atau field of experience yang dimiliki oleh komunikator dan komunikan dalarn mendukung
keberhasilan komunikasi. Dalam konteks belalar dan pembelajaran, salah satu aspek
komunikasi yang harus dipertirnbangkan oleh guru sebagai komunikator dalam mengemas
pesan adalah jenjang dan luasnya pengalaman siswa sebagai kornunikan dalarn konteks mateni pelajaran yang akan disampaikan. Kesalahan dalarn
menyesuaikan pesan dengan latar belakang pengalaman siswa akan berakibat
terjadinya salah pengertian atau miscommunicationn
atau bahkan kegagalan komunikast atau communicationn breakdown.
C. FUNGSI KOMUNIKASI
Liliweni, 22004
(Gintings, 2007 : 119) mengemukakan bahwa secara umum ada empat fungsi komunikasi dalam organisasi. Keempat fungsi komunikasi
tersebut dapat diadopsi ke dalam konteks belajar dan pembelajaran sebagai berikut :
1.
To tell atau Menjelaskan.
Komunikasi
berfungsi menginformasikan dan menjelaskan materi pelajaran termasuk informasi-informasi lain yang diperlukan siswa dalam proses pendidikannya.
2. To sell atau Menjual gagasan.
Komunikasi berfungsi menjual isi
kurikulurn yang meliputi sistem nilai, gagasan, fakta dan sikap yang diharapkan akan diadopsi atau dimiliki siswa.
3. To learn Bela jar
Komunikasi berfungsi sebagai sarana yang
diperlukan baik oleh siswa rnaupun guru untuk belajar tentang kompetensi yang
diperlukannya, tentang dirinya,
tentang diri orang dan lain dan tentang lingkungannya.
4. To decide atau
Memutuskan
Fungsi ini berkaitan dengan
bagaimana guru, dan masyarakat sekolah lainnya
memutuskan dan mengkomunikasikan
keputusannya tentang pilihan-pilihan yang dibuatnya, pendistribusian tanggung jawab dan hak, kebijkakan dan lain
sebagainya.
D. UNSUR-UNSUR
KOMUNIKAS1
1. Pengirim atau Komunikator
Komunikator adalah
yang menginisiasi pengiriman pesan. Dalam konteks belajar dan Pernbelajaran peran sebagai komunikator ini dapat
diperankan
oleh guru maupun siswa sehingga terjadi komunikasi dua arah. Ketika guru menyampaikan materl pelajaran kepada siswa, ia berperan sebagai
komunikator siswa sebagai komunikan. Sebaliknya ketika siswa bertanya atau menyampaikan jawaban pertanyaan kepada
guru, siswa
berperan sebagai komunikator dan guru berperan sebagai komunikan. Dilihat dan segi
kompetensi komunikasi, keberhasilan komunikasi di antaranya ditentukan oleh dua faktor.
a.
Kemampuan komunikator dalam
mengemas pesan yang akan disampaikannya.
b.
Kemampuan komunikan dalam
menginterpretasikan pesan yang diterimanya.
2. Penyedian atau Encoding
Yaitu proses yang
dilakukan oleh komunikator untuk mengemas maksud atau pesan yang ada dalam
benak dan hatinya menjadi simbol-simbol, suara tulisan, gerakan tubuh, dan
bentuk lainnya untuk dapat dikirimkan kepada komunikan. Dalam belajar dan pembelajaran, guru harus mengemas materi pernbelajaran yang akan disampaikannya kepada siswa
ke dalam bentuk tulisan, ucapan, atau gerakan.
3. Pesan atau Message
Adalah maksud atau
informasi yang akan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan melalui
simbol-simbol. Jadi dapat juga dikatakan bahwa pesan adalah sesuatu atau makna yang terkandung dalam simbol-simbol. Pesan ini dapat berbentuk
verbal yaitu ucapan dan tulisan, atau berbentuk non verbal berupa gerak tubuh atau ekspresi wajah. Dalam belajar dan pernbelajaran, pesan ini
adalah materi pelajaran.
4. Saluran dan Media
Saluran adalah tempat di mana
pesan dalam bentuk simbol-simbol tadi dilewatkan dari komunikator ke kornunikan.
Bagi
manusia saluran komunikasi ini di antaranya panca-indera yang dapat berupa pendengaran, penglihatan, penciuman, rabaan, dan rasa.
Oleh sebab itu, manusia dapat mengirimkan pesan secara tertulis melalui surat, papan
tulis, buku, faxcimile dan lain sebagainya. Pesan dalam bentuk
suara dapat
disampalkan secara langsung, dan melalui pengeras suara, cassette recorder, CD Player,
radio dan lain sebagainya. Pesan dalam bentuk audio visual dapat disampalkan
lewat film projector, TV dan lain
sebagainya. Semua media ini dapat digunakan dalam proses belajar dan pembelajaran.
5.
Penyandian Ulang dan Decoding
Yaitu proses yang dilakukan o1eh komunikan untuk
menginterpretasikan simbol-simbol yang diterimanya menjadi makna. Pemahaman penerima terhadap pesan yang diterimanya merupakan
hasil komunikasi,. Pemahaman siswa tentang penjelasan guru atau sebaliknya interpretasi
guru terhadap Jawaban siswa adalah proses penyandian ulang atau decoding.
6. Penerima atau Komunikan
Adalah penerima
pesan atau individu atau kelompok yang menjadi sasaran komunikasi. Ketika guru memberikan penjelasan kepada
siswa, maka siswa berperan sebagal komunikan. Sebaliknya, ketika siswa
rnenyampaikan jawaban atas pertanyaan atau usulan kepada guru, maka guru lah yang berperan sebagai
komunikan.
7. Umpan Batik atau Feedback
Adalah Informasi yang kembali dari komunikan ke
komunikator sebagai respon terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator. Dari umpan balik ini komunikator dapat
mengetahui pemaharnan dan reaksi kornunikan terhadap pesan yang dikirimnya. Dengan
adanya umpan batik ini akan terbentuk arus komunikasi dua arah.
Dalarn konteks
pendidikan,
umpan balik ini sangat
penting artinya bagi keberhasilan belajar dan
pembelajaran. Dengan adanya umpan balik dari siswa, guru akan mengetahui apakah materi yang
disampaikan telah dipahami dan apa kesulitan siswa dalam memahami jika ada selanjutnya tindakan remedial apa yang perlu dilakukannva.
Sebaliknya, urnpan balik dari guru misalnya dalam bentuk
nilai
atau hasil kerja siswa akan mengingatkan kepada siswa sampai sejauh mana penguasaannya terhadap materi yang sedang dipelajari. Berdasarkan
umpan balik tersebut siswa
dapat rnernutuskan tindakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajarnya jika kurang mernuaskan.
E. HAMBATAN KOMUNIKASI
1. Hambatan Semantik
Hambatan atau ganguan semantik atau gangguan bahasa yaitu
gangguan
yang
diakibatkan oleh kesenjangan pemahaman atau kesalahan dalarn menafsirkan pesan
oleh komunikan. Ini di artikanya disebabkan oleh pemakaian kata dan tata bahasa yang tidak tepat, serta perbedaan pengertian terhadap
istilah tertentu. Sehingga, tidak jarang pesan diterima sebagaimana yang dikirimkan, tetapi
dimaknai
secara berbeda oleh penerima. Sebagairnana dikemukakan dalam model komunikasi
Schramm, latar belakang pengetahuan komunikan yang berbeda dengan komunikator juga
mempengaruhi daya pemahaman komunikan terhadap pesan yang diterimanya.
2. Hambatan Saluran
Hambatan atau
gangguan yang terjadi pada saluran atau channel
noise mempengaruhi keutuhan fisik simbol-simbol yang dikirim oleh komunikator kepada
komunikan. Kesalahan cetak dalam buku pelajaran, terganggunya suara guru atau siswa karena
kebisingan yang terjadi di dalam kelas tidak terlihatnya tulisan guru di papan tulis karena padamnya
lampu dan bergoyangnya gambar di layar overhead
projector adalah beberapa contoh gangguan saluran komunikasi dalam belajar dan pembelajaran.
3. Hambatan Sistem
Sekalipun tidak
terjadi hambatan semantik dan tidak juga terjadi hambatan saluran, akan tetapi
sebagaimana dikemukakan oleh Woolcott, Unwin dan Kandom, 1993 (Gintings, 2007 :
122), "Pesan yang disampalkan tidak akan tiba pada pihak yang memerlukan
informasi yang tepat dan cepat jika tidak tersedia sistem formal yang efektif
" Pernyataan ini mengingatkan bahwa kelancaran dan keberhasilan komunikasi
di sekolah juga ditentukan di antaranya oleh kebijakan dan sarana yang
tersedia. Kasus siswa yang bunuh diri hanya karena tidak marnnu mernbayar iuran
untuk membeli media pembelaran adalah bukti nyata harnbatan sistem ini.
Sekiranya sekolah tersebut terselenggara sistem-sistem komunikasi yang baik,
kejadian yang menyedihkan tersebut dapat segera dicegah.
4. Hambatan Hubungan Interpersonal
Terkait dengan hambatan sistem, sikap
seseorang dalam memandang arti dan manfaat komunikasi akan menentukan apakah la
mendukung atau justru nenghindarkan terjadinya kornunikasi. Sikap tertutup guru
atau sebaliknya sikap tertutup siswa akan menjadi hambatan komunikasi di
antara, guru dengan siswa yang berujung kepada kurang, kondusifnya suasana
belajar dan pembelajaran. Bagaimanapun situasi ini akan berpengaruh pula
terhadap keberhasilan belajar siswa.
F. ARAH KOMUNIKASI
Dalam proses belajar dan pembelajaran ada tiga
arah komunikasi yang mungkin terjadi baik secara terpisah maupun secara
bersamaan. Ketiga arah komunikasi tersebut adalah
• Komunikasi satu arah
• Komunikasi dua arah
• Komunikasi multi arah
G. JENIS-JENIS KOMUNIKASI
Dalam bagian ini akan dibahas tentang berbagai
jenis komunikasi yang terkait dengan guru dalam belajar dan pembelajaran. Jenis
komunikasi tersebut meliputi :
-
Komuunikasi verbal
-
Komunikasi non verbal
-
Komunikasi antar pribadi
-
Komunikasi intrapribadi
-
Komunikasi organisasi
-
Komunikasi antar budava
H. GURU DAN KOMUNIKASI DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Setelah dihahas dengan cukup luas rnengenai
berbagai aspek teknik komunikasi, perlu dikemukakan tentang apa yang harus
dilakukan oleh seorang guru sehubungan dengan membangun komunikasi yang
kondusif dalarn belajar dan pembelajaran. Sehubungan dengan itu, ada sejumlah
saran kepada guru untuk diterapkan dalam pelaksanaan tugas profesinya yaitu :
Pertama : untuk meningkatkan keberhasillan pelaksanaan tugasnya dalam
penyelenggaraan belajar dan pembelajaran, selain kompetensi lainnya, guru harus
memiliki kompetensi komunikasi karena komunikasi merupakan sarana utama dalam
belajar dan pembelajaran. Di antara kompetensi komunikasi yang harus dikuasai
oleh guru adalah :
a.
Kemampuan menggunakan bahasa
pengantar yang baik, benar, efektif, dan efisien serta disesuaikan dengan
tingkat kernampuan siswa.
b.
Mengatur irama suara melalui
pengaturan variasi nada, volume, dan kecepatan sehingga tidak mernbosankan
siswa.
c.
Menggunakan bahasa nonverbal seperti
gerakan tubuh (body language) atau gesture dan movement
serta ekspresi lainnya untuk memberikan kesan dan tekanan terhadap materi
penting yang disampaikan.
Kedua : Guru harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki kompetensi
komunikasi yang baik sebagai syarat untuk mampu melakukan komunikasi yang
produktif dalam arti efektif dan efesien. Seorang guru harus mampu mengemas
pesan-pesan pembelajaran dengan baik meliputi susunan kalimat, tata bahasa,
pemilihan istilah hingga menyesuaikan kemasan dengan latar belakang kernampuan
dan pengalaman siswa. Kegagalan guru dalam melakukan komunikasi yang tepat hanya
akan mernbuat kegiatan belajar dan pembelajaran yang diselenggarakannya kurang
bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi siswa.
Ketiga : Guru menjamin bahwa semua siswa memillki kesempatan dan memiliki
keberanian mengemukakan pendapatnya dalam diskusi atau kegiatan belajar
lainnya. Dengan demikian akan tercipta arus komunikasi yang multi-arah
sehingga, semua siswa dapat mengekspresikan potensinya secara maksimal. Terkait
dengan hal ini, guru harus mampu mendeteksi terjadinya hambatan komunikasi
terutama akibat dominasi siswa atau kelompok siswa tertentu terhadap siswa, dan
kelompok siswa lainnya. Dalam konteks pergaulan di sekolath, dampak lebih luas
dari dominasi ini adalah terjadinya "bulimia"
yaitu eksploitasi kelompok siswa tertentu terhadap kelompok siswa lainnya.
Keempat : Di samping itu, guru harus pula mampu membaca adanya rasa rendah
diri pada sebagian siswa yang menyebabkannya enggan berpartisipasi dalam
komunikasi dengan sesama temannya maupun dengan guru. Ketertutupan ini akan
menyebabkan siswa tersebut kurang memiliki kesempatan memperoleh manfaat dari
kegiatan belajar dan pembelajaran melalui kegiatan yang bersifat kooperatif dan
kolaboratif. Ketertutupan juga layak dikhawatirkan menjadi sebab siswa akan
menghadapi kesulitan dalam kehidupan sosialnya kelak di kemudian hari. Dalam
kasus seperti itu meningkatkan keterbukaan hati dan rasa percaya diri serta mendorong
agar aktif berkomunikasi dengan guru dan sesama siswa lainnya.
Kelima : Bagaimanapun kelas merupakan tempat di mana kehidupan berbangsa dan
bernegara ditanamkan dalam jiwa siswa. Dalam konteks masyarakat Indonesia
sebagai bangsa yang pluralis. guru harus mampu menciptakan iklim komunikasi
yang mencerminkan kehidupan yang Bhineka
Tunggal Ika. Lebih tegas lagi, guru harus marnpu menciptakan kelas sebagai
miniatur NKRI melalui penciptaan iklim komunikasi
yang kondusif dengan
demikian sebagaimana ditekankan oleh Unesco, bahwa pendidikan di antaranya di
tujukan untuk membentuk siswa yang, mampu untuk "To live together" atau hidup bersama secara setara dan saline
membantu.
BAB X
MEDIA DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
MEDIA DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. PENGERTIAN MEDIA DALAM BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
Kata media adalah bentuk jamak dari kata
medium yang berasal dari bahasa Latin yang berarti pengantar atau perantara.
Dalam konteks belajar dan pembelajaran, media dapat artikan sebagai segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan atau materi ajar dari guru sebagai
komunikator kepada siswa sebagai komunikan dan sebaliknya.
Ada juga yang mengartikan media sebagai alat
bantu mengajar atau ”teaching aid”.
Oleh sebab itu, sekalipun telah tersedia media pembelajaran, masih diperlukan
guru, teknik, metode, dan sarana serta prasarana lain termasuk dukungan
lingkungan untuk menciptakan komunikasi untuk penyampaian pesan pembelajaran
dengan berhasil sebagaimana direncanakan oleh guru.

Gambar
10.1. Kedudukan Media dalam Penyampaian Pesan
Pembelajaran
B.
MANFAAT PENGGUNAAN MEDIA DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Dalarn Pedoman Penatar Pekerti-AA yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi - Departemen Pendidikan
Nasional disebutkan ada delapan rnanfaat media dalarn penyelenggaraan belajar
dan pernbelajaran waktu :
1.
Penyampaian materi pembelajaran dapat
diseragamkan.
2.
Proses instruksional lebih
menarik.
3.
Proses belajar lebih interaktif
4.
Jumlah waktu belajar mengajar
dapat dikurangi.
5.
Kualitas belajar dapat
ditingkatkan.
6.
Proses belajar dapat terjadi kapan
dan di mana saja.
7.
Meningkatkan sikap positif siswa terhadap
proses dan bahan belajar.
8.
Peran pengajar dapat berubah ke
arah positif dan produktif.
C. JENIS-JENIS MEDIA DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1. Media Visual
Media ini menampilkan materi pembelajaran dalam
bentuk sesuatu yang dapat dilihat oleh mata manusia. Berdasarkan teknologinya,
alat media visual dapat dibedakan atas :
a. Media visual non-elektrik atau non-elektronik
Yaitu media visual yang bekerjanya atau
penggunaannya tidak memerlukan tenaga listrik. Contoh dan media visual
non-elektrik atau non-elektronik adalah sebagai berikut :
1) Papan tulis
2) White Board
3) Flane Board
4) Flip Chart
5) Poster
6) Model atau Solid Aid.
b. Media visual elektrik atau elektronik
Yaitu media visual yang bekerjanya atau
penggunaannya memerlukan tenaga listrik. Contoh dari media visual elektrik atau
elektronik adalah sebagai berikut :
1). Slide Projector
2). Opaque Projector
3). Overhead Projector atau OHP
2. Media Audio
Media ini menampilkan materi pelajaran dalam
bentuk sesuatu yang dapat didengar oleh telinga manusia. Berdasarkan
teknologinya alat media audio dibedakan atas
- Media audio non-elektrik atau non-elektronik
Yaitu
media audio yang bekerjanya atau penggunannya tidak memerlukan tenaga listrik.
Contoh dari media audio non-elektrik atau non-elektronik adalah peralatan musik
akustik seperti gitar, gamelan, dan lain sebagainya yang di gunakan dalam
pembelajaran seni suara atau seni musik.
- Media audio elektrik atau elektronik
Yaitu
media audio yang bekerjanya atau penggunaannya memerlukan tenaga listrik.
Contoh dari media audio elektrik atau elektronik adalah sebagai berikut:
1). Amplifier
2). Radio
3). Tape
Recorder
4). CD
Player
3. Media Audio-Visual
Media ini menampilkan maten pembelajaran dalam
bentuk sesuatu yang dapat didengar oleh telinga dan dilihat oleh mata manusia.
Pada beberapa Jenis peralatan audio visual gambar yang ditampilkan juga dapat
bergerak. Contoh dari peralatan media audio visual adalah : slide projector yang dipadukan dengan tape reccorder, televisi, film strip
projector, video player, dan DVD player
dan computer.
Keunggulan darl media visual adalah bahwa
dengan semakin banyaknya panca indera yang dilibatkan dalam proses komunikasi
pernbajaran, maka semakin banyak materi pembelajaran yang dapat diserap oleh
siswa. Di samping itu, media audio visual dapat menyajikan objek dan peristiwa
nyata di kelas untuk dijadikan bahan pembahasan atau diskusi yang menarik.
4. Multimedia
Media int menampilkan materi pernbelajaran
dengan teknik yang memadukan sernua keunggulan peralatan media audio dan visual
dengan berbagai teknik penyajian yang memanfaatkan teknologi komputer dan LCD Projector sebagai peralatan utamanya.
Dengan penggunaan multimedia, guru dapat langsung mengetik hasil diskusi dan
menampilkannya dalam waktu bersamaan di layar. Multimedia juga memungkinkan
dilakukan animasi, pemotongan sebagian dari gambar objek untuk diperbesar dan dijadikan
bahan pembahasan dan lain sebagainva.
Keunggulan lain, selain hasilnya dapat
langsung dicetak untuk dibagikan kepada siswa dalam bentuk hard copy, siswa juga dapat mengcopy
langsung, untuk- memperoleh soft copy ke dalarn CD atau flash disc. Multimedia juga memungkinkan untuk belajar secara
individual dan melakukan belajar jarak jauh
atau dikenal dengan istilah e-learning.
Namun demikian, penggunaan multimedia membutuhkan
keterampilan yang khusus dalarn pengoperasian komputer dengan perangkat lunaknya.
jika pengajar tidak memiliki kemampuan tersebut, maka la memerlukan seorang
asisten atau operator. Selain itu, penggunaan multiniedia juga memerlukan biaya
pengadakan dan pengoprasian yang mahal.
BAB XI
MENYIAPKAN BAHAN PELAJARAN
MENYIAPKAN BAHAN PELAJARAN
A. PENGERTIAN
TENTANG BAHAN PEMBELAJARAN
Bahan pembelajaran adalah rangkuman materi
yang diajarkan yang diberikan kepada siswa dalam bentuk bahan tercetak atau
dalam bentuk lain yang tersimpan dalarn file elektronik baik verbal maupun,
tertulis. Untuk mengupayakan agar siswa memiliki pemahaman awal tentang materi
yang akan dibahas, sebaiknya bahan pembelajaran diberikan kepada siswa sebelum
berlangsungnya keglatan belajar dart pembelaiaran. Dengan dernikian, dapat
diharapkan partisipasi akitif siswa dalam diskusi maupun tanya jawab di kelas.
B. PERBEDAAN
BAHAN PEMBELAJARAN DENGAN BUKU TEKS
Tidak sedikit kalangan yang
salah paham dalam mengartikan bahan pembelajaran sehingga menyamakannya dengan
buku teks. Oleh sebab itu perlu dikemukakan perbedaan antara keduanya yang
secara umum sebagaimana dikemukakan dalam tabel 11 .1. berikut :
Tabel 11.1.
Perbedaan Bahan Pernbelajaran dan Buku. Teks
Aspek
|
Bahan
Pembelajaran
|
Buku
Teks
|
Tujuan
Pembelajaran
Yang
Terkandung
|
Spesifik- sesuai dengan
standar
kompetensi lulusan
|
Bersifat umum sesuai
dengan asumsi penulis
|
Isi
|
Rangkuman atau cuplikan
dari
buku teks atau prosedur
kegiatan yang terkait
langsung
dengan tujuan
pembelalaran dan
standar isi atau meruiuk
kepada
TNA( Training Needs Anaysis)
|
Dapat merujuk sepenuhnya
kepada kurikulum akan
tetapi dapat merujuk
kepada sistematika ilmiah suatu topik bahasan.
|
Tingkat kedalaman
materi
|
Disesuaikan dengan
kondisi
kelas dan atau
berdasarkan tes
awal
|
Disesuaikan dengan
tuntutan perkernbangan
i1miah
|
Bentuk
|
Cuplikan, Rmgkasan'Materi,
Prosedur
|
Himpunan materi lengkap
|
Macamnva
|
Lembar Teon atau Hand
Out,
Modul, Lembar Praktik
atau Job
Sheet, Tape Recorder, CD
Pembelajaran
|
Buku, majalah, dan diktat
|
Pembuat
|
Guru vang akan menvajikan
materi atau tim yang ditunjuk oleh lembaga pengelola pendidikan
|
Penulis professional yang
bekerjasama dengan penerbit
|
Lingkup Penggunaan
|
Internal lembaga
pendidikan tertentu
|
Masyarakat luas
|
C. MANFAAT BAHAN PEMBELAJARAN
1. Jika diberikan kepada siswa sebelum kegiatan belajar dan
pernbelajaran berlangsung maka siswa
dapat mempelajari lebih dahulu materi yang akan dibahas sehingga siswa:
- Memiliki kemampuan awal (entry behaviour) yang memadai untuk mengikuti kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga dapat mencapai keberhasilan belajarnya yang maksimal.
- Dapatdiharapkanpartisipastaktifnyadalamdiskusidantanyajawabketikakegiatan belajar dan pembelajaran berlangsung.
2.
Pembelajaran di kelas berjalan
dengan lebih efektif dan efisien karena waktu yang tersedia dapat digunakan
sebanyak-banyaknya untuk kegiatan belajar dan pembelajaran yang interaktif
seperti tanya Jawab, diskusi, dan kerja kelompok.
3.
Siswa dapat mengembanekan kegiaian
belaJar mandiri dengan kecepatannya sendiri.
D. KRITERIA BAHAN PEMBELAJARAN YANG BAIK
- Sesuai dengan topik yang dibahas
- Mernuat intisari atau informasi pendukung untuk memahami maten yang dibahas
- Disampaikan dalarn bentuk kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana, sisternatis sehingga mudah dipahami
- Jika perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk lebih mempermudah memahami isinya
- Sebaiknva diberikan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga dapat dipelajarl terlebih dahulu oleh siswa
- Mernuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa.
E. STRATEGI
MENYUSUN BAHAN PEMBELAJARAN
1. Menyusun
bahan pembelajaran berdasarkan kurikulum
Ketika menjalankan tugas mengajar pada
pendidikan formal atau non-formal yang penyelenggaraannya menggunakan
kurikulum, maka rujukan utarna dari bahan ajar yang disusun adalah:
a.
Standar kompetensi lulusan yang
tertuang dalam tujuan pembelaja
b.
Standar isi
c.
Standar sarana
d.
Buku pegangan utama yang digunakan
2. Menyusun
bahan pembelajaran berdasarkan peta pemikiran
Peta pernikiran atau "mind map" dapat disusun dengan
mengajukan pertanyaan filosofis yang dikenal dengan istilah 5 W + 1 H yang
berarti :
Ø
What atau Apa
Ø
Who atau Siapa
Ø
Why atau Mengapa
Ø
When atau Kapan
Ø
Where atau Dirnana
Ø
How atau Bagaimana
F. ASPEK PROFESIONALISME DAN LEGALITAS
Dalarn rnengernbangkan bahan pernbelajaran
seorang guru sebagai akadernisi dituntut untuk merniliki jiwa dan kesadaran
profesionalisme. Yang dirnaksud Jiwa dan kesadaran profesionalisme terutarna
terkait dengan:
1. Kebenaran ilmiah
dari isi yang termuat di dalarn bahan pernbelajaran
2. Relevansi materi
yang terkandung dengan tujuan belajar
dan pebelajaran
3. Disajikan dengan
rnenarik sehingga mudah dipaharni
Di sarnping itu, seorang guru dalarn menyusun
bahan pernbelajaran harus memperhatikan kaidah hukurn dan perundang-undangan
yang berlaku terkait plagiarisme dan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).
BAB XII
PENGELOLAAN KELAS
PENGELOLAAN KELAS
A. PENGERTIAN PENGELOLAAN KELAS
Suharsimi Arikunto sebagaimana dikutip oleh
Djamarah dan Zain (2006 : 177) mengartikan pengelolaan kelas sebagai kernampuan
guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian
kesempatan yang scluas-luasnya kepada setiap personal untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana yang
tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien untuk perkembangan murid.
Fathrrohman dan Sutikno (2007 : 104)
menyimpulkan bahwa pengelolaan kelas merupakan usaha yang dengan sengaja
dilakukan oleh guru agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien
guna mencapai tujuan pernbelajaran.
Dari kedua pendapat tersebut dapat dikatakan
bahwa secara praktis pengelolaan kelas dapat diartikan sebagal up-aya dan
tindakan yang dilakukan oich guru untuk menciptakan suasana belajar dan
pembeiajaran yang kondusif bagi tercapainya lujuan pembeiajaran. Pengertian ini
meliputi pengelolaan administrasi, sarana dan prasarana baik fisik maupun non
fisik.
B. TUJUAN PENGELOLAAN KELAS
Berpegang pada pengertian pengelolaan kelas
yang telah diungkapkan sebelumnva, dirumuskan bahwa pengeiolaan kelas adalah
upaya untuk menciptakan berlangsungnya maka kegiatan belajar dan pembelajaran
baik di dalarn ruangan maupun di luar ruangan secara produktif, aktif, kreatif,
dan menyenangkan (PAIKEM). .Indikator keberhasilan pengelolaan kelas yang mampu
menjadi salah satu pendukung terciptanya kegiatan belajar dan pembelajaran yang
PAKEM adalah :
- Terjadi perubahan perilaku atau tercapainya tujuan belajar dan pembelajaran secara maksimal sebagaimana diharapkan di dalam kurikulum.
- Selarna jam pelajaran berlangsung, guru dan siswa terlibat secara aktif dan saling berinteraksi dalarn kegiatan belajar dan pembelajaran sebagaimana dirancang di dalam RPP.
- Terjadi kegiatan-kegiatan yang bersifat perluasan dan pengayaan yang positif dan produktif, melampaui skenario belajar dan pembelajaran yang telah disusun di dalarn RPP

- Tercipta suasana batin atau suasana hati yang ceria dan antusias baik di dalam diri guru maupun siswa selama kegiatan belajar dan pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain terlihat jelas adanya motivasi instrinsik di dalarn diri guru dan siswa.
- Tidak dirasakan kelelahan mental dan fisik di dalam diri siswa maupun guru selama dan setelah kegiatan belajar dan pembelajaran berlangsung.
- Tidak terjadi kecelakaan kerja baik terhadap siswa maupun guru selama kegiatan belajar dan pembelajaran beriangsung.
C. ASPEK-ASPEK KELAS YANG HARUS DIKELOLA DAN MANFAATNYA
1. Aspek Administrasi
Administrasi kelas
meliputi berbagai kegiatan tata usaha dan pendataan yang terkait dengan subjek
dan sarana pendidikan yang ada di kelas. Kegiatan administrasi kelas yang
menjadi tanggung jawab guru meliputi :
- Absensi atau catatan kehadiran siswa.
- Laporan tentang materi yang dibahas selama kegiatan belajar dan pembelajaran berlangsung.
- Laporan tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang beriangsung selama jam pelajaran.
- Catatan-catatan anekdotal atau kejadian penting yang terjadi selama kegiatan belajar dan pembelajaran berlangsung.
- Catatan tentang keberadaan, penggunaan serta peralatan yang digunakan meliputi peralatan media, peralatan praktik, meubelair dan peralatan terkait lainnya.
- Catatan tentang ketersedlaan dan penggunaan bahan praktik yang digunakan.
- Administrasi nilai siswa baik nilai harian, nilai tes formatif, nilai tes surnatif, nilai akhir mata pelajaran, serta nilai kepribadian siswa.
- Bagi seorang wali kelas termasuk pengadministrasian nilai raport siswa untuk sernua rnata pelajaran yang dlikutinya.
2. Aspek Fasifitas Fisik
Dalam aspek fisik,
seorang guru bertanggung jawab dalam mengelola ketersediaan, keterpakaian,
perawatan, serta keselamatan penggunaan berbagai fasilitas fisik yang
diperlukan bagi terselenggaranya kegiatan belajar dan pernbelalaran secara
rnaksimal. Aspek fisik ini meliputi fasilitas :
a.
Ruangan termasuk rasio sjsxva
dengan luas ruangan, penerangan, kecukupan udara dan kebisingan
b. Meubelair
c. Peralatan media
d. Peralatan
praktik
e. Peralatan
keselamatan kerja termasuk peralatan P3K dan pernadam kebakaran
f. Peralatan pendukung lainnya.
3. Aspek Fasilitas Non fisik
Aspek ini terutama
terkait dengan aspek psikologis yang dirasakan oleh guru dan siswa. Guru harus
menjamin bahwa di kelasnya :
a. Tidak terladi intimidast atau
konflik antara guru dengan siswa, di antara sesama siswa, serta di antara guru, siswa dan
pengelola pendidikan lainnya.
b. Tidak terdapat dominasi atau diskriminasi baik perlakuan, perhatian,
dan komunikasi antara guru dengan siswa, di antara sesama siswa serta di antara
guru, siswa dan pengelola pendidikan lainnya.
c. Semua siswa secara proporsional memperoleh layanan pendidikan baik
sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
d. Semua siswa memperoleh kesempatan dan diorong untuk mengekspresikan
pendapat dan menampilkan dirinya secara positif dalam rangka rriendukung
pertumbuhan kepribadiannya yang unik dan positif serta berprestasi sesual
den-gan bakat yang dimilikinya.
e. Semua siswa tidak tercabut dari akar budava dan keyakinan aslinva
tetapi dibimbing untuk menjadi bagian
dari semesta yang pluralistis.
Terciptanya suasana
non fisik seperti ini di kelas sangat diperlukan bagi penciptaan suasana belajar
dan pernbelajaran yang menyenangkan. Lebih jauh dari itu, jika siswa dimisalkan
sebagai bibit tumbuhan., suasana kelas yang, kondusif merupakan tanah dan
lingkungan yang sangat mendukung turnbuh menjadi tanaman yang subur, indah,
segar, dan rnanfaat baik bagi dirinva, keluarganya, maupun bagi masyarakat luas
dan lingkungannya.
D. BEBERAPA TIPS UNTUK MENCIPTAKAN
PENGELOLAAN KELAS YANG BAIK
Ada beberapa tips menurut Gintings, (2008 -
163 - 165) untuk menciptakan pengelolaan kelas yang baik, vaitu
1. Tata Letak Kursi
Ada
beberapa cara mengatur tata letak kursi atau bangku di dalarn ruangan belajar.
Tata letak ini di
antaranya dipengaruhi oleh tiga hal :
- Banyaknya siswa atau besar kecilnva kelompok.
- Kegiatan belajar dan pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
- Bentuk dan ukuran ruangan.
Salah satu atau
kombinasi dan ketiga faktor tersebut akan menentukan tata letak kursi yang
bagaimana yang paling cocok digunakan sehingga siswa merasa nyarnan dan
memperolch kesempatan menglkuti kegiatan belajar dan pembelajaran dengan baik.
2. Mengatasi Demam Panggung
Beberapa cara untuk
mengatasi &-marn panggung adalah sebagai berikut
a. Persiapan hendaknya matang, karena bila guru menguasai materi dan
tahu cara menyampaikannya dengan efektif, maka akan bangkit rasa percaya pada
diri sendiri.
b. Kuasai betul kata-kata pembukaan, lima menit pertama merupakan
ujian. Bila guru berhasil melaluinya, maka akan timbul rasa tenang dan
selanjutnya sesi akan berjalan dengan lancar.
c. Jangan menghafal mati kata-kata yang akan diucapkan. Buatlah
catatan-catatan kecil dahulu dan pelajarilah.
d. Mernbuat catatan kecil dalarn kartu akan banyak membantu kelancaran
bicara kita.
e. Berlatihlah di
depan cermin panjang untuk melihat penampilan di depan siswa.
f. Pelajarilah siswa yang hadir bila mungkin perhatikanlah mereka
sebelurn sesi dirnulai. Pada saal membuka sesi pandanglah mereka sebentar
sampai mereka diam. Ini akan memberikan ketenangan dan kepercayaan diri
pernyaji atau guru.
g. Perlu membentuk sikap mental yang tepat. Yakinkan diri bahwa
kelompok ini akan belajar dari guru dan mereka lebih tertarik pada materi yang
akan guru berikan dari pada diri guru secara pribadi.
h. Konsentrasikan untuk membantu para siswa rnengikuti sajian guru
secara santai. Dengan cara ini guru sendin juga merasa santai.
i.
Setelah persiapan untuk mengatasi demam panggung dirasa sudah cukup matang,
untuk menambah motivasi dan rasa percaya diri, lakukan IMAGERY TRAINING yaitu melakukan simulasi ruangan sendiri dengan
membayangkan peristiwa penyajian yang akan guru lakukan dari cara berpakaian
sampal dengan presentasi selesai.
BAB XIII
EVALUASI BELAJAR
EVALUASI BELAJAR
A. KEGUNAAN EVALUASI BELAJAR
Mehrens dan Lehman Newble dan Cannon, 1983
dalam Gintings, 2008 : 168) menemukan serta menunjukkan beberapa kegunaan atau tujuan
dari evaluasi belajar yaitu,
- Menilai tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan.
- Mengukur peningkatan kemampuan dari waktu ke waktu.
- Merangking siswa berdasarkan pencapajan tujuan belajamya
- Mendiagnosa kesulitan-kesulitan belajar yang dialami siswa.
- Mengevaluasi efektivitas metode mengajar yang ditarapkan.
- Mengevaluasi efeiktivitas kursus.
- Memotivasi peserta didik untuk belajar.
Perlu digaris bawahi bahwa walaupun mungkin
saja satu penilaian dapat digunakan untuk lebih dari satu kegunaan di atas, tetapi
tidak jarang pula suatu penilaian kurang termanfaatkan sehingga gagal memberikan
data yang valid (sahih) dan reliabel (ajeg).
Jangan dilupakan bahwa evaluasi belajar sangat
berpengaruh bagi siswa terutama apablia evaluasi tersebut berdampak bagi masa
depan mereka seperti halnya tes sumatif. Dalam hal ini, evaluasi dapat berdampak
positif, tetapi juga dapat berdampak negatif. Oleh sebab itu, diperlukan kearifan
dalam melaksanakan evaluasi.
Di antara yang harus diperhatikan adalah bahwa
evaluasi benar-benar valid (sahih alau absah.) dalam arti terkait dengan tujuan
instruksional dan rnerefleksikan isi materi yang diajarkan dan kegiatan belajar
dan pembelajaran selarna pendidikan berlangsung.
B. TES FORMATIF DAN TES SUMATIF
1. Tes Formatif
Tes formatif adalah tes yang dilaksanakan
ketika program pendidikan sedang berjalan. Tujuan utama dari tes formatif
adalah untuk rnengetahui masalah dan hambatan kegiatan belajar mengajar
termasuk metode belajar dan pernbelajaran yang digunakan guru, kelemahan dan kelebihan
seorang siswa. Hasil tes formatif merupakan Umpan balik positif bagi guru dan
siswa. Oleh karena itu, tes ini dapat dilaksanakan
secara kurang formal
seperti tes lisan misalnya.
Sedangkan tes uraian adalah tes dengan reliabilitas
yang rendah. Dengan tes jenis ini dimungkinkan adanya dua jawaban yang berbeda
dari dua orang siswa yang berbeda, tetapi diinterpretasi atau diberi nilai yang
sama oleh guru penilai yang sama. Sebaliknya, guru yang berbeda ketika menilai
satu kertas kerja dari seorang siswa yang sama akan diinterpretasikan secara
berbeda dan memberikan nilai yang berbeda pula.
3. Praktis
Sebaik apapun validitas dan reliabilitas suatu
tes, masih perlu dipertimbangkan apakah tes tersebut cukup praktis diterapkan.
Praktis di sini meliputt dana, waktu, kemampuan penguji dan pengolah. Tes
praktik kedokteran dengan menggunakan pasien sebenarnya penguji sangat valid
dan reliable. Tetapi metode tes
seperti ini tidaklah praktis. Sangat sulit mengumpulkan pasien dengan keluhan
yang sama untuk sejumlah peserta tes.
D. PATOKAN ACUAN NORMA DAN PATOKAN ACUAN KRITERIA
Dalam teknik evaluasi belajar dikenal 2 (dua)
patokan acuan atau metode menetapkan nilai hasil tes. PAN (Patokan Acuan
Kriteria atau Criterion Referenced). Dengan PAN standar (Patokan Acuan Norma)
penilaian yang dijadikan dasar dalam menentukan nilai akhir dan kelulusan
seseorang ditentukan dengan hasil evaluasi seluruh peserta. Dengan kata lain, nilai
yang diperoleh peserta adalah relatif terhadap nilai seluruh peserta yang
ditetapkan secara statistik dengan distribusi normal atau tabel konversi.
1. Kelemahan Penilaian Menggunakan PAN
Kelemahan dari penggunaan PAN dapat dijelaskan
dengan menggunakan contoh-contoh berikut ini :
- Dua buah SMA yang berada di wilayah yang sama menerapkan tes yang tidak distandarkan dan dibuat o1eh sekolah masing-masing. Penilaian yang dilakukan oleh kedua sekolah menggunakan PAN.
- Seorang siswa bernama Dadap mengikuti pendidikan di SMA X yang merupakan sekolah dengan prestasi rendah memperoleh nilai rata-rata A. Siswa tersebut adalah siswa termasuk kategori terbaik di antara siswa yang bodoh.
- Seorang siswa bernama Waru menjalani pendidikan di SMA Y yang merupakan sekolah unggul memperoleh nilal C. Siswa tersebut termasuk kategori siswa dengan prestasi sedang-sedang saja di antara siswa-siswa yang unggul.
Dari kedua contoh tersebut, dapat disimpulkan
kualitas hasil pendidikan di wilayah dalam mana kedua sekolah X dan Y berada
tidak standar. Hasil evaluasi akan mengecoh pengguna tamatan kelak Ketika
keduanva si Waru dan si Dadap melanjutkan ke perguruan tinggi yang sama, akan
terlihat bahwa si Dadap ketika di SMA memperoleh nilai rata-rata A menghadapi
kesulitan mengikuti perkuliahan. Sebaliknya si Waru justru dapat lebih cepat
memahami isi perkuliahan walau ketika di SMA memperoleh nilai rata-rata C.
2. Keunggulan Penilaian Menggunakan PAN
Keunggulan utama penggunaan PAN adalah bahwa
peserta lebih banyak yang lulus atau memperoleh nilai tinggi.
3. Kelemahan Penilaian Menggunakan PAK
Karena nilai siswa ditentukan berdasarkan
kriteria yang terstandar, bukan dibandingkan terhadap teman sekelompoknya, maka
bisa terjadi siswa dalam satu kelompok gagal semua.
4. Keunggulan Penilaian Menggunakan PAK
Dalam pendidikan profesi lebih disukai
penggunaan tes yang menggambarkan tentang kemampuan siswa yang mencapai
kompetensi minimal yang standar. Apabila ini yang menjadi tujuan dari evaluasi,
maka PAK adalah metode yang paling cocok. Dengan metode evaluasi PAK, standar
kelulusan telah ditetapkan sebelum pelaksanaan tes tanpa memperhitungkan
distribusi nilai hasil tes. Sekalipun dengan penggunaan PAK memungkinkan
banyaknya peserta yang gagal, namun dalam metode ini validitas tes menjadi tinggi.
Keunggulan tes dengan pendekatan PAK dapat
dijelaskan dengan menggunakan
contoh berikut ini :
- Dua buah SMA yang berada di wilayah yang sama menetapkan tes vang distandarkan dan dibuat olch satu tim pembuat soal di wilayah tersebut. Soal dibuat dengan didasarkan pada SKL (Standar Kompetensi Lulusan). Penilaian yang dilakukan oleh kedua sekolah menggunakan PAK.
- Seorang siswa bernama Mawar mengikuti pendidikan di SMA X yang, merupakan sekolah dengan prestasi rendah memperoleh nilai rata-rata B. Siswa tersebut adalah siswa termasuk kategori baik sesuai standar kompetensi lulusan yang terstandar dan berlaku di wilayah tersebut.
- Seorang, siswa bernama Kenanga menjalani pendidikannya di SMA Y yang merupakan sekolah unggul memperoleh nilai rata-rata C. Siswa tersebut adalah termasuk kategori siswa dengan prestasi sedang-sedang saja sesuai standar kompetensi lulusan yang terstandar dan berlaku di wilayah tersebut.
Dari kedua contoh tersebut, dapat disimpulkan
kualitas hasil pendidlkan di wilayah dalam mana kedua sekolah X dan Y berada
adalah terstandar. Hasil evaluasi tidak akan mengecoh pengguna tamatan kelak.
Ketlka keduanya si Mawar dan si Kenanga melanjutkan ke perguruan tinggi yang
sama akan terlihat bahwa si Mawar yang ketika di SMA memperoleh nilal rata-rata
B dan berasal dari sekolah dengan prestasi rendah tidak menghadapi kesulitan
mengikuti perkuliahan. Sebaliknya, si Kenanga justru menghadapi kesulitan
memahami isi perkuliahan karena ketika di SMA memperoleh nilal rata-rata C
sekalipun berasal dari sekolah yang unggul.
E. METODE EVALUASI
Berikut im dibahas tentang tiga dari sekian
banyak metode evaluasi yang digunakan termasuk dalam pendidikan kedokteran. Ketiga
metode tersebut adalah
1. Tes Uraian
Tes bentuk uraian mulai jarang digunakan karena
sekalipun mudah membuatnya tetapi membutuhkan banyak waktu dalam memeriksa dan
mengolah nilainya. Di samping itu, relatif rendahnya reliabilitas tes uraian
dan semakin populemya menggunakan tes objektif membuat tes jenis ini kurang disukai
oleh sementara pengajar.
Terlepas dari kelemahan-kelemahan itu, tes uraian
adalah satu-satunya cara untuk menilai kemampuan siswa mengkomposisikan jawaban
dalam suatu pernyataan atau kalimat-kalimat yang efektif. Oleh sebab ltu tes
uraian secara tidak langsung mengukur sikap, sistem nilai dan opini siswa.
- Jenis-jenis Tes Uraian
Dari segi bentuk, Tes Uraian dibedakan atas
dua jenis :
- Uraian jawaban Terbuka (Extended Response), dan
- Uraian jawaban Terbatas (Restricted Response).
1).
Uraian Jawaban Terbuka
Tes
ini mengukur pengetahuan faktual, kemampuan memberikan dan mengorganisasi
gagasan-gagasan, dan menyajikan dalam kalimat-kalimat yang koheren. Oleh
karenanva, tes jenis ini sangat cocok untuk menguji
tujuan
pengetahuan (Knowledge Objective)
pada taraf atau taxon yang tinggi (Analisis, Sintesis, Evaluasi)
2).
Uraian Jawaban Tertutup
Tes
jenis ini membutuhkan jawaban yang terarah dan terbatas dari peserta tes. Jenis
ini sangat baik digunakan untuk mengukur pengetahuan dalarn taraf yang lebih rendah
(ingatan, konprehensif, dan aplikasi). Keunggulan dari tes uraian jenis ini
dibandingkan uraian terbuka adalah kemudahan dalam memberikan skor.
b. Prosedur Membuat dan Pemberian Skor Tes dengan Soal Bentuk Tes
Uraian
Ada lima langkah yang harus diikuti dalam
membuat soal untuk tes uraian seperti yang diuraikan di bawah ini :
1)
Tuliskan pertanyaan-pertanyaan
yang membutuhkan jawaban yang menggambarkan kemampuan seperti dinyatakan dalam
TIK. Gunakan kata-kata pengarah yang tegas seperti uaraian, bandingkan, bedakan,
kritiklah, dan jelaskan. Bila menggunakan kata pengarah "diskusikan"
jelaskan aspek-aspek yang harus didiskusikan.
2)
Siapkan pertanyaan dalam kalimat
yang lengkap sekalipun panjang agar diperoleh jawaban yang singkat, sekitar 1
halaman, terarah seperti diharapkan. Ini lebih baik
daripada
pertanyaan dibuat singkat tetapi membutuhkan jawaban yang panjang misalnya
hingga 3 halaman. Lengkapnya pertanyaan dimaksudkan untuk menekan bias dalam penilaian.
3)
Sebaiknya soal harus dijawab oleh
semua peserta. Hindarkan untuk memberikan kesempatan kepada peserta untuk
memilih soal, misalnya siswa dapat memilih 3 dari 5 soal yang diberikan. Dengan
cara ini akan sangat sulit membuat perbandingan yang valid di antara siswa bila
mereka menjawab pertanyaan yang berbeda.
4)
Siapkan sistem pemberian skor dan
nilai, misalnya dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti contoh berikut
ini :
Skor Maksimum Ideal untuk pertanyaan no : 2
Kelengkapan analisa : 10
Argumen logis :
5

Skor Total :
20
5) Berikan skor atau nilai Jawaban peserta dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
i. Kertas kerja dinilai dengan tidak mengetahui nama peserta (nama dapat
digantikan dengan
nornor kode) menghindari subjektifitas penilaian.
ii. Nilailah hanya satu soal atau pertanyaan secara bersamaan dalarn satu
waktu
atau
siapkan penilai yang berbecla untuk setiap satu soal atau pertanyaan yang berbeda
iii. Gunakan standar skor secara konsisten untuk semua kertas kerja.
iv. Usahakan untuk memeriksa jawaban satu soal dari sernua kertas kerja
tanpa interupsi agar secara tidak langsung Anda dapat membandingkan jawaban
dari satu kertas kerja dengan kertas kerja yang lain dengan pola pikir yang
sama.
v. Jika mungkin, gunakan dua penilai yang berbeda untuk satu
pertanyaan/soal
yang sama dan gunakan nilai rata-rata dani kedua penilai sebagai nilai akhir.
yang sama dan gunakan nilai rata-rata dani kedua penilai sebagai nilai akhir.
2. Tes Objektif
Jenis tes ini disebut objektif karena objektif
dalam memberikan skor atau nilai terhadap jawabannya. Dibandingkan dengan tes
uraian, tes objektif memiliki keunggulan berikut ini :
a. Memiliki reliabilitas yang tinggi
b. Cepat dan ekonomis dalam mengoreksi
c. Mampu mencakup daerah bahasan yang luas, karena jumlah soal bisa
relatif banyak untuk waktu yang relatif singkat.
Ada empat jenis Tes Objektif yang, dapat
digunakan :
·
Benar-Salah
·
Pillhan Jamak
·
Jawaban Singkat atau Isian
·
Menjodohkan
Dalam hal ini hanya akan dibahas tiga jenis
yang banyak digunakan yaitu Pilihan Jamak, Jawaban Singkat atau Isian dan
Menjodohkan. Bentuk soal Benar-Salah tidak dibahas karena sudah sangat jarang
digunakan mengingat validitasnya sangat rendah (besar kemungkinan bahwa Jawaban
siswa adalah hasil dari menebak).
a. Pilihan Jamak atau Multiple Choice
1). Pengertian dan contoh
Bentuk
soal Pilihan Jamak terdiri dari pertanyaan atau stem dan altenatif jawaban atau
opsi. Dari sejumlah opsi terdapat hanya satu jawaban yang benar, sisanya
berfungsi sebagal "Distractor" atau pengecoh Semakin banyak opsi
semakin rendah kernungkinan bagi peserta tes untuk menebak. Untuk soal dengan 4
opsi terdapat 25% kernunakinan. Ini lebih baik dibandingkan 50% kernungkinan
menebak untuk jenis soal Benar-Salah. Namun sernakin banyak opsi semakin sulit
pula membuat soalnya. Oleh karena itu, menggunakan 4 atau 5 opsi sudah memadai.
2). Prosedur Membuat Soal Pilihan Jamak
i. Yakinkan bahwa pertanyaan tersebut penting dan relevan dengan standar
dari kelas yang di tes.
ii. Isi utama dari pertanyaan harus termuat dalam stem, dan alternatif
jawaban diusahakan sesingkat mungkin.
iii. Hindarkan stem dari informasi yang berlebihan (redundant).
iv. Yakinkan bahwa distractor yang Anda gunakan adalah jawaban salah tetapi
ada kaitan dengan permasalahan yang, ditanyakan dan bukan pernyataan yang tidak
relevan atau sekadar memenuhi jumlah distractor.
v. Hindarkan memberikan pengarahan terhadap pillhan yang benar atau salah
secara tidak langsung dan kemungkinan peserta tes menjawab secara menebak
dengan memperhatikan hal-hal berikut ini ,
·
Membuat semua opsi, yang benar dan
yang salah dalam kalimat yang relatif sama panjang.
·
Secara tata bahasa kata atau
kalimat sernua opsi merupakan kelanjutan
yang sesuia dengan stem.
·
Mendistribusikan jawabn yang benar
dari seluruh item soal secara merata untuk semua posisi (a, b, c, dst).
·
Hindari penempatan jawaban yang
benar secara berurutan dari satu item ke item berikutnya (misalnya jawaban
untuk soal no : I adalah b, jawaban untuk soal no 2 adalah c dan seterusnya).
·
Menghindarkan jawaban : semua kernungkinan
di atas benar clan semua kemungkinan di atas salah.
·
Hindarkan penggunaan kallmat
negatif dalarn stem.
·
Jangan menggunakan pertanyaan yang
bersifat "trick". (Kesulitan peserta tes menjawab dan kegagalan
mereka bukanlah tujuan dari penyelenggaraan tes).
3). Pemberian Skor Tes Bentuk
Soal Pilihan Jamak
Ada
2 cara dalarn pemberian skor tes dengan pillhan jamak, menggunakan skor minus
dan tidak mengunakan skor minus.
Menggunakan Skor Minus :
Pemberian skor untuk setiap item adalah
sebagai berikut :
Jawaban Benar :
skor I
Jawaban Salah skor : skor 0
Tidak dijawab skor
: skor 0
Skor dihitung dengan rumus :
|
Keterangan :
St : Skor total
B :
Jumlah Skor dan jawaban yang benar
S :
Jumlah Skor dan jawaban yang salah
N : Jumlah opsi dalam setiap item
Tujuan
penggunaan skor minus sebagai denda untuk menghindari peserta menebak. Dengan
pemberian skor minus, peserta tes menjadi berhati-hati dalam menillih jawaban.
Kelemahan penggunaan skor minus adalah bahwa ada kemungkinan skor total yang
diperoleh peserta benilai minus. Sehingga diperlukan penggunaan teknik
statistik atau cara lain untuk mengkonversinya menjadi nilai sebenarnya.
a. Tidak Menggunakan Skor Minus:
Dengan cara ini pemberian skor kepada setiap
jawaban adalah sebagai berikut :
Jawaban Benar : Skor 1
Jawaban Salah dan Tidak Terjawab : Skor 0
Rumus perhitungan skor totalnya adalah
St = B
Keuntungan
dari cara ini adalah tidak adanya kemungkinan skor total negatif. Tetapi dengan
tidak adanya denda bagi jawaban yang salah karena untuk jawaban yang salah dan
tidak terjawab sama-sama memperoleh skor Nol, peserta tidak menghadapi resiko
sekiranya berspekulasi dengan menebak jawaban yang dipilih.
Dalam
contoh terlihat bahwa ketika skor dihitung tanpa pemberian skor minus kedua
peserta tes si Dadap clan si Waru sama-sama memperoleh skor 4 karena keduanva
menjawab dengan benar sebanyak 4 soal. Padahal, si Dadap karena berhati-hati hanya
mengerjakan dengan salah sebanyak 8 item. Bandingkan dengan si Waru karena
kemungkinan menebak mengerjakan dengan salah sebanyak 24 item. Dengan contoh
ini dapat disimpulkan bahwa penskoran tanpa pernberian skor negatif kurang
adil.
b. Jawaban Singkat
1).
Pengertian dan Contoh
Tes
jenis ini mirip tes uraian tertutup yang mernbutuhkan jawaban singkat. Bedanya
tes jawaban singkat tidak membutuhkan jawaban dalarn bentuk paragraf atau
kalimat panjang, tetapi cukup satu kata-kata kunci atau istilah. Tes jawaban
singkat selain dapat menghindarkan menebak, juga sangat mudah dalam pemberian
skor. Dengan kunci jawaban, koreksi dapat dilakukan oleh orang lain yang bukan
pembuat soal karena memiliki reliabilitas yang tinggi.
2).
Prosedur Pembuatan Soal Tes Jawaban Singkat
Ada
tiga langkah yang disarankan dilakukan dalam membuat soal tes jawaban singkat.
i. Buatlah pertanyaan secara tepat atau presisi sehingga tidak menimbulkan
tafsiran mendua.
ii. Siapkan kunci jawaban dengan memperlihatkan
·
Skor untuk setiap jawaban benar
·
Kemungkinan adanya jawaban yang
berbeda yang mungkin benar juga. Mungkin saja ini belum terprediksi.
iii. Berilah skor atas jawaban peserta dengan mempertimbangkan
·
Pemberian skor tanpa mengetahui
nama peserta
·
Selesaikan pemberian skor terhadap
satu jawaban dalam satu waktu
·
Kemungkinan menggunakan penilai
yang berbecla untuk setiap jawaban.
3).
Pemberian Skor Tes Bentuk Soal Jawaban Singkat
Skor
total dari soal tes jawaban singkat diperoleh dengan menjumlahkan seluruh
jawaban yang benar. Dengan rumus dapat ditulis :
St = B
Dengan mana :
St = Skor total
B = Jumlah soal
atau isian yang benar
c.
Menjodohkan
1).
Pengertian dan Contoh
Soal
tes bentuk menjodohkan terdiri dari dua kelompok, kelompok pernyataan dan
kelompok pilihan jwaban atau jodohnya.
Kelompok
Pertanyaan :
Kelompok
pertanyaan terdiri dari sejumlah pertanyaan jadi mirip seperti kumpulan soal
isian. Setiap pertanyaan ini diberi nomor urut di depannya. Kelompok Jodoh :
Kelompok
jodoh terdiri dari sejumlah alternatif jawaban dari kelompok per-tanyaan.
Setiap Jodoh atau altenatif jawaban diberi tanda huruf di depannya,
2). Prosedur Pembuatan Soal Menjodohkan
·
Buatlah sejumlah pertanyaan yang
sama bentuknya dengan soal isian tetapi semua soal memiliki nuansa atau dari
pokok bahasan yang sama. Pembuatan soal dari topik atau pokok bahasan yang sama
akan mempermudah siswa untuk menduga Jawaban. Berilah nomor urut di depan setiap
pernyataan.
·
Buatlah alternatif jawaban dengan
jumlah alternatif yang benar adalah sejumlah pertanyaan dan buatlah alternatif
jawaban yang berfungsi sebagai pengecoh. Jumlah alternatif jawaban minimal jumlah
soal ditambah 1. Sususlah secara acak alternatif jawaban atau jodohnya untuk
memberikan tantangan kepada peserta.
3). Pemberian
Skor Tes Bentuk Soal Menjodohkan
Skor
total dari soal tes dengan bentuk menjodohkan diperoleh dengan menjumlahkan
seluruh jawaban yang benar. Dengan rumus dapat ditulis
|
Dengan mana :
St : Skor total
B : Jumlah soal atau isIan yang benar.
3. Tes Psychomotor (Skill
Object Test) atau Tes Praktik
1). Pengertian dan Contoh
Dalam
bidang kejuruan terutama siswa tidak hanya dididik untuk menguasai kemampuan
yang bersifat teori tetapi juga kemarnpuan praktik yang syarat muatan psikomotor.
Oleh sebab itu evaluasi belajar yang diterapkan juga harus meliputi evaluasi
terhadap kedua kemampuan tersebut, evaluasi terhadap dan evaluasi praktik.
Metode tes praktik yang banyak diterapkan yaitu dari jenis observasi langsung.
Siswa diberi peralatan dati tugas yang harus dikerjakan dalam waktu tertentu.
Metode tes praktik
ini dapat dibedakan atas :
i.
Tes penguji teori di laboratorium
seperti pengujian teorii Hukum Boyle SMA.
ii.
Tes melakukan prosedur kerja
tertentu seperti menservis radio bagi siswa jurusan elektronika atau survey
pasar bagi siswa SMEA.
iii.
Tes memproduksi sesuatu seperti
membuat mur bagi siswa jurusan mesin.
Metode
tes ini dapat dikombinasikan dengan tes oral atau tanya jawab dan menggunakan
kasus-kasus atau prosedur praktik sebagai materi pertanyaan.
2). Prosedur Pembuatan Soal Tes Psikomotor atau Tes Praktik
i.
Pelajari kurikulum dan silabus
untuk menentukan kompetensi dan topik yang akan diujikan.
ii.
Buatlah soal tes praktik berdasarkan
hasil analisis kurikulum dan silabus.
iii.
Soal tes sebaiknya dalam bentuk
instruksi-instruksi yang termuat di dalam seperangkat Job Sheet atau lembar
kerja.
iv.
Siapkan peralatan dan kebutuhan
lainnya untuk digunakan oleh siswa dalam tes praktik.
v.
Buat panduan penskoran atau
penilaian. Aspek yang dinilai untuk setiap langkah atau prosedur di antaranya
meliputi :
·
Latar belakang pengetahuan siswa
tentang topik dan atau kegiatan yang
dipraktikkan.
·
Ketepatan dan kualitas pengerjaan
setiap urutan kerja.
·
Hasil yang diharapkan dari setiap
kegiatan dan kriteria keberhasilannya.
·
Waktu pengerjaan
·
Tindakan keselamatan kerja
3). Pemberian Skor Tes Psikoniotor atati Tes Praktik
i. Buadah ceklist untuk melakukan penilaian terhadap setiap aspek dan atau
prosedur yang dilakukan dalam tes praktik atau psikomotor.
prosedur yang dilakukan dalam tes praktik atau psikomotor.
ii. Selanjutnya tentukan batas keluusan atau passing grade misalnya
dengan
menggunakan
PAK atau berdasarkan profesional judgement. Misalkan batas skor rata-rata
kelulusan adalah 1.75.
iii.
|
Dengan mana:
St = Skor total semua aspek yang diperoleh
peserta
Sr = Skor rata-rata peserta
n = Jumlah aspek yang dinilai
iv. Tetapkan keberhasilan peserta berdasarkan skor rata-rata yang
diperoleh dengan standar kelulusan yang telah dirumuskan misalnya 1,75.
v.
Tentukan tindak lanjut dari hasil
tes misalnya :
·
Melanjutkan ke topik berikutnya
bagi siswa yang telah berhasil.
·
Mengulangi topik yang sama bagi siswa
yang belum berhasil.
4). KPA dan KRA dalam Tes Psikomotor
i). KPA atau Key Process Area
Yang
dimaksud dengan KPA yaitu satu atau lebih prosedur atau langkah dalarn proses
dari kegiatan praktik yang harus dikerjakan dengan benar atau memenuhi standar
karena langkah tersebut dinilal sebagai langkah kunci atau KPA. Sebagai contoh,
dalarn praktik membuat kopi bagi siswa SMK program studi Tata Boga, siswa akan
dinyatakan gagal jika salah dalarn membuat kopi tidak menggunakan air yang
telah mendidih denaan suhu minimal 90°C. Dalarn pembuatan kopi, salah satu
kriteria utama kopi yang enak adalah diseduhnya bubuk kopi dengan air dengan
syarat tersebut.
Dengan
alasan itu aspek disebut dijadikan sebagai KPA dan sekaligus menjadi treshold
dalam praktik membuat kopi.
ii). KRA atau Key Result Area
Yang
dimaksud dengan KRA yaitu satu atau lebih hasil atau produk praktik atas tes
psikornotorik yang harus benar dalam arti mernenuhi kriteria atau standar yang
telah ditetapkan atau dinilai sebagai hasil kunci atau KRA. KRA ini juga tidak jarang
ditetapkan sebagai treshold atau syarat mutlak keberhasilan praktik. Jika dalam
pelaksanaan praktik tidak menghasilkan produk atau hasil yang menjadi KRA, maka
secara keseluruhan praktik tersebut dinyatakan gagal sekalipun hasil lainnya
tercapai dengan baik.
F. TINGKAT KESULITAN TES
Adalah tidak adil jika guru ketika
menyelenggarakan tes tidak mempertimbangkan tingkat kesulitan dengan minimal
empat alasan :
- Taksonomi menggambarkan betapa kompleksitas pengetahuan berjenjang sesuai dengan jenjang taksonominya yang juga menggambarkan tingkat kesulitannya.
- Siswa memiliki berbagai keterbatasan dan latar belakang kecerdasan clan minat yang berbeda dengan temannya terhadap mata kuliah tertentu, sehingga menghadapi kesulitan yang berbeda ketika mempelajari suatu mata pelajaran.
- Aplikasi kemampuan dalam kehidupan tidak semua membutuhkan jenjang tertinggi, oleh sebab itu jenjang kernampuan yang rendah juga harus mendapat porsi dalam pengembangan tes.
- Banyak pakar ilmu pendidikan mempercayai bahwa tingkat kemampuan masing-masing individu dalam kelompok tidak sama dan secara umum memiliki kecenderungan berdistribusi normal.
Dalam
distribusi normal menyatakan bahwa :
ü Sebagian besar atau mayoritas individu memiliki kemampuan rata-rata
ü Sebagian kecil memiliki kemampuan di atas rata-rata
ü Sebagian kecil lagi memiliki kernampuan di bawah rata-rata.
Sejalan dengan pertimbangan di atas, maka
perlu pula memperhitungkan distribusi jumlah soal didasarkan pada dua hal :
Tingkat kesulitan dan Taksonomi tingkat kernampuan. Dengan pertimbangan
praktis, keduanya dapat dipadukan seperti dalam tabel berikut ini
Tabel 13.1.
Distribusi Soal Berdasarkan Tingkat Kesulitan, Taksonomi dan Bentuk
Soal
Langkah/Aspek
yang
Dinilai
|
Sangat
Memuaskan
Skor
3
|
Memuaskan
Skor
2
|
Kurang
Memuaskan
Skor
I
|
Tidak
Dikerjakan
Skor
0
|
1.
Menyiapkan
peralatan
|
||||
2.
Menyiapkan bahan
|
||||
3.
Memasak
|
||||
4.
Hasil Masakan
|
||||
5.
Menyajikan
|
||||
Skor
Total
|
Tabel di atas dapat lebih disederhanakan
sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini, di mana hanya terdapat tiga
kategori tingkat kesulitan soal yaitu : Mudah, Sedan dan Sulit. Sebagaimana
terlihat dalam tabel di bawah ini, maka tingkat taksonomi untuk masing-masing
tingkat kesulitan juga berbeda dengan yang dipaparkan dalam tabel sebelumnya.
Tabel 13.2.
Distribusi Soal Berdasarkan Tingkat Kesulitan,
Taksonomi dan Bentuk Soal
Tingkat
Kesulitan
|
Tingkat
Takson
|
%
Jumlah Soal
|
Bentuk
Soal yang
Dianjurkan
|
Sangat Mudah
|
Recall
|
5% - 10%
|
MCQ,
Menjodohkan
|
Mudah
|
Comprehension
|
10% - 15%
|
MCQ,
Menjodohkan, Isian
|
Seclang
|
Aplikasi dan
Analisa
|
50% - 70%
|
MCQ,
Menjodohkan, Isian,
Uraian Terstruktur
|
Sulit
|
Sintesa
|
10% - 15%
|
Uraian Terstrutur,
Uraian Bebas
|
Sangat Sulit
|
Evaluasi
|
5% - 10%
|
Uraian Terstruktur
dan Uraian Bebas
|
G. KISI-KISI SOAL
1. Pengertian
Kisi-kisi soal adalah peta yang menggambarkan
komposisi soal yang akan dijadikan sebagai pedoman bagi pembuat soal. Oleh
sebab itu kisi-kisi harus dibuat sebelum soal disusun. Komposisi soal ditentukan
berclasarkan berbagai aspek atau variabel yang menurut hemat pembuat soal perlu
dipertimbangkan seperti :
- Pokok bahasan
- Waktu yang dialokasikan untuk setiap pokok bahasan dalarn pembelajaran
- Tingkat kesulitan
- Taksonomi
- Bentuk soal
- Skor per item soal
- Jumlah skor maksimum ideal untuk setiap bentuk soal dan keseluruhan tes.
- Waktu pengerjaan soal per item dan keseluruhan tes.
- Jumlah soal peritems, bentuk, dan keseluruhan soal.
- Teknik mengubah skor menjadi mlai atau memonten
2. Langkah-langkah Melengkapi Kisi-kisi Soal
Berikut ini diberikan langkah-langkah
melengkapi kisi-kisi soal dengan menggunakan tabel 13.2. sebagai formatnya.
- Tuliskan semua Pokok Bahasan yang diajarkan selama semester berjalan.
- Tuliskan alokasi waktu pembelajaran untuk setiap pokok bahasan.
- Tetapkan perbandingan jumlah skor untuk masing-masing jenis soal (Objektif dengan Uraian).
- Tentukan jumlah skor maksimum ideal untuk setiap bentuk soal berdasarkan persentasenya.
- Tetapkan jumlah skor untuk masing-masing pokok bahasan secara proporsional dengan mempertimbangkan alokasi waktu setiap pokok bahasan.
- Tetapkan skor setiap satu item soal untuk masing-masing jenis soal.
- Tetapkan jumlah soal untuk masing-masing jenis dengan merujuk kepada jumlah skor masing-masing jenis soal dan skor untuk setiap bentuk soal.
- Tetapkan jumlah soal untuk setiap bentuk soal items objektif berdasarkan jumlah skor untuk bentuk ini (40) soal.
- Tetapkan jumlah soal berclasarkan perbandingan jumlah soal untuk setiap tingkat kesulitan serta taksonomi kognitifnya.
- Petakan jumlah item soal masing-masing jenis dan bentuk soal untuk setiap pokok bahasan. Karena skor Per item untuk bentuk objektif tes adalah 1,5 maka jumlah skor yang telah ditetapkan dalam langkah e, perlu disesuaikan. Tetapi penyesuaian skor ini harus diperhatikan bahwa pengubahan tetap menghasilkan :
·
Perbandingan jumlah soal antar
pokok bahasan tidak banyak berubah (tetap
proporsional)
·
Jumlah skor total bentuk objektif
tetap 60
·
Jumlah soal bentuk objektif tetap
40 item
·
Skor total seluruhnya tetap 100.
- Distribusikan soal ke setiap pokok bahasan, jems dan bentuk soal sesuai dengan jumIah skor dan jumlah soal yang telah ditetapkan dalam langkah-langkah serbelumnya.
- Tentukan waktu total pengerjaan soal sebagai berikut :
Objektif tes : 40 item
soal x 1,25 menit = 50 menit
Uraian Terstruktur :
2 soal x 10 menit = 20 menit
Uraian Bebas : 1 soal x
15 menit = 15 menit
Persiapan dan tambahan lainnya : 5 menit.
Total Waktu Pengerjaan Seluruh Tes : 90 menit.
H. MENENTUKAN NILAI ATAU MEMONTEN
1. Alasan Pengubahan Skor Menjadi Nilai
Perlu dipahami bahwa skor bukanlah nilai tes.
Oleh sebab itu diperlukan perubahan skor menjadi nilai atau ponten diantaranya
mengingat hal-hal berikut ini :
- Jika yang digunakan adalah PAK sedangkan jumlah skor maksimum ideal seluruhnya tidak sama dengan 100, misalnya 80 atau 120, maka skor yang diperoleh peserta harus diubah ke dalam skala 100 karena lazimnya rentang nilai adalah 0 – 100.
- Jika digunakan skor minus untuk setiap kesalahan dalam pengerjaan soal bentuk objektif, akan terdapat kemungkinan adanya peserta yang memperoleh skor total negatif. Oleh sebab itu perlu dilakukan konversi skor menjadi nilai yang positif dengan rentang 0 – 100.
- jika yang digunakan adalah PAN, skor seorang peserta tidak bisa secara otomatis dikonversi menjadi nilai yang bersangkutan sebelum dibandingkan dengan peserta lainnya.
2. Macam-macam Nilai yang Digunakan Di Perguruan Tinggi
Perlu dijelaskan bahwa saat ini di lembaga
pendidikan tinggi di Indonesia digunakan 3 macam nilai : Pertama adalah nilai
yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan mana prestasi siswa dikategorikan
ke dalam 5 kategori yang diberi label huruf : A, B, C, D, E. Namun untuk
keperluan perhitungan Indeks Prestasi (IP) nilal huruf yang bersifat kualitatif tersebut
dapat dikonversikan ke dalam nilal kuantitatif dalam bentuk angka : 4, 3, 2, 1,
O. Disamping kedua nilal tersebut, masih digunakan nilai dengan rentang 0 –
100.
Tabel 13.3.
Macam-macam Nilai yang Dipergunakan di Perguruan Tinggi di Indonesia
Macam-macam Nilai yang Dipergunakan di Perguruan Tinggi di Indonesia
Nilai
Huruf
|
Kategori
|
Nilai
Angka
|
|
Skala
0 – 4
|
Skala
0 - 100
|
||
A
|
Sangat Baik
|
4
|
80 - 100
|
B
|
Baik
|
3
|
68 - 79
|
C
|
Cukup/Sedang
|
2
|
55 - 67
|
D
|
Kurang
|
1
|
45 - 54
|
E
|
Sangat Kurang/Gagal
|
0
|
< 45
|
Nilai rentang 0 – 100 digunakan dalarn
perhitungan nilai mentah sebelum dikonversi ke dalam nilai huruf Tabel di atas
memperlihatkan contoh tahapan konversi nilai tersebut. Penilalan di mulai
dengan pemberian nilai-nilai tugas, nilai ujian tengah semester, dan nilai akhir
semester dengan menggunakan rentang nilai 0 – 100. Selanjutnya nilai dikonversi
ke dalarn nilai huruf dan kemudian ke nilal angka dengan skala 0 – 4.
3. Beberapa Teknik Mengubah Skor Menjadi Nilai atau Memonten
Ada beberapa teknik memonten atau mengukur skor
hasil tes atau ujian menjadi nilai. Dalam bagian ini akan diberikan tiga contoh
yang memadai untuk diterapkan oleh guru atau dosen dalam pelaksanaan tugas
mengajarnya. Ketiga teknik tersebut adalah
a. Teknik Konversi Langsung
Teknik ini dapat
dilakukan jika
-
Digunakan pendekatan PAK dengan
mana mlai seorang peserta tidak perlu dibandingkan dengan nilai peserta
lainnya.
-
Tidak digunakan skor minus untuk
setiap kesalahan dalam pengerjaan soal jenis objektif
-
Kepada setiap item soal telah
diberikan nilai tertentu dan jumlah skor total sudah dirancang sejak awal berjumlah
100 sekalipun jumlah soal tidak 100 item.
b. Teknik Konversi dengan Persentase
Teknik ini dapat
dilakukan jika
-
Digunakan pendekatan PAK dengan
mana nilai scorang peserta tidak perlu dibandingkan dengan nilal peserta
lainnya.
-
Tidak digunakan skor minus untuk
setiap kesalahan dalam pengerjaan soal jenis objektif
-
Jumlah item soal maupun skor tidak
sama dengan 100.
Adapun rumus untuk
mengkonversi skor menjadi nilai adalah :
|
c. Teknik Konversi dengan Skala
Teknik ini dapat
dilakukan jika
-
Digunakan pendekatan PAN dengan
mana nilai seorang peserta dibandingkan dengan nilai peserta lainnya.
-
Digunakan atau tidak digunakan
skor minus untuk setiap kesalahan dalam pengerjaan soal jenis objektif
-
Jumlah item soal maupun skor bisa
sama dan bisa tidak sama dengan 100.
I. MENENTUKAN NILAI AKHIR MATA PELAJARAN
1. Nilai Akhir Mata Pelajaran Teori
Banyak pakar sepakat bahwa Nilai Akhir mata
pelajaran atau Nilai Akhir mata kuliah bukan hanya ditentukan berdasarkan hasil
Tes Akhir saja, tetapi juga merupakan gabungan dari berbagai tes dan juga nilai
harian termasuk kehadiran tugas yang diberikan kepada siswa atau mahasiswa.
Dengan lain perkataan nilai tersebut mempertimbangkan nilai proses selama siswa
atau mahasiswa mengikuti pembelajaran.
Pandangan
ini dapat diterima di antaranya mengingat bahwa bisa saja seorang siswa atau
mahasiswa ketika ujian atau tes berlangsung dalam kondisi tidak sehat dan lain
sebagainya yang kurang menguntungkan dan bersifat non-akademik. Oleh sebab itu,
pemanfaatan nilal kumulatif darl kehadiran, tugas, tes formatif, tes
pertengahan semester (UTS), dan nilal tes akhir dalam menentukan nilai akhir
mata pelajaran atau perkuliahan merupakan tindakan bijaksana dan secara
akademik dapat dipertangngungjawabkan.
2. Nilai Akhir Mata Pelajaran Teori dan Praktik
Untuk mata pelajaran yang terdiri dari
kegiatan belajar clan pembelajaran teori dan praktik seperti pada sekolah
kejuruan, maka Nilai Akhir mata pelajaran perlu memperhitungkan kedua jenis kegiatan
belajar pembelajaran tersebut. Salah satu pandangan melihat bahwa untuk sekolah
kejuruan, kegiatan praktik memiliki bobot yang lebih besar dari bobot kegiatan
belajar dan pembelajaran teori.
BAB XIV
MEMBUAT PENYELENGGARAAN
PEMBELAJARAN
A. PENGERTIAN RPP
RPP atau Rencana Penyelenggaraan Pembelajaran
secara praktis dapat disebut sebagal skenario pembelajaran. Dengan demikian RPP
merupakan pegangan bagi guru untuk menyiapkan, menyelenggarakan, clan
mengevaluasi hasil kegiatan belajar dan pembelajaran.
Istilah RPP baru diperkenalkan pada akhir-akhir
ini dan juga termuat di dalarn Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Sebelum itu, dokumen tersebut dikenal dengan istilah
Rencana Pelajaran, Satpel (Satuan Pelajaran), kemudian Satuan Acara
Pembelajaran atau SAP (Satuan Acara Perkuliahan).
B. ISI RPP
Pada dasarnya RPP terdiri dari empat bagian.
Isi atau kelengkapan informasi darl ketiga bagian tersebut bervariasi dari satu
model ke model lainnya. Akan tetapi secara umurn hal-hal yang dijelaskan di
dalam ketiga bagian tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Bagian Penjelasan Umum : berisi tentang topik,
siapa yang mengajarkan, siapa yang belajar, kapan, dan berapa lama waktu yang
diperlukan.
2.
Bagian Tujuan : yang berisi tentang kompetensi
yang akan dikuasai oleh siswa setelah terselenggarannya kegiatan belajar dan
pembelajaran.
3.
Bagian Pendukung : berisi tentang tujuan dan
sarana serta prasarana yang diperlukan, serta gambaran umum tentang skenario
belajar dan pembelajaran yang akan diselengarakan. Bagian ini diperlukan oleh guru
dan atau teknisi untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan. Selain
itu, perlu dijelaskan rujukan yang digunakan untuk dijadikan pedoman bagi guru
dan siswa ketika akan memperoleh informasi lebih jauh tentang materi yang sedang
dipelajari.
4.
Bagian Utama
: berisi rincian tentang tahapan-tahapan kegiatan belajar dan pembelajaran
berikut waktu dan metode yang digunakan. Semakin rinci isi bagian in semakin baik
karena kegiatan belajar dan pembelajaran lebih terarah. Akan tetapi, dalarn
penerapannya kelak, guru harus berimprovisasi sesuai dengan dinamika situasi
dan kondisi nyata di kelas.
C. RUJUKAN UTAMA MENYUSUN RPP
Sesuai dengan maksud dan tujuan dibuatnya RPP,
setidaknya ada empat dokumen yang harus dijadikan rujukan utama yaitu :
1.
Standar Kompetensi Lulusan atau
SKL : digunakan sebagai rujukan dalam merumuskan tujuan pembelajaran serta
evaluasi hasil belajar dan pembelajaran yang dicapai siswa.
2.
Standar Isi : digunakan sebagai rujukan
dalam merumuskan ruang lingkup serta kedalaman materi yang akan dibahas dalam
kegiatan belajar dan pembelajaran yang akan dirancang.
3.
Standar Sarana : terutama
digunakan dalam merumuskan teknologi pendidikan yang digunakan dalam belajar dan
pembelajaran termasuk peralatan media dan atau peralatan praktik.
4.
Standar Proses : akan menjadi
rujukan dalam merancang model dan metode yang melibatkan siswa dalam kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh siswa belajar dan pembelajaran.
D. MANFAAT DIBUATNYA RPP
1. Belajar dan pembelajaran diselenggarakan secara terencana sesuai dengan
isi kurikulum.
2. Ketika seorang guru karena satu dan lain alasan tidak dapat hadir melaksanakan
tugas mengajarnya, guru lain yang menggantikannya dapat menggunakan RPP yang
telah disusun. Dengan demikian, dapat dijamin bahwa ticlak terjadi perbedaan
yang prinsip dalam kegiatan belajar dan pembelajaran yang diselenggarakan oleh
guru pengganti. Ketika kemudian guru yang mengampu mata pelajaran tersebut
dapat kembali mengajar, ia dapat melanjutkan ke topik berikutnya dengan
meluangkan waktu hanya sedikit guru merangkum isi materi yang disampaikan oleh
guru pengganti.
3. Secara manajerial, dokumen RPP merupakan portofolio atau bukti fisik
pelaksanaan kegiatan belajar clan pembelaaran yang di antaranya dapat digunakan
untuk :
a.
Bahan pertimbangan dalam
sertifikasi guru
b.
Perhitungan angka kredit jabatan
fungsional guru
c.
Informasi dalam supervisi kelas
oleh kepala sekolah dan atau pengawas Bahan rujukan dan atau kajian bagi guru
yang bersangkutan dalam mengembangkan
belajar
dan pembelajaran topik yang sama di tahun berikutnya.
E. BAGIAN-BAGIAN DARI RPP
Sesuai dengan tahapan praktik mengajar, pada
dasarnya RPP terdiri dari 3 bagian atau tahapan yaitu :
1. Pembukaan
Adalah tahapan di mana guru menyiapkan kelas
memasuki suasana belajar dan pembelajaran. Ini dapat dilaksanakan dengan
melakukan kegiatan-kegiatan berikut ini :
- Menyampaikan salam sebagai bagian dari upaya membangun hubungan hangat dengan siswa yang berdampak kepada terciptanya iklim belajar yang menyenangkan.
- Memperkenalkan diri jika ketika itu merupakan awal guru mengajar di kelas tersebut.
- Mengenal siswa dengan membacakan absensi jlka ketika itu merupakan awal guru mengajar di kelas tersebut.
- Menjelaskan judul atau topik materi yang akan diajarkan dalam sesi tersebut.
- Menjelaskan tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
- Menyampaikan deskripsi sajian yang berisi ruang lingkup materi dan kegiatan belajar dan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Waktu yang digunakan untuk pembukaan ini tidak
boleh melebihi 10% dari seluruh waktu yang dialokasikan untuk sesi tersebut.
Jika diberi waktu mengajar selama 2 jam mata pelajaran atau 2 x 45 menit = 90
menit, maka waktu pembukaan selama 5 – 9 menit sudah mencukupi.
2. Pengembangan :
Adalah tahapan inti dalam mana sub-sub topik
disajikan dengan menggunakan berbagai metode dan model pembelajaran yang telah
dirancang di dalam RPP. Dalam tahapan disarankan agar
- Diterapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa
- Memperbanyak dialog atau tanya jawab untuk mengetahui sejauh mana materi telah dikuasai dan koreksi segera yang harus dilakukan oleh guru.
- Memperhatikan variasi suara : volume, intonasi, clan kecepatan, bahasa tubuh, kontak mata, ekspresi, pemberian contoh, dan ilustrasi untuk mempertahankan konsentrasi dan ketertarikan siswa terhadap rnateri yang disajikan.
- Sisipkan "Alta Factor"atau faktor kejutan misalnya dengan membawa pengalaman nyata ke dalarn materi yang diajarkan, yang membuat siswa tertarik dan merasa adanya perbedaan positif dalam cara mengajar dan Isi materi yang disampaikan.
- Upayakan menggunakan berbagai variasi metode pembelajaran seperti peragaan, bermain peran, diskusi atau kegiatan di luar ruangan.
3. Penutup
Tahapan ini merupakan tahap akhir dari sesi.
Oleh sebab itu, tahap im digunakan oleh guru dan siswa untuk menegetahui
tingkat pencapaian hasil belajar dan tindak lanjut yang harus dilakukan. Adapun
kegiatan yang dapat dilakukan untuk menutup sesi ialah :
- Melalui tanya-jawab guru bersama siswa membuat rangkuman atau kesimpulan dari isi belajar dan pembelajaran dalam sesi yang telah dilaksanakan.
- Guru memberikan tugas tambahan untuk memperkaya pernahaman siswa dengan topik yang dipelajari hari itu.
- Menyampaikan ucapan terima kasih kepada siswa atas perhatian dan partisipasi aktif mereka dalarn pembelajaran hari itu. Ini sangat bermanfaat dalam membangun hubungan positif di antara guru dan sekaligus menjadi motivasi ekstrinsik bagi siswa.
F. BERBAGAI MODEL RPP
Untuk memperoleh gambaran tentang ragarn model
RPP, disajikan 4 model yang dapat digunakan atau setidaknya dijadikan rujukan
oleh guru dalam membuat dokumen tersebut. Dari keempat model ini diharapkan dapat
dipillh salah satu atau dikreasi RPP yang lebih sesuai dengan kebutuhan
spesifik di lapangan. Yang terpenting untuk diingat adalah RPP tersebut bukan hanya
sekedar untuk memenuhi persyaratan administrasi tetapi benar-benar digunakan
oleh guru dalam penyelenggaraan pembelajaran.
Model 1 : (Bahan Sosialisasi KTSP,
Puskur-Balitbang Diknas, 2006)
RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran :
Kelas/Semester :
Perternuan Ke :
Alokasi Waktu :
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar :
Indikator :
I.
TuJuan Pembelajaran :
II.
Materi Ajar :
III.
Metode Pembelajaran :
IV.
Langkah-langkah Pembelajaran
A. Kegiatan Awal
B. Kegiatan Inti
C. Kegiatan Akhir
V.
Alat/Ban/Sumber Belajar:
VI.
Penilaian
Model 2:
RENCANA PENYELENGGARAAN
PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran :
Pokok Bahasan :
Kelas :
Sub Pokok Bahasan :
Waktu/Jumlah Jam :
Hari/Tanggal :
Pengajar :
A. Tujuan
Pembelajaran Umurn (TPU) :
B. Tujuan
Pembelajaran Khusus (TPK) :
C. Alat dan Bahan :
D. Rujukan :
E. Deskripsi Sajian :
F. Rangkuman Materi :
G. Kegiatan Belajar
Mengajar :

Mengetahui : ..............., tanggal:
Kepala Sekolah Guru yang Bersangkutan,
( ) ( )
Model 3 :
RENCANA PENYELENGGARAAN
PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran :
Pokok Bahasan :
Kelas :
Sub-Pokok- Bahasan :
Waktu/Jumlah Jam :
Hari/Tanggal :
Pengajar :
A. Tujuan Pembelajaran
Umum (TPU) :
B. Tujuan
Pembelajaran Khusus (TPK) :
C. Alat dan Bahan :
D. Rujukan :
E. Deskripsi Sajian :
F. Rangkuman Materi :
G. Kegiatan Belajar-Mengajar :
Tahapan
|
Kegiatan
dan Kunci-
Kunci
Pokok
|
Metode
|
Waktu
|
1.
Pendahuluan
|
|||
2.
Pengembangan
|
|||
3.
Evaluasi/Penutup
|
Mengetahui : .............,tanggal:
Kepala Sekolah Guru
yang Bersangkutan,

Model 4 :
RENCANA PENYELENGGARAAN
PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran :
Pokok Bahasan :
Kelas :
Sub-Pokok Bahasan :
Waktu/Jumlah Jam :
Hari/Tanggal :
Pengajar :
A.
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) :
B.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) :
C. Alat dan Bahan :
D. Rujukan :
E. Deskripsi Sajian :
F. Rangkuman Materi :
G. Kegiatan
Belajar-Mengajar :
Tahapan
|
Kegiatan dan Kunci-kunci
Pokok
|
Waktu
|
Pendahuluan
|
Menjelaskan Tujuan Pembelajaran
|
|
Menjelaskan ruang lingkup materi
|
||
Pengembangan
|
Sub-Topik I (Judul dan
kegiatannya)
|
|
Sub-Topik 2 (Judul dan
kegiatannya)
|
||
Sub-Topik 3 (Judul dan
kegiatannya)
|
||
Sub-Topik 4 (Judul dan
keglatannya)
|
||
Evaluasi/Penutup
|
Membuat rangkuman dan atau kesimpulan
|
|
Penutup
|
Mengetahui : ...................,
tanggal:
Kepala Sekolah Guru
yang Bersangkutan,

DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin & Wahyuni, E. N. (2007). Teori Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Budiningsth, C. A. (2004). Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dahar, R. W. (1989). Teori-teori
Belajar. Jakarta : PT. Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Undang-Undang Sistem Pendidikan. Jakarta Guna Grafika.
Dimyati & MuJiono. (2006). Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Djamarah, S. B. & Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Gintings, A. (2008). Esensi
Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Humaniora.
Gulo, W. (2002). Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta - Grasindo.
Hamalik, O. (2006). Pendidikan
Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Harsanto, R. (2007). Pengelolaan
Kelas yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius.
Johnson, E. B. (2002). Contextual
Teaching & Learning : What It is
and why its here to stay. Califonia : Corwin Press Inc. Thousand Oaks.
Majid, A. (2008). Perencanaan pembelajaran
: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Marno & M. ldris. (2008). Strategi
& Metode Pengajaran Menciptakan Keterampilan Mengajar yang Efeklif dan
Edukatif. Yogyakarta : AR- Ruzz Media.
-----------(2008). Berbagai
Pendekatan dalam Proses Belqjar & Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Sadiman, A. S. dkk. (2007). Media
Pendidikan : Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Sagala, S. (2007). Konsep dan
Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Sanjaya, W. (2008). Strategi
Pembelajarni Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta . Kencana
Pranada Media Group.
Sardiman. (2007). Interaksi &
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta PT. Rajagrafindo Persada.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempenganinya.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Surya, M. (2003). Psykologi
Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung Yayasan Bhalcti Winaya.
Suwardi. (2007). Manajemen
Pembelajaran Menciptakan Guru Kreatif dan Berkompetensi. Salatiga : STAIN
Salatiga Press.
Syafaruddin & Anzizhan. (2006). Sistem
Pengambilaii Keputusati Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Syah, M. (2008). Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Tnianto. (2007). Model-Model Pembelajarati
inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka.
Wliaya, C. (2001). Kemampuan
Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung PT. Remaja Rosdakarya.
Yamin, M. (2008). Paradigma
Petididikan Konstruktivistik Implementasi KTSP & UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Jakarta : Gaung Persada Press (GP Press).
BAHAN AJAR
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
![]() |
Penyelenggara Program
Percepatan Kualifikasi Sarjana (S-1) Kependidikan
Bagi Guru Dalam dabatan
Bagi Guru Dalam dabatan
Oleh
Dr. Demitra, M.Pd
Dr. Demitra, M.Pd
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

KATA PENGANTAR

Inti dari proses pendidikan adalah belajar dan
pembelajaran. Menyadari hal itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan
nasional berbagai upaya telah dilakukan oleh pemenintah dengan tujuan
meningkatkan proses belajar dan pembelajaran. Hasilnya berbagai pendekatan dan
model belajar dan pembelajaran dalam tiga dekade terakhir telah diadopsi ke
dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.
Terkait dengan terselenggaranya proses belajar
dan pembelajaran yang kondusif bagi pencapaian tujuan secara maksimal, ada dua
hal yang perlu diperhatikan. Pertama, banyak guru telah mengikuti pendidikan
guru sebelum memasuki profesinya, akan tetapi sebagian dari mereka tidak
memiliki wawasan dan pengalaman yang siap pakai dalam menyelenggarakan belajar
dan pembelajaran. Ilmu kependidikan yang dipelajari lebih bernuansa kognitif
teoritis sehingga ketika terjun menjadi guru hanya menduplikasi gaya mengajar
guru yang pernah mengajarnya tanpa merasa bersalah.
Kedua, banyak guru yang menjadi guru walau
bukan menjadi pilihan utamanya dan sama sekali tidak memiliki latar belakang
pendidikan dalam bidang kependidikan. Sekalipun di antara mereka ada yang mampu
mengajar dengan baik karena didukung oleh bakat dan keseriusan melaksanakan
tugasnya, tetapi masih diperlukan bekat ilmu kependidikan untuk, memaksimalkan
kornpetensi mengajarnya.
Beranjak dari kenvataan tersebut di atas,
disusunlah bahan ajar ini dengan tujuan utama memperkaya wawasan mahasiswa
calon guru dan memperkaya khazanah kepustakaan praktis dalam belaiar dan
pembelajaran. Semoga bermanfaat bagi kita semua!
Palangkaraya, Januan 2010
|
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Belajar
|
i
ii-iv
1
|
||
B.
Belajar sebagai Perubahan
Tingkah Laku
|
2
|
||
C.
Tujuan Belajar dan Pembelajaran
|
5
|
||
BAB II KARAKTERISTIK BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
|
|||
A. Kompleksitas Belajar dan Pembelajaran
|
7
|
||
B.
Faktor Utama yang Harus
Diperhatikan dalam Pembelajaran
|
9
|
||
C.
Prinsip-prinsip dalarn Belajar
dan Pembelajaran
|
10
|
||
BAB III
UNSUR-UNSUR DINAMIS BELAJAR & PEMBELAJARAN
|
|||
A. Dinamika Guru dalam Pembelajaran
|
11
|
||
B. Dinamika Siswa dalam Belajar
|
12
|
||
BAB IV TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
|
|||
A. Teori Belajar Deskriptif dan Teori Belajar
Prespektif
|
14
|
||
B. Teori Belajar Behaviuoristik
|
14
|
||
C. Teori Belajar Kognitif
|
17
|
||
D. Teori Belajar Konstruktivistik
|
18
|
||
E. Teori Belajar Humanistik
|
21
|
||
F. Teori Belajar Sibernetik
|
22
|
||
G. Teori Belajar Revolusi-Sosiokultural
|
22
|
||
H. Teori Belajar Kecerdasan Ganda
|
24
|
||
BAB V MOTIVASI DALAM BELAJAR
|
|||
A. Pengertian Motivasi
|
25
|
||
B. Motivasi dalam
Pembelajaran
|
25
|
||
C. Motivasi
dan Prestasi Belajar Siswa
|
26
|
||
D. Sumber-sumber Motivasi
Belajar Siswa
|
26
|
||
|
28
|
||
F. Teori
X dan Teori Y McGregor
|
33
|
||
G. Perubahan Motivasi Belajar
|
34
|
||
H. Hal-hal yang Perlu
Diperhatikan dalam Pemberian Motivasi
|
36
|
||
I. Pemberian Motivasi dengan
Model ARCS
|
36
|
||
J Guru dan Motivasi dalarn
Pembelajaran
|
37
|
||
BAB VI MODEL-MODEL PENIBELAJARAN
|
|||
A. Problem Based Learning
|
39
|
||
B. Cooperative Learning
|
42
|
||
C. Quantum Learning
|
46
|
||
BAB V11 METODE-METODE PEMBELAJARAN
|
|||
A.
Pengertian Metode Pembelajaran
|
48
|
||
B.
Prinsip, Teknik, dan Manajemen Pembelajaran
|
48
|
||
C.
Berbagai Metode Pembelajaran
|
49
|
||
D.
Memilih Metode Pembelajaran yang Tepat
|
64
|
||
BAB VIII MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN
|
|||
A.
Perlunya Merumuskan Tujuan Pembelajaran
|
65
|
||
B. Pengertian Tujuan Pembelajaran
|
65
|
||
BAB IX KOMUNIKASI DALANI BELAJAR DAN
PETNIBELAJARAN
|
|||
A.
Definis Komunikasi
|
67
|
||
B.
Model-model Komunikasi
|
68
|
||
C.
Fungsi Komunikasi
|
69
|
||
D.
Unsur-unsur Komunikasi
|
69
|
||
E.
Hambatan Komunikasi
|
71
|
||
F.
Arah Komunikasi
|
72
|
||
G.
Jenis-jenis Komunikasi
|
72
|
||
H.
Guru dan Komunikasi dalam Belajar dan
Pembelajaran
|
73
|
||
BAB X MEDIA DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
|
|||
A.
Pengertian Media dalam Belajar dan
Pembelajaran
|
75
|
||
|
75
|
||
C.
Jenis-jenis Media dalam Belajar dan
Pembelajaran
|
76
|
||
BAB X1 MENYIAPKAN BAHAN PELAJARAN
|
|||
A.
Pengertian tentang Bahan Pembelajaran
|
78
|
||
B.
Perbedaan Bahan Pembelajaran dengan
Buku Teks
|
78
|
||
C.
Manfaat Bahan Pembelajaran
|
79
|
||
D.
Kriteria Bahan Pembelajaran yang Baik
|
79
|
||
E.
Strategi Menyusun Bahan Pembelajaran
|
79
|
||
F.
Aspek Profesionalisme dan Legalitas
|
80
|
||
BAB XII PENGELOLAAN KELAS
|
|||
A. Pengertian
Pengelolaan Kelas
|
81
|
||
B. Tujuan
Pengelolaan Kelas
|
81
|
||
C. Aspek-aspek
Kelas yang Harus Dikelola dan Manfaatnya
|
82
|
||
D.
Beberapa Tips untuk Menciptakan
Pengelolaan Kelas yang Baik
|
83
|
||
BAB XIII EVALUASI BELAJAR
|
|||
A. Kegunaan
Evaluasi Belajar
|
85
|
||
B. Tes
Formatif dan Tes Sumatif
|
85
|
||
C. Patokan
Acuan Norma dan Patokan Acuan Kriteria
|
86
|
||
D. Metode
Evaluasi
|
88
|
||
E. Tingkat
Kesulitan Tes
|
96
|
||
F. Kisi-kisi
Soal
|
97
|
||
G. Menentukan Nilai atau Memonten
|
99
|
||
H. Menentukan
Nilal Akhir Mata Pelajaran
|
101
|
||
BAB XIV
MEMBUAT PENVELENGGARAAN PENIBELAJARAN
|
|||
A. Pengertian RPP
|
102
|
||
B. Isi RPP
|
102
|
||
C. Rujukan
Utama Menyusun RPP
|
103
|
||
D. Manfaat Dibuatnya RPP
|
103
|
||
E. Bagian-bagian Dari RPP
|
104
|
||
F. Berbagai Model RPP
|
105
|
||
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar